Suatu hari, salah satu produser ternama menghubungi aku dan Mario, namanya adalah Pak Andi. Pak Andi sangat dikenal di dunia perfilman dengan cerita super romantis yang ia buat. Aku sedikit kaget ketika ia menawarkanku dan Mario casting untuk film barunya, di mana filmnya tidak pernah absen di layar lebar. Tadinya, aku dan Mario sempat ingin menolak karena ini bukanlah genre kami, tetapi bunda sebagai manajer kami melarang keras kami untuk menolaknya sebagai pengalaman baru dan pastinya sebagai batu loncatan untuk meraih karir yang lebih tinggi. Jika bunda sudah bilang iya, apa lagi yang bisa aku dan Mario lakukan selain menjalankannya. Lagi pula, pendapatnya benar juga.
Di hari casting, aku dan Mario sedikit telat sampai di tempat karena terjadi sedikit cekcok antara aku dan Mario. Ia tak mau bersamaku ke tempat casting-nya, tetapi sudah tak ada waktu lagi jika aku harus naik taksi karena Pak Junet, supir kami sedang ada urusan keluarga. Jadi, dengan berat hati Mario berangkat bersamaku. Bunda akan menyusul setengah jam lagi karena harus menyelesaikan masakannya terlebih dahulu. Entahlah, aku juga tak mengerti mengapa ia sangat menjengkelkan dan tak pantas menjadi kembaranku maupun abangku karena tak sedikit pun khawatir dengan hidupku, membahayakan iya. Perasaanku sedikit tak enak ketika masuk ke tempat casting yang penuh dengan orang-orang yang sedang berlatih peran romantis.
"Io, gue gak mau ah. Gue gak suka romance," eluhku di belakang Mario dan memperhatikan sekitar dengan risih.
"Berisik lu. Emangnya lu pikir gua mau? Kalo bunda gak nerima juga gua gak mikir dua kali buat ikut ginian."
Yah, mau bagaimana lagi. Ya sudahlah, aku harus profesional!
Setelah menunggu lama, akhirnya aku dipanggil untuk masuk ke ruang casting. Seharusnya sehabis aku adalah Mario, entahlah ia hilang ditelan bumi. Di dalam ruang casting, ada banyak juri di sana, salah satunya ya Pak Andi. Ia menyuruhku untuk berperan romantis. Jujur, aku sangat tidak bisa seperti ini.
"Maaf sebelumnya, Bu, Pak. Saya gak biasa bermain di film romance. Jadi saya gak bisa."
"Udah gak papa. Sebisa kamu aja," sahut salah satu juri yang duduk.
"Yang lain aja deh," pasrahku mundur dari hadapan para juri.
"Eh, nanti kan dilatih lagi. Kamu udah dipilih Pak Andi langsung, loh. Jangan kecewain kepercayaan itu," teguran salah satu juri.
Aduh berat sekali jika sudah membawa-bawa kepercayaan. Huft, ya sudahlah. Kamu bisa, Maria!
Setelah kami selesai casting, kami pulang ke rumah sendiri-sendiri. Untungnya bunda sudah datang, jadi aku naik taksi berdua dengan bunda. Itu pun aku tak langsung pulang, kami pergi ke mall untuk makan siang.
"Tadi gimana casting-nya?"
"Gak tau, Bun. Aku yakin gak diterima sih, soalnya aku bener-bener lugu gitu. Aku gak tau apa-apa tentang cinta-cintaan gitu."
"Hmm... Sama aja kayak Io. Sekarang kemana dia?"
"Mana aku tau, emangnya aku dempet," jawabku malas.
"Heh, kamu ngomongnya dijaga dong, jangan kasar gitu. Kamu kan perempuan," tegur bunda marah.
"Aku kasar kalo ngomongin dia doang kok, Bun. Dia aja gak pernah lembut sama aku, ngapain aku lembut sama dia."
"Belajar, Nak. Kamu udah 22 tahun, harusnya umur-umur segini kamu udah ajang-ajangnya mencari pasangan. Masa sih kamu masih gak tau apa-apa tentang cinta."
"Abisan kalo liat di entertainment tuh cinta itu busuk semua, gak ada yang tulus."
"Ya kamu nontonya di entertainment sih. Rasain dulu sendiri."
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinny
Teen FictionKetika sepasang saudara kembar yang selalu bertengkar direkrut menjadi pemeran utama film romansa. Akankah mendapat feel dan chemistry sesama saudara kandungnya?