"Bunda! Tolong bukain dulu! Bun, ini salah paham! Kita punya maksud tersendiri buat itu, Bun!" Teriakku sambil mencoba membuka gagang pintu bunda.
"Apapun maksud kalian, menyebar aib keluarga itu bukan hal yang bagus buat mencapai tujuan! Terus kalian mau apa sekarang!" Teriak bunda dengan suara serak dari dalam kamar.
"Iya kita emang salah, tapi bunda harus tau, kita ngelakuin ini juga buat bunda. Masih inget utang 50 juta yang ngebuat bunda sama ayah pisah? Kita mau bayar 50 juta itu dengan cara kayak gini! Orang-orang gak tau kita siapa, sedangkan pemeran utama itu berperan penting buat promosi. Aku dapet ide dari kehidupan artis-artis sekarang ya kayak gini. Bikin gimik dan setting-an biar bisa terkenal. Kalo kayak gini pasti banyak yang nonton dan honor kita bisa lebih dari 50 juta. Jadi kita bisa lunasin utang bunda," ungkap Mario.
"Gak perlu, Mario! Utang bunda udah lunas!"
"Kapan? Uang dari mana, Bun? Main FTV? Emangnya udah cukup? Biaya hidup kita kan mahal, bunda yang mau kayak gitu!"
Bunda pun membuka pintu dan keluar dari kamarnya.
"Yang ngasih pinjam bunda 50 juta itu Pak Andi. Perjanjian bunda dengan dia adalah kalian main di film Pak Andi. Jika sudah melebihi 50 juta, maka uangnya akan diberikan kepada kalian. Namun, jika kurang, ia sudah mengikhlaskannya, yang penting kita sudah ada usaha untuk menebusnya. 50 juta menurut dia itu tidak besar, tapi sangat besar menurut kita."
Aku dan Mario saling bertatapan.
"Kenapa bunda gak pernah bilang? Aku gak ngerti deh sama bunda. Kalo menurut bunda 50 juta itu besar, terus untuk apa bunda pinjam sebesar itu? Kalau memang mau dilunasi secepat mungkin, kenapa bunda memaksakan gaya hidup mewah padahal masih punya utang?" Tanyaku penuh keheranan.
"Nak, dari kecil bunda dididik seperti ini sama mama dan papa bunda. Jadi, sampai sekarang bunda masih terikat dengan didikan mereka." Ia maju beberapa langkah dan merangkul kami.
"Kalo itu salah dan gak baik, untuk apa dilanjutkan, Bun!" Tegur Mario kesal.
Bunda hanya terdiam dan menunduk.
"Ternyata kita tau sekarang kenapa ayah ninggalin bunda. Bunda egois, cuma mendengarkan pendapat dan keputusan bunda sendiri, tapi asal bunda tau, bunda itu gak sendirian. Ada aku, ada Ia, dan tadinya ada ayah. Jangan sampe kita ninggalin bunda karena alesan yang sama, Bun," ujar Mario lalu pergi ke kamarnya dengan emosi yang meluap-luap.
Jiwaku yang dipenuhi rasa kecewa kepada bunda juga ikut meninggalkannya dan kembali ke kamarku.
Aku menumpahkan semuanya di dalam kamar. Tak peduli apapun lagi. Semua sudah hancur. Keluarga, karir, semuanya hancur. Aku tak punya kehidupan lagi. Benar-benar kosong. Namun, tiba-tibavseseorang mengetuk pintu kamarku. Jika itu bunda, aku takkan mau membukanya. Ponselku berdering dan menampilkan nama Mario. Aku mengangkatnya dan berbicara kepadanya.
"Buka pintu, aku di depan."
Aku bangkit dari kasur dan membuka pintunya. Terlihat Mario dengan baju lusuh dan mata yang sangat sembab.
"Why?"
"Kehidupan kita udah ancur, Ia."
"Ya, I know."
"Kamu mau ancurin semuanya sekalian?"
"Hah? Maksudnya?"
Ia menarik tanganku keluar dari kamar dan berjalan menuju kamar bunda yang pintunya terbuka lebar.
Aku melihat bunda sedang duduk di kasurnya dengan linangan air mata.
"Bun. Untuk bunda yang merencanakan ini semua dengan pendapat bunda yang super benar itu dan membuat aku dan Ia hancur, liat ini," ujar Mario dengan ketegasan kepada bunda.
KAMU SEDANG MEMBACA
Twinny
Teen FictionKetika sepasang saudara kembar yang selalu bertengkar direkrut menjadi pemeran utama film romansa. Akankah mendapat feel dan chemistry sesama saudara kandungnya?