10 - Terluka

468 37 0
                                    

Marissa meletakkan buku pelajarannya ke atas meja ruang tengah. Ia membuka halaman demi halaman bukunya. Entah mencari apa. Marissa tidak bisa terfokus pada materi yang akan ia pelajari sendiri ini.

Entah kenapa, pikirannya terus tertuju pada Reno. Cowok itu seakan mengubah dirinya dalam sekejap. Tadi pagi, cowok berambut coklat gelap itu membuatnya tersenyum-senyum sendiri. Dan sekarang, cowok itu membuatnya gelisah.

Beberapa jam yang lalu, ia membuka sosial media bernama instagram. Gadis itu membuka beberapa instagram story milik teman-temannya yang ia ikuti. Iseng, ia mencari akun intagram milik Mia. Ia hanya mengetikkan nama itu, karena ia tidak tahu nama lengkap Mia.

Ajaib, akun Mia yang ia maksud muncul di urutan teratas. Entah setan apa yang merasukinya, tiba-tiba saja ia menjadi seseorang yang kepo seperti ini.

Pertama, ia membaca bio yang tertera di sana. Kedua, ia menggulir beberapa foto yang di posting dalam akun itu. Ia gelisah, ketika melihat beberapa foto Mia bersama dengan Reno. Meskipun disana, wajah Reno sama saja, berdiri dengan tangan yang membentuk huruf V dan tersenyum lebar. Ketiga, ia membuka instagram story Mia. Gadis itu memotret Reno secara candid dari kejauhan. Di tempat yang sepi.

Sungguh, hatinya gelisah. Mungkin benar, ini yang namanya cinta. Meskipun menurutnya, tidak pantas di usianya ini mengenal kata cinta. Ia belum cukup mengerti.

Hingga sekarang, saat ia akan mengenyahkan kegelisahannya dengan memfokuskan diri pada hal lain, bayangan Reno dengan senyum manisnya masih menghantui Marissa.

"Non Ica jangan ngelamun terus."

Sebuah suara menbuyarkan lamunannya. Suara dari Asisten Rumah Tangganya. Yang setiap hari selalu menemaninya. Di rumah, ia di panggil dengan panggilan tersebut, Ica.

Gadis itu tersenyum. "Aku nggak lagi melamun, Bi."

Bibi meletakkan sepiring kue dan segelas teh hangat ke atas meja. "Terus lagi apa?"

Marissa mengetukan jarinya ke dagu. "Lagi mikir, Bi."

Alis Bibi terangkat. "Mikir apa, Non?"

Gadis itu tersenyum geli melihat ekspresi yang di tunjukan oleh Bibi. "Rahasia dong. Bibi nggak boleh tau."

"Ah, non Ica suka gitu. Bikin ... bikin ... apa ya?" Dahi Bibi berkerut, seiring dengan ia yang menerawang ke atas untuk mengingat sesuatu.

Marissa tertawa.

"Kepo! Non bikin Bibi kepo."

"Bibi nggak usah kepo, ya." Marissa memakan kue yang di hidangkan untuknya. Bibi sudah kembali ke dapur beserta nampan hitam yang ia bawa.

Pikiran Marissa kembali tertumbuk pada Reno. Mungkinkah ia jatuh cinta kepada cowok itu? Yang ia tahu, saat ia mengingat cowok itu, dirinya selalu tersenyum sendiri. Ya mungkin benar, ia jatuh cinta kepadanya.

***

Akhirnya, Mia pulang tepat pada pukul enam sore. Mamanya menyambut kedatangan gadis itu dengan tatapan khawatir.

"Kamu tadi pulang sama siapa? Kok mama nggak di kabarin?"

Mia menatap perempuan berumur tigapuluhsembilan itu dengan senyum lelah.

Meskipun sudah berumur hampir empatpuluh tahun, tapi ibunya masih terlihat seperti umurnya di awal tigapuluhan.

Tidak ada kerut sama sekali di wajah mamanya. Wajah mamanya masih mulus, mungkin karena perawatan. Mamanya cantik. Dengan perawakan tinggi dan tubuhnya yang langsing. Rambut hitamnya itu bergelombang dan ringan.

RegretfulTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang