11 - Sebuah keganjilan

457 36 0
                                    

Helaan napas sudah beberapa kali keluar dari mulut Reno. Beberapa orang yang berlalu lalang di depannya menatapnya heran, karena seorang pelajar sepertinya masih berkeliaran di daerah Rumah Sakit dengan seragam yang masih melekat di tubuhnya.

Jam di tangannya sudah menunjukan pukul sepuluh malam. Tapi, rasanya ia enggan untuk beranjak dari tempatnya. Tepatnya di lobi Rumah Sakit. Ia bingung harus bagaimana. Otaknya terus memutar memori yang masih terekam jelas di otaknya. Beberapa jam yang lalu, saat ia masih berada di ruang rawat kakaknya. Mamanya ... membuangnya.

"Pergi kamu."

Kalimat itu yang terlontar saat perempuan yang ia panggil mama tersebut selesai membantu membaringkan Rakha ke tempat semula.

Tapi, ia tidak beranjak dari tempatnya. Reno masih berdiri di belakang mamanya yang membenarkan letak selimut Rakha,meskipun cowok itu menolaknya.

"Pergi kamu!" Nada mengusir itu kemudian terdengar.

"Tapi aku mau nemenin kakak, Ma."

Mamanya itu membalikan badan dan menatapnya. Reno dapat melihat, kedua tangan mamanya mengepal kuat.

"Kamu cuma akan membawa sial untuk anak saya. Lebih baik kamu pergi! Saya tidak mau melihat kamu!"

Perempuan itu menekankan semua kata-katanya barusan. Hingga membuat hati Reno bergetar saat mendengarnya. Membuat otaknya bekerja lebih lambat dari biasanya.

Kakaknya mencoba menghentikan mamanya. Ia juga melarang adiknya agar tidak mengikuti kata-kata mamanya. "Jangan pergi, Dek. Di sini aja."

Tapi Reno membisu, otaknya masih mencerna semuanya dengan lambat. Kemudian ia tersenyum penuh arti kepada kakaknya. Ia myakinkan dirinya, bahwa sekarang mamanya ... tidak menginginkan dirinya. Setelah itu melangkahkan kakinya, menuju pintu keluar ruang bercat coklat pastel ini.

"Cepet sembuh ya, Kak," katanya sebelum membuka pintu itu. Rakha menatap sendu adiknya.

Dan, disinilah dia sekarang. Duduk termenung di kursi lobi yang sudah sepi. Masih lengkap dengan kemeja putih dan celana abu-abu yang membalut tubuhnya. Baju bagian bawah yang seharusnya masuk itu keluar, dasi yang seharusnya menggantung di lehernya juga sudah tanggal. Rambutnya berantakan, bahkan ia belum mandi setelah hujan-hujanan tadi.

Reno mengembuskan napas kasar. Ia mengacak-acak rambutnya yang sudah berantakan itu. Kepalanya pusing, ia lupa bahwa perutnya belum ia isi sama sekali sejak tadi siang.

"Hei!"

Ia tersentak kaget saat seseorang tiba-tiba menepuk pundaknya. Reno menatap orang di sampingnya dengan tatapan heran.

"Kamu ngapain di sini? Keluarga kamu mana?"

Reno mengabaikan pertanyaan laki-laki disampingnya. Laki-laki tersebut terlihat seumuran dengan mamanya. Tapi, penampilannya yang kekinian dan fashionable membuatnya terlihat lebih fresh. Dokter itu mengenakan kemeja berwarna biru muda, di balut dengan jas putihnya. Rambutnya berwarna coklat gelap. Tatapan matanya tajam.

Cowok itu menggelengkan kepalanya saat dokter laki-laki tersebut melambaikan tangan di depannya.

"Apa cuma saya yang bisa lihat kamu? Sampai kamu kaget seperti itu?" Dokter itu melepaskan jas putihnya hingga meninggalkan kemeja berwarna biru yang ia pakai, lalu menggulung bagian lengannya hingga siku.

Reno menaikan sebelah alisnya. Jadi, dokter ini pikir, ia adalah hantu yang sedang kebingungan mencari jati diri?

"Saya bukan hantu." Reno membuang muka. Ia menatap lurus ke depan.

RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang