3 - Perasaan Khawatir

670 45 1
                                    

Bibir tipis berwarna merah muda itu sedari tadi tidak henti mengunyah permen karet yang mungkin sudah tidak terasa manis lagi di dalam sana. Mata birunya menatap lapangan sepi dari atas balkon depan kelasnya.

Angin yang masih terasa dingin menerpa kulit wajahnya, dan membuat rambutnya yang kecoklatan sedikit bergerak karena tertiup angin. Beberapa kali ia menyisir rambutnya dengan jemarinya.

"Reno!"

Merasa terpanggil, ia menoleh ke sisi kanan dan mendapati seorang gadis berperawakan manis berlari kecil menghampiri dirinya.

"Tumben lo berangkat pagi?" tanyanya seakan tidak percaya bahwa yang di hadapannya ini adalah Reno sang Dewa Kesiangan. Karena yang ia tahu, cowok itu tidak pernah berangkat ke sekolah sepagi ini.

Mata cowok itu menerawang ke langit, tampak berpikir sejenak. "Iya, gue kan lagi nungguin seseorang."

Wajah Mia seolah terkejut, "Hah? Siapa?" Ia berdiri di sisi kanan Reno. Dengan jarak sedekat ini, ia dapat mencium aroma cowok itu. Aroma mint bercampur wangi coklat yang sedikit menusuk indra penciumannya.

"Lo," jawab Reno singkat. Namun berhasil membuat Mia menahan lengkungan bibirnya.

Telunjuk Mia mengarah ke wajahnya sendiri. "Gue?"

Reno mengangguk mantap. "Iyalah, siapa lagi? Gue nungguin lo. Gue tahu lo selalu berangkat pagi, jadi gue berencana untuk berangkat lebih pagi. Supaya orang yang bertemu lo pertama kali saat di sekolah adalah gue."

Dan berhasil! Ia berhasil membuat pipi Mia bersemu. Gadis dengan rambut bergelombang itu menundukan kepalanya. Mencoba menyembunyikan salah tingkahnya.

"Tapi ... kenapa?"

Reno terkekeh pelan. Senyumannya selalu berhasil membuat Mia terhipnotis. "Kenapa lagi?" lalu ia membuang permen karetnya ke bawah. Bukan ke tempat sampah.

Jawaban cowok itu membuat kedua alis Mia terangkat.

"Udah pasti lah gue mau minjem buku tugas fisika lo," kata Reno dengan senyuman lebar di wajahnya. "Gue mau nyalin, Mi. Gue males kalo bareng-bareng sama yang lain ngerjainnya."

Senyum di wajah Mia luntur, tergantikan dengan bibir yang mengerucut. "Sialan lo, Ren! Selalu aja buat gue kesel!"

"Hehehe. Ya udah mana sini buku lo, gue mau nyalin ini."

Mia memberikan buku tugas fisikanya kepada Reno. Lalu mereka berdua masuk ke dalam kelas.

"Ren," panggil Mia. Gadis itu duduk di sebelah Reno.

Cowok itu hanya berdehem. Sedangkan tangannya lincah menyalin tiap huruf dan angka dari buku Mia ke bukunya sendiri.

"Gue kemarin nggak lihat kak Rakha main basket." Mia menyanggah dagunya dengan lengan. Bibirnya sudah maju beberapa senti. "Nyesel kemarin gue nggak stay di kelas."

Cukup lama Reno membuka suara. "Emang kemarin lo kemana?"

"Ke perpus."

"Beeuh, anak pinter gaulnya di perpus sama buku-buku, ya?" Tangannya masih sibuk menyalin rumus-rumus dari buku milik Mia.

Mia berdecak, "Issh. Enggak gitu. Lo tau kemarin panas banget, makanya gue ngadem ke perpus, lumayan bisa dapet wifi-nya juga."

Tipe-tipe anak pemburu wifi sekolah. Pasti jika tidak ke perpustakan, ya ke ruang komputer yang jaringan wifinya lancar jaya tanpa tersendat.

Setelah itu, Reno tidak menjawab lagi. Ia masih sibuk menyalin PR fisikanya itu.

Hingga ....

"Buset! Sejak kapan Reno sama Mia pacaran?" Suara cempreng milik Fakhri menggema ke seluruh kelas.

RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang