"aku bisa membuatmu bahagia."
Aku memandang lekat-lekat kedua mata gelap Miran yang jernih namun tidak hidup itu. Kemudian memalingkan wajah dan berusaha menahan tawa. Sialnya tawa itu meledak juga. Sampai-sampai aku merasa sekujur badanku yang sempat ngilu itu sembuh karenanya.
"Apanya yang lucu?" Tanyanya. Wajahnya tampak kesal tapi juga bingung karena melihatku terbahak.
"Astaga jangan bercanda. Mana bisa kamu membuat aku bahagia? Bahagia katamu?" Aku sekali lagi tertawa. Betapa bodohnya aku karena sebuah kalimat bisa membuatku sedemikian terbahak, "apa yang bisa kamu lakukan sampai aku bisa 'bahagia' Mir?" Aku menghela nafas, berusaha menyudahi tawaku.
"Kenapa? Ada yang salah?"
"Kenapa masih dipertanyakan? Tentu saja!" Kataku sambil melempar senyum kearahnya, "jangankan membuatku bahagia, untuk menyentuhku saja kamu tidak mampu, begitukan?"
"Siapa bilang?" Katanya. Aku pikir kata-kataku membuatnya tidak terima. Miran lalu berjalan mendekatiku. Aku yang sudah berhasil dibuatnya tertawa itu, tidak lagi berusaha menghindar karena ketakutan. Aku justru malah memajukan tubuh, menantangnya. Seolah yang berada di hadapanku adalah makhluk yang nyata, bukan seorang hantu.
"Aku bisa menyentuh benda. Aku bisa membuatmu bergerak. Tapi itu tidak akan terjadi jika kamu dalam kondisi kuat."
"Jadi maksudmu aku kuat?"
Kali ini dia yang tertawa. Sialan aku dibuatnya bingung, "bukan. Maksudku, kamu tau bahwa manusia memiliki kuasa atas tubuhnya sendiri. Jadi aku tidak bisa membuatnya bergerak karena manusia bisa saja memberi kekuatan yang lebih besar dibanding kekuatan yang sedang kukerahkan," katanya sambil duduk di tepian kasur. Lalu diraihnya sebuah gelas kaca, dan gelas itu tentu saja akan tampak melayang jika seseorang tidak menyadari kehadiran Miran.
"Jangan lakukan. Nanti kalau ibuku datang, ia bisa menjerit tidak karuan," kataku. Lalu diletakkannya kembali gelas itu setelah menawarkannya padaku namun keberi penolakan.
"Tapi, bagaimana bisa benda-benda yang tadi kulempar padamu itu melayang menembus tubuhmu?"
"Karena aku tidak memberi kekuatan pada benda itu. Aku tidak bisa mengeluarkan terlalu banyak kekuatan, kau tau. Karena aku harus berhemat sampai tujuanku di dunia ini selesai," katanya, lalu dilemparkannya senyum simpul padaku.
"Bagaimana jika kekuatanmu itu habis sebelum tujuanmu selesai?"
"Aku akan menghilang," katanya. Rautnya berubah murung.
"Kalau begitu aku akan membuatmu mengeluarkan seluruh tenagamu agar kamu bisa segera hilang," kataku, berusaha menggodanya. Rautnya yang berubah murung itu menjadi tampak menggemaskan di mataku. Sekali lagi, aku tertawa karenanya.
"Belum sehari disini aku sudah membayarmu dengan kesepakatan kita,"
Miran turun dari ranjang sambil beranjak menuju jendela. Tubuhnya tampak seperti manusia normal kalau saja aku tidak melihat kakinya yang tampak melayang.
"Membayarku? Kesepakatan? Apa sih kau ini. Bicara yang jelas," kataku.
"Aku belum sehari di sini, dan kamu belum sama sekali membantuku, tapi aku sudah membuatmu bahagia dengan sedikit tawa," katanya lalu tersenyum lebar.

KAMU SEDANG MEMBACA
Samira dan Ujung Waktu Miran
Novela JuvenilSamira tau bahwa Miran mencintainya sedemikian rupa. Samira juga tau bahwa Miran dengan segala upayanya berusaha membuatnya untuk jatuh cinta juga. Tapi Samira tidak tau, waktunya tidak banyak.