Part 5

202 9 2
                                    

"Kakak, bagaimana keadaan kakak hari ini?" tanyaku saat piring kami hampir kosong.

"Kakak merasa baik-baik saja Fina. Sungguh" kakak tersenyum hangat.

"Aku tahu. Kakak tidak akan pernah berbohong" aku mengangguk dan membalas senyumannya.

"Maaf menyela, tapi kami berdua ingin membicarakan sesuatu yang penting" Mita mulai bicara.

"Tidak apa-apa Mita. Katakan saja, tidak perlu malu-malu" kata kakak saat melihat Mita ragu-ragu untuk bicara.

"Tuan putri kita harus segera keistana secepatnya. Kami dan penduduk kerajaan Angin membutuhkan seorang pemimpin" Mita mengawali pembicaraannya.

"Tapi aku tidak bisa meninggalkan kakak sendiri di sini" aku keberatan

"Kakak tuan putri boleh ikut kok" Sisil menimpali.
"Memangnya boleh? Tapi aku juga tidak bisa meniggalkan sekolah begitu saja" aku menunduk.

"Tuan putri bisa kembali kesini kapan saja" Mita berkata pelan.

"Benarkah? Kalau begitu aku tidak keberatan. Lagipula di sana pasti ada banyak hal yang menyenangkan" aku berkata semangat.

Aku merasa senang mendengarnya. Tapi tetap saja aku masih tidak mengerti maksud Mita yang membutuhkan seorang pemimpin. Perasaan Sisil bilangnya dulu itu aku hanya kesana untuk membuka segel ruangan rahasia. Ah.....aku jadi bingung sendiri.

"Saya senang mendengarnya tuan putri" Mita berkata dengan sopannya.

"Tapi aku ingin kamu memanggilku 'Fina' saja Mita. Tidak perlu formal" aku berkata tegas.

"Tapi anda adalah tuan putri. Kami para pelayan tidak berhak memanggil anda dengan nama panggilan" Mita berkata pelan.

"Tidak ada tapi-tapian Mita. Katakan saja,sekarang!"

"Tu_Fi...fi...na" Mita berkata gagap.

"Kamu juga Sisil" aku menoleh kepada Sisil yang dari tadi hanya diam.

"Itu mudah. Fina" Sisil berkata semangat.

"Bagus sekali,mulai sekarang kalian akan memanggilku ' Fina ' .wah.... Aku senang sekali" ucapku

Kakak hanya tersenyum melihat tingkah laku kami bertiga. Aku jadi tertawa melihat kakak merasa senang. Sisil dan Mita juga ikut-ikutan tertawa. Sudah lama sekali aku tidak melihat kakak sebahagia itu. Aku senang melihatnya. Kurasa ini akan menjadi awal yang baru dari kehidupanku bersama kakak.

                              ***

Pagi ini terlihat indah. Sinar mentari bersinar hangat di kulitku. Bunga-bunga bermekaran di halaman rumah. Aku harap ini akan menjadi hari yang indah.

Kakak sedang menyiapkan makanan di meja makan. Mita terlihat sedang membantu kakak. Tapi Sisil hanya duduk dikursi sambil menyangga kepalanya dengan tangannya. Aku hanya menggelengkan kepala. Dan mulai membantu mereka berdua menyiapkan meja makan.

Sarapan kali ini sangat menyenangkan. Hari ini aku tidak hanya makan berdua dengan kakak. Mita dan Sisil juga ada di sini untuk memeriahkan meja makan dengan lelucon dan tawa. Aku tersenyum senang melihatnya.

Sejenak aku lupa akan surat peringatan dari Sasha. Tapi aku tahu kalau itu tidak akan bertahan lama. Aku pasti akan memikirkannya lagi sewaktu-waktu.

Setelah sarapan aku berangkat kesekolah seperti biasanya. Hanya saja kali ini Sisil dan Mita mengikuti kami berdua untuk berjaga-jaga. Mereka berdua berubah kebentuk kucing agar tidak ada orang yang curiga. Mita bertugas untuk menjaga kak Manda. Sedangkan Sisil bertugas untuk menjagaku.

Setelah di sekolah, semua murid sibuk menyiapkan Festival. Aku juga tak kalah sibuknya. Kelas kami mengadakan drama. Di angkat dari cerita Snow white.

Aku tidak mendapat peran apapun. Jadi aku hanya membantu persiapannya. Syeli menjadi ibu tiri dari Snow White. Kulihat ia begitu mendalami ceritanya saat berlatih. Sedangkan Vilea ( wakil ketua kelas delapan B ) berperan sebagai Snow White. Sedangkan pangeran di perankan oleh Azar.

Saat aku melihat Azar dan Vilea sedang berlatih, entah mengapa aku sedikit sebal. Aku tidak tahu apa yang terjadi. Dan aku berusaha untuk mengusir pikiran itu jauh-jauh.

Aku membantu membuat settingan panggung bersama Rada yang juga tidak mendapat peran apapun. Aku tertawa geli saat Rada bilang kalau Syeli pantas sekali menjadi ibu tiri yang jahat. Dan lihatlah Syeli, dia hanya mengedikkan bahu melihat kami berdua tertawa.

Kini waktunya jam makan siang. Aku mencari Rada untuk mengajaknya ke kantin. Tapi aku tak menemukannya di manapun. Jadi aku terpaksa pergi kekantin sendirian. Perutku juga sudah kroncongan. Dari tadi bunyi terus.

Aku memesan batagor dan duduk sendiri di meja paling pojok. Sambil menunggu, aku membaca novel yang aku pinjam di perpustakaan rabu lalu. Buku ini menceritakan tentang kerajaan-kerajaan di dunia lain. Aku mengedikkan bahu. Mana mungkin ada kerajaan di dunia lain. Toh, dunia lain kan juga tidak ada.

Tapi aku tiba-tiba teringat akan perkataan Sisil dan Mita tentang kerajaan angin. Mungkin aku harus percaya. Buktinya Sisil dan Mita adalah Siluman kucing.

Aku terus membacanya hingga tidak sadar kalau ada seseorang yang memperhatikanku. Dia yang merasa aku cuekin menepuk pundakku. Aku yang tidak tahu langsung terkejut dan berteriak.

"Hei, jangan berisik. Ini aku" aku menatap orang yang menepuk pundakku. Hfmm...teryata dia, kukira siapa.

"Ada apa?" aku berusaha bertannya setenang mungkin. Tapi jantungku berdetak tak karuan.

"Aku hanya ingin duduk di sampingmu. Meja lain sudah penuh. Apa boleh?" tanyanya

"Tentu Azar, silahkan" aku bergeser sedikit kekiri untuk memberinya ruang duduk.

"Sepertinya kau sangat serius tadi. Memangnya sedang baca apa?" tanyanya antusias.

"Hanya membaca dongeng" aku menjawab asal.

"Oh...aku kira apa" di ber 'oh' pendek.

"Oh ya, lain kali jangan asal mengejutkan orang" aku berkata serius. Tapi dia malah tertawa. Hah....apanya yang lucu.

"Oke...aku minta maaf" ucapnya.

"Aku maafin" aku berkata pelan.

Jika aku boleh jujur, ini baru pertama kalinya aku berbicara dengan Azar.

                             ***
Bersambung......

Another DimensionsTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang