Part 3

10.5K 1K 20
                                    

Setelah insiden kolong mobil, Senja segera kembali memeriksa tugas murid-muridnya. Sebenarnya kelasnya sudah lama selesai dan dia sudah bisa pulang. Tapi Senja adalah type orang yang tidak suka menunda-nunda pekerjaan, sehingga dia memutuskan untuk menyelesaikan dahulu perkerjaannya baru dia pulang.

Diam-diam Sabda membuka ruang guru dan mendapati ipar cantiknya sedang tenggelam dalam keasikannya memeriksa lembaran LKS siswa-siswanya. Kadang-kadang keningnya berkerut bila mendapati siswanya menjawab salah dalam tugasnya. Sabda tersenyum kecil mengamati Senja yang sama sekali tidak menyadari bahwa dirinya kini berada tepat dihadapannya. Senja seolah-olah tenggelam didalam dunianya sendiri.

"Mau sampai kapan Bu Senja ada disini? Ini malam minggu lho, Ibu tidak bersiap-siap berdandan cantik untuk menyambut kedatangan pacar?"

"Tidak punya pacar Saya Mang. Pernah punya dulu, tapi udah ditinggalin Saya nya.
Hahahaha..lebih enak jadi jomblo mau kemana nggak  ada yang melarang, mau ini itu juga nggak ada yang cemburuin, indahnya dunia para jomblo. Kalau Mamang mau pulang, duluan saja Mang, Nanti biar Saya saja  yang mengunci pintu dan menggemboknya sekalian seperti biasanya."

Senja menjawab sambil bercanda pertanyaan Mang Tohir si penjaga sekolah. Si Mamang orangnya lucu karena suka bercanda dan menemani Senja kalau dia sedang banyak kerjaan dan lembur di ruang guru. Sebenarnya tujuan utama si
mamang bukan menemani sih, lebih tepatnya itu mengusir halus supaya Senja mempercepat pekerjaannya dan si mamang pun bisa lebih cepat pulang untuk bertemu dengan anak istrinya.

Karena si mamang tidak kunjung menjawab, Senja pun mendongakkan kepalanya. Wajahnya seketika pias mendapati bukan wajah penuh keriput Mang Tohir yang dilihatnya, tapi wajah tampan rupawan milik Sabda yang menatapnya tajam dengan kedua tangan bersekedap didada.

"Ma—maaf sa—saya kira Bapak itu Mang Tohir." Senja terbata-bata meminta maaf. Sedangkan yang dimintai maaf diam saja namun matanya terus menerus menatap wajah cantik Senja dalam-dalam.

"Kamu tidak takut sendirian berada di ruang guru ini? Dari dari kata-kata kamu tadi, berarti kamu malah menghambat Mang Tohir untuk pulang padahal sudah lewat dari jam kerjanya? Satu lagi, kamu tidak takut kalau sewaktu-waktu
Mang Tohir khilaf dan melakukan sesuatu terhadap kamu?"

Belum sempat Senja menjawab, satu suara bariton lain telah menyela pembicaraan mereka.

"Ibu belum pulang juga?mau Saya temani sampai selesai Bu? Mang Tohir sudah saya suruh pulang tadi. Nanti biar Saya saja yang mengunci pintu setelah Ibu  selesai, dan sekalian Ibu Saya antar pu—"

"Tidak perlu Revan. Kamu sudah sangat sering mengantarkan Ibu pulang. Tempat tinggal kita juga tidak searah kan? Nanti Kamu capek bolak balik kesana kemari. Lagi pula tidak pan—"

"Terima kasih Ibu sudah perhatian karena tidak ingin membuat Saya capek. Tapi Saya sangat senang bisa mengantarkan Ibu pulang dengan selamat sampai di kost an, daripada melihat ibu duduk berdesak-desakan dengan resiko dilecehkan para penumpang angkot lainnya seperti waktu itu. Saya tidak terima bantahan, Saya tunggu Ibu dipos satpam depan. Kalau Ibu merasa tidak nyaman karena ada pengganggu diruangan ini, Ibu bisa menelepon
Saya, agar bisa segera
Saya bereskan. Permisi."

Revan langsung saja meninggalkan Senja yang masih mematung mendengar keputusan sepihak Revan.

"Siapa guru siapa murid disini? Seenaknya saja memutuskan sendiri."
Senja mengomel sendiri, sejenak lupa bahwa ada penonton lain diruangan ini.

"Kalau Kamu  memang tidak ingin ingin diantar pulang olehnya, bersikaplah tegas. Tunjukkan padanya posisi Kamu sebagai gurunya, orang yang sudah sepantasnya dihormati keputusannya. Jangan mudah diintimidasi oleh orang lain, istimewa itu adalah murid Kamu sendiri. Buat batasan, Dia dan Kamu itu  bukan teman sebaya melainkan murid dan guru."

Sabda mulai menasehati Senja, bagaimana pun dia adalah anak pemilik sekolah dan Senja adalah termasuk salah satu pegawainya yang harus dia lindungi bukan?bilang saja Kamu cemburu!suara batin Sabda mengejek kelakuannya absurdnya sendiri.

Dua puluh menit kemudian Senja sudah menyelesaikan semua pekerjaannya, dan diluar ekspekstasinya Sabda ikut menungguinya dalam diam diruangannya. Setelah membereskan beberapa alat tulis dan menyusun buku-buku LKS dilemari arsip, Senja mulai melangkah keluar diikuti oleh Sabda. Dan benar saja, Revan masih setia menungguinya di pos satpam dan langsung mengunci pintu ruang guru begitu melihat Senja telah keluar dari sana.

"Ayo Bu." Revan mengangsurkan helm dan jaketnya sekalian kepada Senja. Kalimat penolakan yang sudah berada diujung lidahnya mendadak kelu untuk diucapkan. Senja tidak tega melihat Revan yang sudah menunggu lama dengan tatapan penuh pengharapan menjadi kecewa. Baru saja Senja mau menerima helm, lengan kekar Sabda langsung menggamit tangannya sambil berkata," maaf ya Bu Senja, ada sedikit urusan pekerjaan yang ingin Saya bahas dengan Ibu. Ibu ikut mobil Saya saja sekalian nanti Saya antar pulang."

"Tidak masalah Pak, Saya bisa menunggu apapun urusan pekerjaan Bapak dengan Bu Senja." Revan menjawab santai tapi tatapannya seakan-akan menantang Sabda.

"Oke, kalau begitu mari kita dengar jawaban Bu Senja, dia ingin pulang bersama Anda atau bersama Saya. Kami menunggu jawaban Ibu."

Sabda mulai memaksa Senja untuk bersikap tegas dan membuang rasa tidak tegaannya yang sudah mendarah daging.

"Maaf ya Revan, karena Ibu ada keperluan dengan Pak Sabda, Ibu sekalian ikut Pak Sabda saja pulangnya."

Senja bahkan tidak berani menatap mata Revan saking tidak tega membuatnya kecewa. Helaan nafas kasar terdengar dari Revan.

"Lain kali kalau berbicara dengan orang lain, tatap matanya Bu. Jangan seperti ketakutan begitu. Saya tidak apa-apa koq kalau tidak jadi mengantar ibu pulang. Setidaknya Saya cukup jantan untuk menerima penolakan. Tidak seperti seseorang yang justru memakai kekuasaannya untuk menekan pihak lain yang lebih lemah yang dianggapnya sebagai rival. Ibu silahkan pergi saja dulu, biar Saya bisa mengunci gerbangnya."

Revan menjawab santai tapi dingin dan menyindir Sabda habis-habisan.

"Memaksa orang dengan tanda kutip sampai dia tidak punya pilihan juga bukan tindakan jantan. Belajarlah dulu yang benar untuk mendapatkan masa depan, baru Kamu bisa menjadi masa depan bagi orang lain."

Sabda yang mendadak panas disindir seorang bocah merasa gerah juga kalau tidak sedikit membalas. Senja yang tidak ingin lagi ada keributan lagi pun, segera menghela lengan Sabda menuju keparkiran.

Suasana didalam mobil mewah Sabda yang sejuk, jok mobil yang lembut serasa membelai-belai mata Senja yang memang terkenal sebagai tukang tidur dimana saja. Dia bahkan pernah tertidur dipunggung abang ojek online nya karena kelelahan.

Sabda yang merasa tidak ada pergerakan yang berarti dari Senja segera menolehkan kepalanya kesamping dan mendapati adik iparnya sudah tertidur pulas seperti bayi. Saat kepala Senja terjatuh kebahunya Sabda langsung memeganginya dengan hati-hati dan menyamankan posisi kepala Senja dibahunya. Sejenak dipandanginya wajah cantik nan ayu yang tepat berada didepan matanya itu. Wajah sempurna tanpa cela ini bahkan sudah membuat muridnya tergila-gila dan kalau dia mau jujur, sudah membuat dirinya sendiri juga merasakan hal yang sama seperti anak didiknya. Entah mengapa Sabda merasa, selain menjadi gila, sepertinya jantungnya sepertinya bermasalah juga  setiap kali berdekatan dengan adik iparnya ini.

Senja dan Sabda ( Baca Part Lengkap Di Karyakarsa)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang