V

34 0 0
                                    

                                ***

Aku bertanya pada dokter saat memeriksa mamah.

"Ini kenapa dok, kok bisa bengkak ya?" Tanyaku kepada dokter laki-laki memakai kacamata.
"Iya mas, ada cairan yang ketahan dipencernaan, jadi bengkak kaya gini." Ucapnya.
"Bahaya gak mas?" Tanyaku.
"Kita belum pastiin secara keseluruhan, jadi hanya tambah darah saja dulu. Dan besok ibu diperiksa keruang Jantung." Ucapnya.

Disaat itu aku semakin was-was saja dengan keadaan mamahku.

Namun keesokan harinya beliau dibawa keruang jantung ditemani olehku. Diruangan jantung yang
tidak terlalu besar itu, aku seperti gemeteran dengan melihat alat-alat yang dipenuhi kabel-kabel. Seorang dokter perempuan berhijab langsung memeriksa mamah dengan kondisi berbaring ditempat yang sudah disediakan.

Usai diperiksa, diperlihatkan detak jantung dan paru-parunya di sebuah layar monitor. Dokter menjelaskan, bahwa harus segera melakukan cuci darah, karna ada cairan-cairan didalam tubuh yang merusak fungsi jantung, paru-paru, bahkan ke ginjal. Aku kaget, menatap kearah beliau.
Ia mengatakan kepada dokter:

"Yah dok, kok cuci darah? Saya takut kalau cuci darah. Serem." Ucapnya.
"Cuma itu bu satu-satunya harapan, jika tidak mau akan semakin berbahya." Hatiku semakin tidak karuan, ingin nangis rasanya, aku menenangkan mamah.

"Sabar ya mah." Sambil memegang pundaknya. Ibu rundingan dulu saja dengan keluarganya, mau atau tidak melakukan cuci darah. Kalau tidak mau pihak kami tidak memaksakan. Dokter sambil menegaskan. Dari sana, aku kembali menuju ruang kamar dan memberitahukan keluargaku apa terjadi kepada mamah.

Bapak ku menolak, yang lainnya hanya pasrah saja. Namun semua tergantung pada mamahku, dan nyatanya beliau menolak mentah-mentah. "Belum berani.", Itu saja yang keluar dari mulutnya. Memang yang namanya proses cuci darah itu sangat berbahaya, jika tidak kuat tidak akan tertolong. Akhirnya mencoba cari jalan keluarnya, salah satunya melalui pengobatan Alternative.

Segala cara telah dilakukan, aku tidak akan pernah menyerah, tidak. Sang Pencipta selalu memberikan jalan jikalau kita ingin berusaha dan berdoa.

Pulang dari Rumah sakit, lagi-lagi mamah tidak mau check up dengan alasan sudah tidak kuat. Mau tak mau aku hanya merawat beliau dirumah saja. Membuat air hangat setiap hari untuk kedua kaki nya yang bengkak, memijat-mijatnya setiap malam, dan membeli makanan untuknya.

Sampai pada akhirnya ia mau datang ke Alternative yang disarankan oleh teman dekat mamahku. Tapi bapak ku bekerja, ia tidak bisa mengantar, jadi aku yang mengantarkannya menggunakan sepeda motor. Beliau juga tidak mau kalau naik mobil, katanya pusing.

Pukul 10.00 pagi aku berangkat dengan penuh hati-hati. Mengingat perjalanan lumayan jauh. Memakan waktu satu jam jika menggunakan sepeda motor. Diperjalanan aku bercanda-canda dengan mamah, tapi beliau tidak banyak bicara. Melihat dari spion Mamah hanya celingak-celinguk melihat sekitaran jalan. Ya, begitulah aku kalau sedang naik motor, tidak bisa diam. Maunya ngoceh terus, sampai-sampai yang diboncengi kadang cape mendengar dan melihat tingkahku, kadang terbawa juga. Hehehe...

Kembali lagi, saat setengah perjalanan, mamah bilang kepadaku:

"Duh a, kaki gua keram. Sakit banget." Ucapnya sambil merintih kesakitan.
"Sabar ya mah, dikit lagi sampe." Jawabku. Lucunya, kedua kaki beliau yang tadinya berada di step motor, ia selonjorkan begitu saja kebawah. Aku bilang: "Mah hati-hati, kena aspal jalan kaki nya." Bahkan sangking tidak tahan menahan keram, ketika sampai ditempat posisi kedua kakinya masih seperti itu.

"Assalamualaikum..." Mengetok pintu.
"Waalaikumsalam..." Seorang lelaki berkulit putih kekuning-kuningan dengan memakai gelang batu berwarna cokelat menghampir kami berdua. Ini yang dari cijantung ya, tetangganya mba harni. Pungkasnya. Ia menyuruh kami berdua masuk ke ruangan pengobatan yang tidak terlalu besar. Aku melihat banyak obat-obatan herbal disana.

"Jadi ibu sakit apa ini, kenapa bisa bengkak-bengkak?" Tanyanya.
Kemudian mamah memberitahukan penyakitnya. Maaf saya lupa nama orang yang mengobatinya, saya panggil ia dengan singkatan masgel saja. Mas gelang. Selagi orang nya ramah, ia juga lucu. Akhirnya pun ia menjelaskan dan memberitahukan apa-apa saja yang harus diberikan herbal, juga pantangannya. Ia pun menyarankan minggu kedua datang kesini untuk melakukan perawatan bekam. Jadi, mamah harus datang seminggu sekali, dan itu sampai dua bulan.

Hari pertama hanya diberikan obat saja, tapi saya lupa nama herbal-herbalnya, yang pasti sangat banyak untuk di minum di waktu-waktu tertentu. Bahkan biaya nya sampai 500 ribu lebih untuk membeli semuanya. Mahal memang, namun mau tidak mau harus dijalani.

Setiap harinya aku harus mengatur obat-obatan herbal untuk mamah, mana yang untuk diminum berapa kali dalam sehari. Terlebih lagi aku mulai kesal dengan batuk ku yang tak kunjung reda. Sama halnya dengan mamah. Ia menyarankan berobat, tapi aku menolak. Aku fikir ini batuk terlama menurutku, sudah hampir dua bulan lamanya. Gila! Kataku sambil menggerutu. Memang aku juga salah tidak berobat, hanya minum obat biasa saja, atau minum air hangat, karna sejujurnya aku lebih mementingkan kesehatan mamahku, ketimbang diriku sendiri dikala itu.

Ya, begitulah selama di pengobatan herbal belum ada tanda-tanda kesembuhan. Mamahku juga sudah enggan harus minum obat-obatan herbal cukup lama. Perlahan-lahan semakin lama pengobatan herbal tidak diterapkan lagi.

Memasuki bulan April, Tepat sekali tanggal 2 adalah hari ulang tahunku yang ke 22 tahun. Kondisi mamah saat itu masih seperti biasa, tidak ada perubahan. Kaki dan tangannya masih membengkak. Ia mengucapkan selamat ulang tahun kepadaku, sembari tiduran dikasur. Moment itu yang membuat aku selalu menahan hatiku agar tidak larut dalam kesedihan. Sambil berbaring dikamar beliau mengatakan:

"A, mau dibeliin gitar gak? Katanya loe dulu mau punya gitar yang bagus?" Ucapnya.
"Gak usah mah, gak jadi. Buang-buang duit aja." Jawabku.
"Gapapa gue ada nih, pake aja." Sembari mengeluarkan uang.
"Ihh gak usah mah beneran, simpen aja uang nya takut ada keperluan buat nanti." Ucapku lagi.
"Ini beneran, gak di pake kok, cuman ada segini doang." Nominalnya waktu itu sekitar satu juta. Aku diam, Beliau mengatakan lagi, beli gitar yang bagus buat nanti kalau manggung atau kebutuhan yang lain. Masa gak mau beli yang bagusan. Mamahku hanya menyodorkan uangnya ketanganku, aku tidak bisa menolak, akhirnya aku ambil dan mencium keningnya. Jujur, aku suka mencium mamah kalau lagi bercanda atau meluangkan waktu bersama beliau. Bagiku, seperti nyaman saja jika mencium kening atau kedua pipinya. Kadang ia juga merasa risih, atau menolaknya dengan nada bercanda.

Sore harinya aku membeli gitar di sebuah toko berukuran kecil namun didalam nya terdapat gitar-gitar yang cukup banyak. Dengan banyak nya pilihan, aku mengambil dengan ukuran gitar yang pas dengan tubuhku. Tidak terlalu besar, tidak terlalu kecil juga. Gitar itu berwarna kuning kecoklatan, dengan merk abjad "Y".

Rasanya senang punya gitar yang standar dan enak dimainkan. Setelah itu aku ingin cepat-cepat pulang, mengabarkan mamah kalau sudah membeli gitar. Sesampai dirumah, aku mencoba dihadapan beliau, katanya: "Bagus, suaranya enak. Jangan dirusakin, jangan suka di pinjem-pinjemin orang juga. Aku mengangguk lalu mencium Mamah lagi. Hehehe...

                                 ***

KULAKUKAN SEMUA UNTUKMUTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang