meet her enemy

66 14 14
                                    

"Lica Azzura! Sini kamu, mau kemana heh?!"

Gadis itu terus saja berlarian menghindari seseorang yang baru saja meneriakkan namanya. Kini ia menjadi pusat perhatian murid-murid yang sedang berada di koridor sekolah tempat ia berlari sekarang.
Tentu saja, ia sedang kejar-kejaran dengan guru BK yang sebenarnya sudah lelah menghadapi siswinya yang teramat nakal itu.

"Misi! Misi! Minggir dong, woy!"

Gadis itu terus saja berteriak pada orang-orang yang mengganggu jalannya. Tak jarang, ia harus menubruk bahu siswa lainnya. Mungkin karena sekarang sudah memasuki waktu istirahat dan gadis itu baru saja ketahuan membolos sejak jam pelajaran pertama dimulai.

Sebenarnya ia bisa saja lolos dari pengetahuan guru, seandainya ia tidak salah memilih tempat untuk membolos. Alih-alih menggunakan gudang, ruang seni, atau perpustakaan, ia malah memilih membelokkan dirinya ke kantin. Padahal, ia seharusnya tahu, Pak Mahmud dan kawan-kawannya selalu nongkrong di kantin pada pagi hari. Alhasil, Pak Mahmud dengan mudah menangkap basah dirinya yang sedang asyik makan soto dalam keadaan masih membawa tas dan jaket. Jadilah ia kejar kejaran seperti film Bollywood dengan guru 'kesayangannya' ini.

"Heh! Sini kamu, Lica! Bapak hukum dulu, kamu sudah bolos berapa jam pelajaran tadi heh?!"

Guru BK yang mempunyai nama Pak Mahmud itu memutuskan untuk berhenti sembari mengatur nafasnya yang mulai ngos-ngosan. Tidak ada gunanya mengejar anak muda dengan tenaga orang tua sepertinya. Lihat saja, siswinya yang tadi ia kejar sudah menghilang di belokan koridor. Sepertinya ia harus meminta bantuan seseorang lagi.

Murid-murid pun mulai tak acuh lalu melanjutkan aktivitas mereka masing-masing. Kejadian seperti itu sudah sering terjadi hampir setiap minggunya semenjak gadis yang bernama Lica Azzura pindah ke sekolah itu 3 bulan yang lalu.

Siapa yang tidak mengenal Lica Azzura? Gadis urakan yang sekarang bersekolah di salah satu SMA di Jakarta itu sudah 2 kali pindah sekolah hanya karena tingkah lakunya yang berandal. Jika bukan karena orang tuanya yang kebetulan adalah teman dari kepala sekolah disini, mungkin ia tak akan diterima mengingat catatan nakalnya selama bersekolah di sekolah sebelum.

"Hahaha. Mampus deh lu Mahmud, siapa suruh kejar-kejar gue, nyadar kek udah tua gitu!"

Lica berhenti setelah menoleh dan mendapati tidak ada lagi Pak Mahmud yang mengejarnya dari belakang. Ia mulai berjalan sembari membuka bungkus permen milkita yang sempat ia beli di kantin tadi, dan memutuskan untuk masuk kelas sebelum jam istirahat pertama habis.

"Anjir, darimana aja lo, Bu? Tadi habis ulangan Fisika dadakan. Mampus lo, katanya nanti pulang sekolah, lo wajib ketemu sama Pak Anto buat ulangan susulan."

Steffi, sahabat barunya sejak bersekolah disini, menegurnya ketika ia baru saja duduk di kursi miliknya.

"Halah gampang itu mah, pilihan ganda kan? Bab apa?" Lica mengeluarkan ponselnya yang berada di saku.

"Yoi, pilihan ganda 20 soal. Bab Gelombang Bunyi. Belajar gih sana, biar bisa banggain orang tua lo dikit."

Lica hanya membalasnya dengan gumaman karena sedang sibuk dengan ponselnya. Tiba-tiba, ponselnya ditarik oleh seseorang.

"Bang--"

Lica yang baru saja akan mengumpat membatalkan niatnya setelah melihat wajah orang dihadapannya yang kini menatap tajam ke arah dirinya.

"Eh, Bagas maksud gue tuh."

Menyadari lelaki itu tak kunjung berbicara, ia memutuskan untuk menyapanya.

"Kenapa nih Ketua OSIS tercinta datang ke kelas hamba?"

Lelaki di hadapannya ini hanya merespon dengan dengusan kasar. Lica yang melihatnya pun tak terima.

"Ampun deh, sombong amat si Pak Ketos. Kenapa sih?" Tantang Lica dengan kedua tangan yang bersedekap di dada.

"Lo. Lo bikin ulah apa lagi tadi pagi hah?"
Lelaki itu menunjuk tepat di depan wajah Lica yang otomatis ditepis kasar olehnya.

"Kenapa emang? Lo disuruh Pak Mahmud lagi ya buat cari gue? Mau-mau aja lo, dasar babu sekolah."

Lica menampilkan ekspresi mengejeknya terang-terangan. Namun sialnya, lelaki itu bahkan tidak menunjukkan reaksi apapun, masih menatap datar dirinya, seolah-olah tidak terpengaruh dengan ejekan Lica.

"Lo sekarang ikut gue ke BK."

Tatapan lelaki itu menajam.

"Gak mau, gimana tuh?" Tantang Lica lagi, kali ini dengan senyum tertahan di bibirnya. Ia yakin sekali sekarang dirinya berhasil membuat lelaki itu marah.

PRANGGG!!!

Ponsel Lica tiba-tiba dibanting ke meja oleh lelaki sialan itu. Lica menganga, tak menyangka. Tidak hanya Lica, beberapa teman sekelasnya yang melihat pun ikut memekik kaget.

"Lo gila ya?!" pekik Lica lalu berniat mengambil ponselnya yang sekarang layarnya sedikit retak. Tetapi, ternyata lelaki tersebut bergerak lebih gesit, ponsel Lica diambil lagi olehnya lalu dimasukkan ke dalam saku celana.

"Makanya, kalau gue bilang tuh nurut. Kalo lo sekarang gak ikut gue, gue gak segan-segan untuk banting ponsel lo lagi," ancam lelaki sialan itu.

'Sialan! Gue kena lagi!' Lica membatin kesal.

Lelaki tersebut membalikkan badan dan memilih keluar dari kelas Lica. Tanpa harus memastikan pun, lelaki itu tahu bahwa Lica sudah mengikutinya dari belakang. Tidak mungkin kan, perempuan itu mengikhlaskan ponselnya rusak hanya karena tidak mau ikut dengannya?

Lica berjalan sembari menghentak-hentakkan kakinya dengan kesal. Hanya ada satu siswa di sekolah ini yang mampu memukul telak harga dirinya. Bagas, Dirgantara Bagas Mahardhika nama lengkapnya. Ketua OSIS di sekolahnya yang menjabat tahun ini. Salah satu musuh bebuyutan Lica, karena lelaki itu adalah anak buah Pak Mahmud yang selalu ditugaskan untuk membereskan masalahnya ketika Pak Mahmud sudah angkat tangan. Eits, yang dimaksud membereskan masalahnya disini bukan malah membantu Lica, justru Bagas sendiri yang akan memberikan hukuman padanya.

Herannya, Lica tak pernah benar benar melawan ataupun lari dari ketua OSIS sialan ini. Bukan karena tampang cowok itu yang manis ataupun kharismanya yang banyak diidolakan oleh teman-teman perempuannya, tapi karena mulutnya yang begitu pedas dan seringkali berhasil membalikkan kata-kata Lica. Selain itu, Bagas juga tak segan untuk mengancam Lica atau melakukan tindakan yang menurutnya sangat kejam, sehingga gadis itu sedikit takut. Catat, sedikit takut. Buktinya, ponsel Lica baru saja dibanting dengan tak berperikemanusiaan hingga layarnya retak. Sialan!

Other PerspectiveTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang