Kejam

109 3 0
                                    

Ya, bunga ini punya koin keberuntungan dalam tanah yang gersang ini. Sebut saja si Mawar, namun aku tak peduli, toh aku ingin bercerita bukan tentang bunga ini.

Teman berceritaku kali ini senja yang memasuki ruang yang sempit, aku duduk di sofa keras dengan pemandangan cat berpelitur hijau, dan meja yang ditemani radio dengan suara sumbang dan sinyal semrawut.

Bukan kecumaan, ketika manusia bertatap muka dengan asa, menghidupi rezeki dari bangun paginya dan menutup majelis rezekinya dengan malam kabut, atau bahkan ia tak menutup pencarian rezekinya hari itu, toh ia yang usaha ini, bukan yang lain. Pagar pun tak pernah menghitung sudah berapa kali ia dibuka dan ditutup, betul, ia hanya seonggok pagar, akan tetapi, yang manusia ini cari, apakah hanya sebuah kecumaan? Pergi pulang pagi, APA YANG IA MAU SEBENARNYA??

Harta?Tahta?Dunia ini terlalu kejam untuk berpikir sempit, memandang cakrawala yang tak hentinya mendengar teriakan klakson, deru knalpot dan asap, lantas, di manakah bijaksana alam? Salahkah ia, sampai harus hilang di bumi manusia, ralat, bumi siapa saja. Apakah Tuhan meminum kopi lalu menikmati sesapan di tiap detiknya?!

Sesapan kopi pagi ini membuat logika berimaji bahwa kejamnya pernyataan yang menyatakan bahwa hidup ini kejam, seakan hidup ini penuh noda. Realitas pun tak berbantah untuk masa ini, masa ego dimakan usia, MASA BODO

Diary HutanTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang