Pendekatan

1.2K 43 0
                                    

            Untuk pertama kalinya, aku dibonceng dengan Mario naik motornya. Terakhir kami masih dekat adalah ketika umur 14 tahun dan kami belum banyak tau tentang kehidupan. Aku sangat senang karena bisa merasakan kehangatan keluarga lagi, meskipun tidak sempurna.

"Io, mau kemana?"

"Kita ke mall aja, yuk. Makan siang, sekalian ngomongin ke depannya."

"Hmm... Boleh."

Ia berhenti di salah satu mall yang cukup besar.

Kami memesan meja di lantai 2 yang tidak begitu ramai. Sambil menunggu makanan, Mario memulai perbincangannya.

"Jadi, kita terima aja job dari Pak Andi?"

"Ya, sayang kan kalo kita udah kayak gini tapi gak diterima. For the first time loh kita ada chance di layar lebar, jadi pemeran utama pula. Yang gue bingung adalah kenapa dia milih kita? Itu terlalu mengambil resiko menurut gue. Pertama, kita ini gak pernah main genre romance, kedua kita bukan artis yang terkenal, itu bakal beresiko di pemasarannya gak sih? Ketiga, kita gak tau apa-apa tentang cinta, and we are siblings yang gak mungkin berperan kayak gitu. Juga kenapa dia bilang itu usul bunda? Layar lebar udah jadi mainan kali ya buat dia."

"Tapi, ya gimana lagi. Kita udah dikasih kepercayaan kan? Ya udah jalanin aja dulu. Kita harus yakinin dia kalo yang dia pilih itu gak salah orang. Kalo pemasarannya sukses, kita bakal dapet lebih dari 50 juta gak sih? Seenggaknya 25 dapet kan ya? Kita bisa patungan buat bayar utang bunda yang dulu."

"Oh iya ya, Io. Tapi lo mau acting bermesraan kayak gitu? We don't know anything."

"Jalanin aja, Ia. Anggep aja pembelajaran buat kita, sesuai apa kata bunda."

"Gua tetep takut yang itu, Io. Takut jatoh di lubang yang sama."

"Berdoa aja semoga enggak."

Tiba-tiba, ponsel Mario berdering dan menghentikan obrolan kami. Ia mengangkatnya dan berbicara kepada temannya.

"Apaan, Dan? Gua telat ya, pasti gua ke sana, kok. Jangan telpon lagi ya." Ia mematikan teleponnya lalu tersenyum kepadaku.

"Kok dimatiin? Oh ya, lo mau pergi kemana? Nanti gue ganggu."

"Gak papa. Cuma konser musik, kok. Kita have fun aja."

"Oh, oke."

Konser musik? Pasti banyak teman-temannya di sana. Hmm... ya sudahlah yang penting aku tetap bersamanya.

Setelah makan, Mario benar-benar mengajakku ke konser musik yang lokasinya lumayan jauh dari tempat kami makan juga rumah kami. Sesampainya di sana, tempatnya sudah sangat penuh dan berdesak-desakan. Aku selalu berpegang tangan dengan Mario yang sedang menelpon temannya karena aku tak ingin hilang di tengah keramaian ini. Untungnya, temannya berada di belakang panggung. Ya, Mario dan temannya bukan datang untuk menikmati konser, tetapi untuk mengatur lancarnya konser. Mereka adalah panitia, maka dari itu ia sangat sibuk dari kemarin.

"Lu tunggu di sini aja ya, Ia." Ia menyuruhku duduk di sofa depan ruangan yang tertutup.

"Gak mau, mau sama lo aja."

"Jangan, nanti capek. Mending tunggu di sini. Ruangan depan nih ruangannya Fio, nanti kalo mau foto, foto aja. Bilang lu adek gua, pasti dia mau deh."

Fio? Penyanyi terkenal yang super ganteng itu?! OMG! YES! Thank you so much, Mario.

"Okay!!!"

Ia berlari menyusul temannya di ujung sana.

Aku menunggu Mario selesai dan juga menunggu Fio keluar dari ruangan karena aku ingin segera berfoto dengannya.

TwinnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang