Mood!

4.7K 465 41
                                    

Happy reading!

.............

Sudah jatuh, tertimpa tangga. Mungkin itu pepatah yang cocok disematkan kepada Prilly saat ini, dilihat dari seberapa keras gadis itu mencoba terlihat biasa-biasa saja ketika badai amarah sudah mengumpul sampai keubun-ubun hanya untuk menjaga image baiknya didepan Ceo hotel tempatnya bekerja.

Bagaimana tidak? Disaat ia telah merencanakan untuk mengambil cuti selama beberapa hari karena setahun ini dirinya belum pernah mengambil cuti sekalipun, namun pihak hotel belum memberikannya izin dengan alasan pengunjung hotel yang membludak disetiap libur panjang akhir tahun.

Lalu, disaat Prilly sudah bisa menerima kenyataan yang harus ia hadapi. Kini entah kesialan macam apa yang menimpanya, sehingga pihak Ceo mengatakan ingin bertemu dengannya. Dan memberitahunya jika ia di tugaskan ke Lombok selama beberapa minggu, yang mana disana terdapat resort salah satu dari anak hotel tempatnya bekerja.

Prilly memang sudah tahu apabila tempatnya bekerja setiap tahun pasti akan mengirim salah satu Chef dari tempat ini, untuk ke hotel atau resort-resort yang terletak diluar kota. Kendati demikian, tetap saja dirinya tidak menyangka bahwa pihak hotel akan mengirimnya tahun ini.

Prilly menyandarkan kepalanya ditempat ternyamannya saat ini, helaan nafas frustasi yang keluar dari bibirnya malah memancing kekehan seseorang.

"Enggak usah terlalu kamu pikirin, sayang.." bisik Bima lembut, ia tak tahan melihat kegelisahan Prilly sejak tadi ia datang kerumah ini. Prilly mendongak untuk melihat wajah tunangannya, kemudian tersenyum tipis saat satu tangannya berhasil mengusap wajah Bima dengan mata Bima yang menghujam mata hazelnya.

"Seandainya aku bisa memilih, aku pasti akan lebih memilih untuk tetap disini, Bim. Sama kamu." gumam Prilly menyuarakan isi pikirannya yang sedaritadi bersarang dikepala. Sesungguhnya yang membuat ini terasa berat adalah karena dirinya akan berjauhan dengan Bima disaat mereka sedang mengurus untuk pernikahaan keduanya, dia tidak tega jika harus melimpahkan semua urusan itu kepada Bima. Karena biar bagaimanapun pria itu tak kalah sibuknya dengan dirinya.

Bima hanya diam, memerhatikan sebagaimana Prilly menghentikan usapan lembutnya diwajah Bima. "Kamu pasti kerepotan ya? Ditengah kesibukan kamu, kamu masih harus mengurusi persiapan untuk pernikahan kita." sesal Prilly. Bima meraih tangan Prilly diwajahnya, lalu mengecupnya mesra.

"Kamu ngomong apa sih? Aku enggak kerepotan sama sekali kok, sayang. Lagian kan ada Ibu yang senantiasa membantu aku." katanya menampik apapun pemikiran Prilly saat ini.

"Lusa aku udah harus berangkat, kamu gak papa kan aku tinggal?"

Bima mengangguk, mengecup pelipis Prilly ketika gadis itu kembali menyandarkan kepala didada bidangnya.

"Gak apa-apa, paling cuma kangen doang nanti." canda Bima yang mampu membuat keduanya kompak tertawa, mereka bahkan tidak lagi terlalu memperhatikan tayangan televisi yang saat ini sedang ditonton.

"Pasti aku yang bakal kangen berat sama kamu," Prilly berbalik menenggelamkan wajahnya dalam dekapan Bima, gadis itu mencari posisi ternyaman yang bisa ia dapatkan saat ini. Bima menyambut itu semua dengan senang hati, satu tangannya bahkan sudah terangkat untuk membelai rambut panjang Prilly dengan gerakan perlahan.

Sesaat keduanya hanya terdiam satu sama lain, larut dalam kegiataan mendengarkan detak jantung mereka yang berpacu seiring dengan kebersamaan. Prilly bisa merasakan hujaman kecupan berkali-kali dipucuk kepalanya yang dilakukan oleh Bima, hal itu tanpa sadar membuat sudut bibir Prilly tertarik keatas. Sejak dulu ia tahu Bima memang menyukai aroma shampoo yang ia pakai, katanya seperti candu yang menenangkan.

Impossible [Our] DreamsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang