5. Peradaban

7.4K 399 81
                                    

Di balik rimbunnya pepohonan jauh di tengah hutan belantara. Tampak sebuah pemukiman kumuh dengan rumah-rumah dibangun seadanya. Alam telah menyediakan semua, termasuk kebutuhan sandang dan pangan untuk mereka. Hidup tanpa tekhnologi serta jauh dari komunikasi serta sosialisasi dengan manusia lainnya, namun mereka tampak bahagia menjalani hidup apa adanya, sebelum akhirnya ketenangan mereka terusik dengan kabar berita yang dibawa oleh salah satu penduduknya, yang tak sengaja melihat sesuatu yang begitu asing untuknya dan juga mereka semua.

Seseorang dengan pakaian terbaik pada tempat ini, yang hanya terbuat dari kulit rusa dipadukan dengan beberapa perhiasan dari tanduk dan juga gigi taring beberapa ekor hewan menghiasi pinggang serta leher orang tersebut. Ia tampak duduk termenung di atas singgasananya yang tak terlihat mewah, karena singgasana itu hanya terbuat dari perpaduan akar besar pohon yang telah mati. Ia menunggu sebuah kabar dari para utusannya yang ia kirim untuk memastikan kabar yang sebelumnya disampaikan oleh salah satu penduduknya, bahwa ada sebuah benda asing dengan ukuran cukup besar telah hancur di tengah hutan, dan ia melihat sesuatu yang entah itu apa, tapi sangat mirip dengan mereka. Ia menduga bahwa mereka berasal dari suku lain, yang berarti adalah musuh dari mereka.

Beberapa pasang mata bersembunyi dibalik semak belukar terus memperhatikan sesuatu lainnya yang bergerak di balik puing pesawat yang tak terlalu hancur, walaupun sebenarnya itu hanyalah kabin bagian belakang yang sangat beruntung sehingga masih tampak layak ditempati seperti sebuah lorong gua, begitu pikir mereka.

Terlihat oleh mereka, enam orang tengah berjalan keluar dari dalam lorong tersebut, membuat kewaspadaan mereka meningkat, karena benar rupanya yang telah dikatakan pemimpin mereka, bahwa mereka adalah musuh dari suku lain yang kemungkinan akan merebut apa yang mereka miliki di sini saat ini. Melihat dari apa yang mereka pakai, sepertinya mereka suku yang berasal dari pulau lain. Kulit, rambut serta pakaian yang mereka kenakan tak sama dengan para penghuni hutan ini.

Dengan waspada, ujung tombak yang mereka bawa diarahkan pada enam orang itu, tak lupa busur panah pun ikut terarah pada mereka. Dengan sabar menunggu pergerakan ke enam orang asing yang memasuki wilayah mereka tanpa izin.

Ssseeeeettttt....

Anak panah pertama melesat tak terduga, dengan sangat cepat mengincar salah satu dari mereka. Mangsa yang tak siap karena tak mengetahui adanya musuh yang megawasi dan tiba-tiba datang menyerang, tak mampu menghindar dari serangan peringatan tersebut hingga anak panah itu tepat mengenai pohon besar tepat didepan mereka.

"Anjixx...siapa itu?" Beni yang hanya mengalami luka ringan pada kecelakan tersebut dan kini telah cukup pulih langsung mengumpat karena kaget, namun ia tak sadar dan tak tahu apa dan pada siapa ia membenci saat ini. Disekeliling mereka sama sekali tak melihat adanya orang, kecuali ketika pandangannya tertuju pada sebuah semak belukar tak jauh dari Beni dan yang lainnya beradaa. Seseorang berdiri menatap mereka dengan aroma permusuhan yang dapat dirasakan Beni dari sorot mata orang tersebut. Rambut panjang dan hitam, senada dengan kulitnya, menambah keseraman yang telah tertanam pada otak Beni dan yang lainnya tentang hutan ini.

"Lari...." Spontan Beni menyuruh yang lainnya untuk menyelamatkan diri. Beni tahu bahwa orang yang ia lihat, dia tidak hanya sendiri, yang artinya mereka bisa saja membunuh Beni juga yang lainnya dengan mudah. Serangan anak panah pertama mereka adalah tanda bahwa mereka datang bukan sebagai pertolongan. Kemudian dengan spontan juga ke lima orang sahabat itu berlari mengikuti Beni yang telah berlari lebih dulu. Beberapa kali salah satu di antara mereka harus menahan sakit dan perih akibat luka yang mereka derita tak sengaja tersentuh ranting, semak atau akar pohon besar yang menyembul dari tanah. Setelah berlari cukup jauh dan terpaksa sejenak melupakan rasa sakit dan syok yang mereka alami. Mereka pun berhenti untuk sekadar mengambil napas yang telah terbuang tadi. Semua terdiam, tanpa saling bicara mereka duduk berjongkok di balik sebuah pohon besar yang sekiranya dapat menyembunyikan keberadaan mereka dari orang yang mengejarnya.

"Apa-apaan mereka? Kenapa kita mau di bunuh? Apa salah kita?" Daniel melontarkan pertanyaan itu, entah pada siapa, karena yang lain tak ada seorang pun yang menjawabnya. Namun sepertinya Daniel pun tak berharap mendapatkan jawabannya, karena ia tahu, kalau jawaban itu pasti akan membuatnya merasa lebih takut dari ini.

"Hepft..." Tiba-tiba mulut Daniel dibekap dari belakang yang membuatnya tersentak dan hampir saja berteriak, namun beruntung ia segera menyadari kalau yang membekap mulutnya adalah sahabatnya sendiri, Dimas. Perlahan dari kejauhan terdengar suara hentakan kaki seperti sedang berlari dari beberapa orang yang sepertinya tadi mengejar mereka. Sejenak mereka berenam duduk terdiam, mematung tak bergerak sedikitpun kecuali detak jantung mereka yang justru berdetak semakin cepat, dan bertambah cepat pula seiring suara langkah yang kian mendekat, mereka juga menahan napas karena khawatir orang yang mengejar mereka mendengarnya walaupun hanya embusan napas saja.

Suara langkah itu berhenti, tepat di balik pohon besar tempat mereka bersembunyi. Waktu beberapa detik yang seakan berlalu dengan begitu lambat hingga akhirnya merekapun pergi dengan berlari kembali. Beban itu seperti hilang begitu saja, mereka bisa sedikit bernapas lega, setidaknya untuk sesaat saja.

Anita yang sejak tadi menahan air mata, kini telah menangis, melepaskan semua ketakutan yang ada di benaknya. Sadar akan yang dirasakan kekasihnya, beni menghampiri untuk memberi pelukan.

"Sabar, Ta, kita pasti bisa lewatin ini, kita pasti pulang." Ucapan Beni hanyalah sebuah angan yang sangat sulit terwujud, mengingat mereka berada di hutan yang entah berada di mana, dan ditambah lagi saat ini mereka tengah diburu oleh orang yang berada di hutan ini, yang seakan sangat memusuhi mereka tanpa tahu kesalahan apa yang telah mereka perbuat.

Sementara itu, di balik puing kabin pesawat yang telah hancur, terdapat sebuah pergerakan, yang entah bagaimana caranya, secara ajaib seseorang selamat dari kecelakaan itu, dengan hanya mengalami sedikit luka di bagian kepalanya akibat membentur kaca jendela pesawat di sampingnya. Darah hitamnya masih mengalir namun ia seperti tak merasakan sakit. Ia berjalan ke belakang sisa kabin pesawat yang sudah tak utuh, memastikan enam orang penumpang yang sudah tak lagi berada di tempatnya. Setelah yakin bahwa mereka berenam selamat, ia tersenyum, menyeringai.

"Aku akan menyusul kalian...."

Selesai baca, jangan lupa tinggalkan vote dan komennya...
Terimakasih...😁

NEGERI KABUT DARAH (EPS. 2)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang