Chapter 8 - A Woman's Gotta Do, What A Woman's Gotta Do!

9.5K 835 8
                                    

Halo... Mohon maaf ya lama baru update... ✌

Jangan lupa VOTE ya 😘😘😘

HAPPY READING ya ❤❤❤❤❤

🎆🎆🎆

JONAH

Kurasa kemarahanku sudah sampai pada tahap mendidih pagi ini. Bagaimana tidak? Gadis cantik yang saat ini kurindukan setengah mati, sama sekali tidak menggubris teleponku ataupun pesanku hanya karena kejadian kemarin pagi.

Stop! Mari kita rewind sejenak. Kata-kataku barusan 'gadis cantik yang saat ini kurindukan setengah mati', hhmmm... rasanya absurd atau aku yang makin tidak waras. Kurasa gelombang otakku sudah harus mulai diperiksa.

Aku benar-benar tidak sengaja mengucapkan kata 'sialan' itu kemarin. Mana aku tahu kalau Allegra tidak suka mendengar kata-kata makian. Harusnya aku yang marah karena dengan seenaknya dia menendang tulang keringku. Dan salah satu hal yang membuatku marah pagi ini adalah tulang keringku lebam dan aku butuh P3K dari Allegra. Ketika aku membutuhkannya dia tidak bisa dihubungi.

Aku tidak mungkin mengunjungi rumah Allegra hanya untuk mencarinya. Apa kata dunia? Apa juga yang harus kukatakan kepada Daddynya? 'Malam Om, saya mau ngapelin Allegra nih...' Aishhh.... Najis banget bahasa gue, bro!

Tapi alih-alih mencari Allegra, aku dan Rocky malah terdampar di club semalam. Sedikit berharap sih aku bertemu lagi dengan Allegra. Tapi sampai tiga jam kami nongkrong di sana, tidak ada tanda-tanda Allegra akan muncul. Yang muncul berbaris malah wanita-wanita yang tidak kuharapkan. Yang kurasa lebih aneh lagi, aku tidak tertarik melihat mereka semua. Jadi seperti seorang Cinderella, aku memutuskan pulang ketika lonceng berbunyi 12 kali.

Oh astaga, aku baru teringat, aku memang harus segera bertemu dengan Allegra. Bagaimana aku bisa lupa bahwa kedua pria tua itu sedang merencanakan pernikahan kami? Ini tidak boleh terjadi!

Pagi ini Papa menggedor pintu kamarku pada jam 7 pagi. Bayangkan bangun jam 7 pagi di hari Minggu dimana semua orang seharusnya libur.

"Bangun, Jon. Papa Mama tunggu di meja makan sekarang atau kau kuhapus dari wasiatku!" Papa menarik selimutku dan membuangnya sembarangan.

Kalau ancamannya seperti itu, aku bangun secara otomatis karena aku masih membutuhkan uang pria tua itu. Dengan malas, aku melangkah ke kamar mandi dan membersihkan tubuhku. Mama paling marah apabila aku duduk di meja makan tanpa mandi. Jadi aku sedang tidak mood untuk membuat marah siapapun, setelah kejadian kemarin.

Aku duduk manis di hadapan kedua orangtuaku yang sangat romantis. Aku sering menggoda keharmonisan mereka dan keduanya ingin aku juga memiliki pernikahan seperti yang mereka miliki. Aku mendengus sinis.

Aku tidak pernah membenci pernikahan harmonis. Orangtuaku adalah salah satu contohnya. Aku juga tidak pernah putus cinta atau trauma pada cinta. Tidak pernah ada itu dalam kamusku. Hanya satu yang paling kubenci, perceraian.

Aku mulai tidak percaya pada suatu hubungan sejak aku melihat begitu banyaknya wanita yang dengan mudah mengobral tubuhnya pada pria tampan dan kaya yang mereka kenal. Mereka mengatakan cinta tapi mengobral tubuh mereka dengan murah.

Aku belum pernah mengenal wanita yang tidak menganggapku sama sekali, sampai aku bertemu Allegra. Perasaanku mulai tidak enak ketika kedua orangtuaku menatapku dengan tajam dan pikiranku kembali pada Allegra.

"Jon... Papa Mama sudah memutuskan bahwa kau akan menikah dengan Allegra Dimitri, anak dari sahabat Papa, Om Rafael Dimitri." Begitu ucapan Papa di meja makan pagi ini. Aku baru saja menyesap kopiku dan aku tidak tersedak karenanya. Thank God!

ALLEGRA - Dimana Hati Berlabuh (END)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang