Chapter 15

3.4K 272 117
                                    


Tidak ada lagi yang lebih menakutkan daripada berburu dengan waktu, Kai dengan segala pikiran yang berkecamuk merasa dirinya sedang dipermainkan oleh adiknya sendiri. Tangannya bahkan masih bergetar jika mengingat kejadian yang bahkan belum sehari berlalu. Kenyataan bahwa dia masih duduk di kursi tunggu membuatnya benar-benar merasa tertampar.

Hongbin dan Krystal yang masih berada di sana bahkan kebingungan dengan apa yang terjadi. Kai masih menunduk dengan bahu bergetar, wajahnya memerah percampuran khawatir dan marah. Mereka bingung harus melakukan apa, Kai seperti hanyut dengan perasaannya sendiri. Dia bahkan menolak Chanyeol yang mencoba untuk menenangkannya.

"Jangan Seperti ini, Jongin-ah,"

Dia mendongak, menatap kakaknya dengan mata memerah. Jelas sekali kecewa yang terlihat.

"Kenapa kalian tega sekali padaku, Hyung? Kenapa menyembunyikan ini?"

"Tidak, hyung tidak bermaksud--"

"Hyung memang ingin melihatku mati, ya? bagaimana mungkin adikku sekarat dan aku bahkan tidak diberitahu?"

"Kai, dengarkan penjelasan hyung dulu."

"Seharusnya itu yang Hyung lakukan sejak awal."

Kai berkata lirih, dingin, dan menusuk. Kentara sekali jika ia sangat kecewa dengan kakak pertamanya. Chanyeol sudah bersekongkol, menyembunyikan sesuatu yang selalu Kai jaga mati-matian. Sedangkan di lain pihak, Chanyeol bingung sendiri. Ia merasa bersalah dan bodoh disaat yang bersamaan.

Ini salah paham. Tentu bukan maksud Chanyeol untuk menyembunyikan hal sepenting ini. Menurutnya, ini adalah tanggung jawabnya sebagai yang tertua. Sebisa mungkin akan ia selesaikan. Chanyeol hanya tak ingin membuat Kai khawatir berlebihan dan membuat Sehun merasa risih. Dia sudah cukup banyak belajar sebelumnya. Chanyeol tidak ingin kedua adiknya yang sama-sama keras kepala itu perang dingin lagi.

Tapi kenyataannya berbanding terbalik sekarang. Niat baiknya justru menjadi bumerang. Kai marah besar dan Sehun terkulai di ranjang pesakitan sendirian. Sungguh, jika begini Chanyeol sangat dilema. Seperti makan buah simalakama

Suara pintu berderit memecah ketegangan yang sempat menyelimuti keempatnya. Semua pasang mata menatap ke arah pria berjas putih yang baru saja keluar. Semua mendekat, kecuali Kai yang masih setia di kursi tunggu.

"Bagaimana, Dok?" Chanyeol mengawali pertanyaan dengan nada khawatir. Berharap adiknya baik-baik saja di sana.

"Kita sudah bicarakan ini sebelumnya. Keadaan pasien memang sudah memburuk. Kami sarankan agar pasien segera dioperasi."

"Bukankah seharusnya masih tahun depan?"

"Seharusnya begitu. Tapi melihat kondisi Sehun saat ini, saya rasa lebih baik dipercepat."

Chanyeol mengusap wajahnya kasar kemudian meremat rambutnya dengan kuat. Air matanya mengalir lagi. Ia kalut bukan main. Padahal ia sendiri sudah tau sebelumnya jika kondisi Sehun memang dalam keadaan yang tidak baik-baik saja. Seharusnya ia bisa mempersiapkan hatinya. Tapi apa daya, hatinya tetap saja menjerit sakit setiap tau keadaan adiknya yang semakin memburuk.

"Tenangkan dirimu Chanyeol-ssi. Masuklah! Sehun menunggumu. Jangan membuat dia stres dan sedih, yang dia butuhkan hanya dukungan dari keluarga."

Chanyeol mengangguk. Menetralkan segala jenis debaran dalam dadanya. Dokter Park benar. Sehun butuh dirinya. Sehun butuh keluarga untuk membuatnya tetap semangat dan kuat. Menjadi lemah jelas bukan pilihan.

"Kai, ayo masuk dan temui Sehun!" Chanyeol mendekat. Menepuk pelan pundak Kai yang masih saja bergetar.

Tanpa memandang Chanyeol, Kai berdiri. Membuat Chanyeol, Hongbin dan juga Krystal ikut menghela lega. Tapi kalimat yang diucapkan selanjutnya sukses membuat mereka semua membeku. Tidak menyangka akan diucapkan begitu saja oleh Kai.

The DearestWhere stories live. Discover now