#01

37 9 0
                                    

Kana mengunyah permen karetnya yang sudah tak ada lagi rasanya. Karena tak ada teman, maka permen karetlah yang ia jadikan sebagai teman. Kini, Kana berada di rooftop sekolah, hanya ia sendiri. Tak ada seorangpun yang tahu tempat ini. Hanya dirinya seorang diri.

Kana menghembuskan nafasnya dengan pelan. Ia bosan hidup sendiri, namun baginya sendiri itu yang membuatnya nyaman dan tenang. Ia benci keramaian. Rasanya Kana seperti ingat masa lalu jika berada di keramaian.

Emm.. Mungkin masa lalunya tidak usah dijelaskan.

Kana beranjak dari tempat duduknya meninggalkan tempat kesayangannya ini. Ia berjalan perlahan sembari membawa catatan kecil biru muda miliknya.

Ia melihat tempat ramai yang tak jauh darinya. Ya, itu kantin. Tempat yang memang tak pernah sepi disekolah ini. Saat siswa-siswi sudah pulang barulah tempat itu akan bisa lega.

Kana melihat tempat itu sedikit berdecak. Pikirnya, bagaimana orang-orang bisa menyukai tempat seramai itu? Bernapas dengan tenang pun tidak bisa. Bahkan udara segar pun hanya masuk sedikit.

Kali ini, Kana melangkahkan kakinya untuk pergi ke kelas.

Selama bertahun-tahun menjadi bagian disekolah ini, Kana memang tak pernah punya teman. Untuk menyapa dipagi hari saja tidak ada. Bukan mereka tak ingin berteman, tetapi memang Kana-lah yang tidak mau berteman.

Baginya berteman dengan buku itu lebih baik. Karena ia tak perlu mendengarkan celotehan orang-orang yang tidak penting.

"Cihuy.. Cihuy.."

Suara ponsel dari rok saku Kana berdering. Ia segera merogohnya.

Kemudian ia menaruh ponsel itu ditelinga kanannya. "Halo?"

"Ka, hari ini ngga usah ke Cafe, ya." kata lelaki dari sebrang sana.

"Loh? Kok gitu?" Kana sedikit mengerutkan keningnya, bingung.

"Iya, hari ini tutup. Udah, lo ngga usah bawel. Ok? Dadahhh!" Kemudian di detik ketiga ponsel itu menimbulkan suara Tut.. Tut.. yang artinya panggilan telepon terputus.

Kana berdecak sebal. Sebenarnya ada apa sampai-sampai Bio menutup Cafe diharinya yang cerah ini?

Cuit!

Satu pesan masuk dari ponsel Kana. Ia segera mengeceknya.

Bang Bio
Jangan bingung gitu. Ntar kerumah aja. Gue bakal balik kampus jam 5 sore. Ok?

Setelah membaca pesan itu, Kana mulai mengetik untuk membalasnya. Tangannya mulai menari-nari diatas layar ponsel itu.

Y.

Pesan itu terkirim. Memang ia tak mau repot-repot mengetik yang lain. Itu saja sudah cukup. Kemudian Kana mulai membuka buku pelajarannya. Dan saat membuka lembaran pertama, pas sekali lonceng istirahat dikumandangkan.

Kana tersenyum. Ia senang sekali belajar.

•••

Akhirnya beberapa jam sudah berlalu, Kana membereskan barang-barangnya. Setelah itu, ia keluar dari kelas dan menuju ke parkiran sekolah.

Menaiki sepeda putihnya, sesekali ada siswi yang tersenyum padanya tetapi Kana malah menundukkan kepalanya. Ia tidak mau dicap menjadi orang yang sksd.

Bruk!

Kana tersentak kaget. Sangat kaget. Ia baru saja menabrak kaki seseorang. Dengan mata yang terbelalak dan mulut yang terbuka bulat, Kana menepuk jidatnya.

Ia segera pergi dari tempat itu, karena takut sang korban mengomel.

Sang korban memegang betis kakinya dengan meringis sedikit. "Woy! Gue tandai sepeda butut lo, Njing!" Korban itu berseru. Beberapa orang yang berada diparkiran menatapnya, ada yang bingung, kaget dan biasa saja.

"Aww," ringisnya.

Malang sekali. Sudah tertabrak malah yang menabrak pergi dengan lantang.

•••

"Aku pulang!" seru Kana setiba dirumah.

Ia memang sering berseru seperti itu. Meskipun ia tahu tak akan ada yang menjawabnya, karena ia hidup didalam rumah yang cukup besar ini hanya berdua. Kana dan Bio, abangnya. Tetapi bukan abang kandungnya. Hanya seseorang yang datang dikehidupannya, yang ia anggap sebagai abang.

"Haduh, gimana ya besok.. Aku jadi takut ke sekolah," kata Kana yang duduk diatas sofa coklat yang empuk itu. Ia menggigit kuku telunjuknya.

"Kok bisa sih ke tabrak? Aku yang salah atau dia ya?" tanya Kana pada dirinya sendiri.

Tetapi Kana tetaplah Kana yang hanya peduli pada dirinya sendiri. Ia tak menganggap itu menjadi masalah besar. Kini, Kana meluruskan kakinya diatas sofa. Dan meluruskan badannya. Kemudian ia memejamkan matanya. Ia terlelap dalam tidur dan mengenakan seragam sekolah.

•••

"Ka, Ka, bangun!"

Yang dipanggil tidak menggerakan badan sama sekali. Ia tidur seperti orang yang sedang mati sekarang.

"Ish, Kana! Bangun dong!" seru lelaki yang sedang duduk setengah jongkok disampingnya.

Kana tak kunjung bergerak.

"Ck! Mati apa gimana sih nih bocah," decak lelaki itu sebal.

"KANA!" lelaki itu berteriak tepat ditelinga kanan Kana.

Kana tersentak. "Apa sih!" ringis Kana sambil mengusap telinganya.

"Gue kira lo mati. Bangun! Ganti baju, cepet." kata lelaki itu menyuruhnya.

"Gak."

"Ka,"

"Apa? Ganggu aja sih. Aku tuh capek, malah diganggu!" kata Kana dengan ketus.

"Lo lupa?" tanya lelaki itu.

"Ga jelas."

"Hari ini kakak lo ulang tahun. Ganti baju sekarang." kata lelaki itu sedikit lembut.

Kana terdiam. Bagaimana bisa ia melupakan hari spesial sang kakak?

Tanpa basa-basi, Kana beranjak dari sofa.

Diam-diam lelaki bernama Bio ini tersenyum melihat tingkah gadis yang sedang naik ke atas tangga. Ia senang bisa berada didalam satu atap dengan Kana. Meskipun Kana cuek dan ketus, tetapi Bio suka dengan hal yang ada dalam Kana.

•••

Hai!

Gimana dengan bab ini?

Tetap jadi bagian cerita ini, ya! Terimakasih.

Cheerio!
HN,
❤.

TRYTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang