Sooyoung terus menangis sesekali mengeluarkan erangan-- pertanda bahwa bebannya terlalu berat. Tubuhnya berguncang, nafasnya naik turun tak beraturan membuat Sungjae tanpa pikir panjang segera memeluk gadis itu.
"Ku mohon jangan seperti ini oppa, kumohon~" ucapnya disela-sela tangisannya.
Gadis berambut pirang ini melepaskan diri dari pelukan Sungjae. Membiarkan Sungjae memeluk udara kosong disekitarnya. Menikmati wangi gadis itu yang masih tertinggal. Menyedihkan. Kini Sungjae lah yang tampak lebih menyedihkan.
"Ku bilang jangan seperti ini oppa! Apa kau tak dengar kata-kata ku tadi?" Suara Sooyoung meninggi disertai tatapan marah yang masih dihiasi sisa-sisa air matanya.
Sungjae yang berusaha maju menarik lagi langkahnya. Gadis didepannya ini benar-benar sudah membencinya. "Mianhe Sooyoung-ah."
"Sooyoung-ah Sooyoung-ah Sooyoung-ah. Berhenti memanggilku seperti itu. Kita tidak pernah sedekat itu oppa!" Bentaknya kasar.
Sungjae menahan dirinya untuk tidak membalas teriakan Sooyoung. Gadis ini sudah keterlaluan. Sungjae hanya bermaksud meminta maaf, namun yang gadis itu lakukan hanya memaki dirinya.
"Sooyoung, jaga sikapmu. Bagaimana jika ada yang mendengarnya?" Sungjae memajukan tubuhnya namun Sooyoung semakin menarik dirinya mundur.
Langkah gadis itu menabrak kursi. Membuatnya memberhentikan langkahnya dan kembali menatap Sungjae, "Lantas jika seseorang mendengarnya, kau takut karir mu akan hancur, huh?"
"Bukan begitu, Sooyoung-ah..."
"LANTAS BAGAIMANA!"
"SOOYOUNG-AH!"
Sooyoung mematung mendengar teriakan Sungjae. Tangan gadis itu mengepal erat membuat buku-buku tangannya memutih. Dilihatnya Sungjae yang masih berusaha mengontrol deru nafasnya akibat emosi.
"Ini bukan soal karir ku. Ini tentang mu, Sooyoung-ah"
"Ku bilang jangan panggil aku Sooyoung-ah. Apa kau masih tidak mengerti juga, Yook Sungjae?" Jawabnya sinis.
Sungjae semakin terlihat kacau. Dirinya tak mampu mengendalikan emosinya yang sudah berasada di ubun-ubun.
"LALU AKU HARUS MEMANGGIL MU BAGAIMANA?" Kini teriakan Sungjae benar-benar terdengar menggema diseluruh ruangan. Beruntung pria itu telah memesan tempat ini. Hingga kini, hanya dua manusia itu yang mendiami ruangan 10 X 10 meter itu.
Sooyoung menangis. Kini berganti suara isakan yang mengisi ruang kosong ini. Sungjae mengusap wajahnya kasar menyesali dirinya yang lepas kendali. Namun kata-kata gadis itu yang terus memojokkan nya membuat dirinya hilang kendali.
"Lakukan seperti biasa oppa. Kau tak pernah menoleh ataupun memanggilku."
Sooyoung masih berusaha menguasai dirinya. Berkali-kali dirinya berusaha menghentikan tangisnya, namun gagal. Air mata sialan itu terus membasahi pipi chubby gadis itu. Kalimatnya barusan mengingatkan nya pada masa-masa dimana ia merasa sakit akibat komentar dan perkataan yang mengatakan bahwa hanya dirinya yang tampak menyukai Sungjae sementara pria itu terlihat enggan untuk berada di dekatnya.
Setiap malam sebelum pergi syuting reality shownya bersama Sungjae, Sooyoung meyakinkan dirinya bahwa ini hanya sebuah show. Dimana disini dirinya dan Sungjae hanya harus bersikap manis agar rating mereka tinggi. Berkali-kali dia menampar dirinya bahwa semua sikap manis Sungjae semata-mata agar mereka berdua menjadi tontonan yang menarik. Dirinya terus mengingatkan sisi dirinya yang lain bahwa bagaimana pun juga, pada hakikatnya semua yang mereka lakukan hanya sandiwara.
Namun mengapa dirinya terus tersentuh saat berkali-kali Sungjae memuji dirinya cantik. Dadanya terus meronta saat Sungjae bertingkah manis kepadanya. Memayunginya. Mengikat tali sepatu nya. Menutup pahanya dengan jaket pria itu. Menyuapinya. Memeluknya dari belakang. Mengikat rambutnya. Semua yang pria itu lakukan benar-benar terasa manis baginya. Ia bahkan rela membayar berapapun agar ia bisa benar-benar merasa ketulusan pria bermarga Yook itu. Namun sayang, pada akhirnya semua yang mereka lakukan tidak benar-benar nyata.
Usaha menahan tangisnya itu gagal. Pikirannya terus menerus menariknya ke masa lalu. Membuat bekas luka yang nyaris mengering itu terkelupas kembali. Dirinya terus menerus mengingat hal yang mati-matian ia lupakan.
"Pergilah jika kau benar-benar meminta maaf padaku." Suara dingin Sooyoung mengakhiri air mata terakhirnya. Sungjae hanya mampu menatap iris hitam itu dengan harapan ia mampu menemukan ketidakjujuran gadis itu. Tapi lagi-lagi yang ia lihat adalah gadis 26 tahun yang terluka. Dan semua luka itu berasal dari dirinya.
"Kau benar-benar menginginkan aku untuk pergi? Atau itu hanya alasan mu untuk tidak memaafkan ku?" Lirih Sungjae. Kedua tangannya meraih pundak gadis itu. Mengangkat pandangannya yang sedari tadi menunduk.
Sooyoung terkesiap, "Apa aku harus benar-benar pergi? Apa dengan itu bisa membuat mu bahagia?" Tak ada jawaban dari Sooyoung. Gadis itu tetap diam.
"Katakanlah. Apa aku harus pergi?"
"Apa itu yang benar-benar kau inginkan? Jangan membohongi dirimu sendiri, Sooyoung. Aku tau kau masih menyayangi diriku. Begitu juga aku. Apa masih tak bisa untuk kita kembali?"
Sungjae menghela napas nya pasrah, "Apa sesulit itu untuk bicara?"
Sooyoung menghapus jejak air mata di pipi Sungjae. Tangannya terulur mengurai lembut surai coklat milik pria itu. Menyentuh mata, hidung dan bibirnya. Wajahnya mendadak tersenyum. Lantas kedua tangannya menggenggam telapak tangan Sungjae. Jari-jarinya menyelinap mengisi ruang kosong diantara jemari Sungjae.
Pria itu mendadak kosong. Desir hangat bergerumul di dalam dirinya. Ia menyukai sentuhan gadis itu, ia merindukannya.
"Jika kau mengatkannya ini dulu. Mungkin aku akan melakukan hal ini, setiap saat. Namun sekarang aku melakukan ini untuk terakhir kalinya. Maafkan aku.
... Aku ingin kau pergi. Pergilah Sungjae. Jangan kembali padaku."
Kemudian tautan gadis itu mendadak melemah. Hangat yang baru saja ia terima berubah menjadi dingin yang menusuk. Jiwanya mendadak kosong. Sesaat ia merasa bahwa ia sudah tidak berada di dunia lagi. Pijakannya melemah, bersamaan dengan tubuhnya yang merosot. Pelupuk matanya memerah, dan tumpahlah semua perasaan sesak dalam dirinya.
Ia merasa, kali ini kepergian Sooyoung benar-benar membawa pergi dirinya. Hingga kini yang tersisa hanya seonggok raga. Rasanya dunia mendadak menghitam. Bersama dengan denyut jantungnya yang kian nyeri. Apakah luka gadis itu sebesar ini?
Tlingg!
Ponselnya bergetar, terlihat nama gadis itu berada di notifikasi pesannya.
From: Sooyoungie
Aku akan menghabiskan sisa hidupku tanpamu. Jadi hiduplah dengan baik.
KAMU SEDANG MEMBACA
One Shoot Sungjoy Couple
Fanfiction"Kau tak bisa terlalu nyaman pada ku, oppa. Ini hanya sementara dan suatu saat kita akan terpisah. Aku takut kau tak bisa melepaskan ku." - Joy (Sleeping in your arm(s)) "Akh! Tapi aku siapa yang berhak marah padanya. Aku bahkan bukan suaminya lagi...