Chapter 8

3.5K 345 34
                                    


Sudah lewat dari berhari-hari sejak Sehun dan Kai bertengkar hebat di tengah rumah waktu itu. Tidak ada satu pun dari keduanya yang mencoba menurunkan ego untuk meminta maaf lebih dulu.

Dalam pikirannya, Sehun merasa benar. Dia patut marah karena Kai sudah membohonginya. Membuat alasan aneh-aneh hanya untuk berkencan. Menjadikan Sehun sebagai pihak yang bersalah, dan berhasil. Sehun merasa sudah terlalu banyak membebani Kai. Tapi manifestasi dari rasa bersalahnya itu malah kemarahan, bukannya permintaan maaf.

Sementara dengan mementingkan ego, Kai tidak merasa bersalah. Dia yakin kalau apa yang dilakukannya adalah hal yang seharusnya. Sesekali Sehun memang perlu didewasakan. Meski pun dalam sudut lain hatinya, Kai merasa berlebihan. Semua ini diperumit dengan hatinya yang sedang jatuh cinta. Karena kata orang, cinta itu membutakan segalanya. Apalagi untuk Kai yang baru kali pertama merasakan.

Sehun menatap ujung sepatunya dalam diam. Guru di depan sana tidak dia perhatikan. Pikirannya bercabang. Tidak fokus. Perkataan Kai waktu itu memukul telak otak warasnya. Sementara petuah Chanyeol seperti kontradiksi.

Hari itu, setelah pertengkarannya dengan Kai, Sehun dan Chanyeol terlibat perbincangan cukup serius. Si kakak tertua merasa khawatir dengan kedua adiknya yang sebelumnya tidak pernah bertengkar sehebat itu. Terlebih Kai sampai marah pada Sehun.

Jadi menurut asumsi Chanyeol, kemungkinan di sini adalah Sehun yang salah paham dan Kai yang sulit untuk menjelaskan. Chanyeol bilang Kai bukannya berniat untuk bohong, hanya saja dia belum menemukan waktu yang tepat untuk mengutarakan kebenaran.

Belum sempat Kai jujur, Sehun malah sudah mengetahuinya lebih dulu. Jadi, sebenarnya tidak ada pihak bersalah di sini. Padahal dalam lubuk hatinya, Chanyeol sungguhan ingin marah pada Kai. Tapi dalam perannya sebagai kakak tertua, tentulah dia harus bisa berpikir lebih jauh dari adik-adiknya.

Sehun menghela napas sedikit keras. Membuat Hongbin di sebelahnya menoleh heran. Dua kakak beradik teman sekelasnya ini bertingkah aneh. Mereka seperti sedang marah satu sama lain. Nampaknya masalah kali ini cukup berat karena Hongbin lihat akhir-akhir ini baik Kai maupun Sehun seperti orang frustasi. Tidak saling bicara, tapi saling memperhatikan.

Ponsel di saku celananya bergetar, sebuah pesan masuk dengan nama pengirim Jongin. Kepalanya dia putar ke arah Kai yang sedang menatapnya. Bertanya ada apa, yang hanya dibalas dengan gesture agar Hongbin membaca pesannya.

"Tanyakan pada Sehun apa dia baik-baik saja."

Tuh kan, benar apa yang ada di pikirannya. Mereka ini sedang bertengkar, tapi saling memperhatikan.

"Sehun-ah, kau baik-baik saja?"

Hongbin berbisik, mengembalikan Sehun pada dunia nyata. Lamunannya buyar, membuatnya kesal tapi berterima kasih. Karena kalau tidak, mungkin saja dia berhakhir dihukum guru yang sedang mengajar.

"Memangnya aku kenapa?"

Hongbin menghela napasnya. Menghadapi Sehun yang buruk moodnya itu butuh kesabaran lebih. Lebih buruk dari menghadapi kakak perempuannya yang sedang datang bulan kemudian diputuskan kekasihnya.

"Kupikir kau sakit," jawabnya masih dengan berbisik.

"Siapa bilang?"

Tuh, kan. Sehun itu memang menyebalkan. Kalau saja dia bukan sahabat sehidupnya, sudah pasti Hongbin biarkan saja, mau sekarat sekali pun.

"Baguslah kalau kau tidak sakit."

Kalimat itu jadi penutup percakapan mereka. Sehun kembali pada dunia khayalnya, dan Hongbin memalingkan wajah pada Kai yang ternyata masih menanti jawaban. Ibu jari dan telunjuknya dia satukan membentuk gestur oke pada Kai.

The DearestWhere stories live. Discover now