Ide Gila

1.4K 38 1
                                    

            2 bulan kemudian, film kami akan rilis 3 hari lagi. Dalam 2 bulan ini, ide gila yang kami jalankan sangat membuahkan hasil. Kami sering mengepos foto kami berdua yang sangat akrab. Banyak orang yang menyangka kami adalah sepasang kekasih. Fio menegurku karena pose fotoku dan Mario sedikit tidak pantas dilihat karena adik dan kakak takkan berfoto seperti ini meskipun mereka sangat dekat. Ya, aku tidak peduli, memang ini yang aku dan Mario inginkan. Bunda tidak menegur apapun kepada kami. Sangat banyak komen di foto tersebut yang mengatakan kami sister complex dan brother complex, ada yang bilang kami twincest, di mana tingkatan twin incest sudah sangat parah. Kami tidak twincest, kami hanya brother complex dan sister complex.

Sekarang, aku, Mario, dan Bunda sedang rapih-rapih untuk menuju bioskop untuk gala premiere. Bioskop itu berada di Grand Indonesia, jadi banyak sekali orang yang datang ke sana. Ketika kami sampai di sana, sudah banyak sekali orang di dalam bioskop yang berteriak dan heboh. Pak Andi sebagai produsernya merasa sangat senang dan sedikit heran karena ini unexpected sekali menurutnya. Pastinya, aku dan Mario duduk bersebelahan. Bunda berada di sebelahku, Pak Andi di sebelah bunda, dan aku juga mengundang Fio yang duduk di sebelahku.

Saat filmnya diputar, aku merasa... mengapa aku sia-siakan momen itu? Jika saja aku dan Mario mengungkapkan perasaan kami lebih dulu ketika kami baru shooting filmnya, itu akan terlihat lebih nyata. Namun, tanpa orang-orang tau, bahkan tanpa Mario tau, aktingku benar-benar dari hati. Kapan lagi aku bisa bermesraan dengannya jika bukan di film itu? Orang akan menganggap kami aneh, tetapi sekarang, aku dan Mario bebas melampiaskan itu semua, terutama untuk promosi film ini. Aku menoleh ke belakang untuk melihat ekspresi orang-orang ketika adegan perpisahan. Mata mereka semua sembab, tak ada yang tak fokus melihat layar. Aku pikir, aku dan Mario berhasil mendapatkan simpati orang-orang yang menonton karena aku benar-benar menangis pada scene itu. Aku membayangkan suatu saat akan berpisah dengannya.

"Io, masa pada nangis," bisikku.

"Kamu jago banget sih," puji Mario sambil menyubit pipiku.

Kita memang tidak berpacaran, tetapi tingkah laku kita layaknya orang pacaran.

Fio melihatku dan Mario yang sedang bermesraan merasa aneh. Maaf, Fio.

Ketika filmnya selesai, Pak Andi bersama sutradaranya maju ke layar dan menjelaskan tentang apa film ini dan apa pesan yang ingin disampaikan. Lalu, mereka menyuruhku dan Mario untuk maju ke depan dan memberikan kesan pesan dan apapun yang terjadi di dalam film ini. Tak kusangka, semua orang di dalam bioskop meneriaki kami dengan semangat lalu mengangkat ponsel mereka untuk merekam kami. Aku menjadi sangat gugup karena pertama kalinya berdiri di sini di depan orang yang sangat banyak juga banyak kamera yang menyorot ke arahku.

"Ehm, jadi tadinya film ini adalah ide dari bunda kita tersayang yang duduk di sebelah sana," ujarku sambil menunjuk kursi tempat di mana bunda duduk.

Bunda berdiri lalu menghadap ke para penonton sambil melambaikan tangan dan tersenyum manis.

"Gara-gara kita berantem mulu. Terus gara-gara film itu kita jadi baikan, kita gak berantem lagi. Kita yang tadinya polos dan gak tau apa itu cinta, kita jadi dapet banyak pelajaran dari sana," lanjutku.

"Inti dari film ini itu kayak dua orang lugu yang sama-sama gak tau apa itu cinta, terus pas mereka ketemu, mereka jadi tau kan apa itu cinta. Jadi, maknanya cinta itu bukan kata-kata yang dikeluarkan sama orang-orang bijak, cinta itu bukan hal-hal yang cuma dirasain sama orang lain yang beruntung dan tau apa itu cinta. Tapi cinta itu dari dalam hati. Kita sendiri yang tau apa itu cinta, kita sendiri yang bisa menyimpulkan apa arti cinta, dan kita sendiri juga yang merasakan gimana caranya jatuh cinta," ungkap Mario.

OMG! I'm so speechless! Aku tak menyangka ia akan berbicara sebijak itu dan mendapat tepuk tangan dari semua penonton. Bunda juga standing applause kepada Mario.

"Sekian dari kami." Aku dan Mario berjalan perlahan dan memberikan miknya kepada Pak Andi.

"Yang di IG dong, Kak," teriak salah satu penonton.

"Iya, yang IG," teriak penonton lainnya.

Lalu semua penonton ikut-ikutan menyuruhku dan Mario mengungkapkan apa yang ada di Instagram.

Pak Andi mengambil satu miknya lalu memberikan satunya lagi kepada kami dan menyuruh kami kembali ke depan layar.

Bunda sedikit bingung, namun ia hanya tersenyum dan menyemangati kami.

Fio yang tau apa yang terjadi di Instagram hanya menggelengkan kepalanya.

"Oh ya, mmm... yang di IG itu..."  Mario terlihat sangat gugup.

Semua penonton terdiam dan mendengarkan Mario.

"Kasih tau nih?" bisik Mario kepadaku sambil menutup miknya.

Aku hanya mengangguk dengan ragu.

Mario memberikan miknya kepadaku. Aku sangat tidak siap untuk ini, namun aku harus bertanggung jawab untuk semuanya, demi keberlangsungan film ini, dan demi utang bunda yang membuat keluarga kami hancur.

"Ya, yang di Instagram itu kan setiap aku dan Mario post foto pasti banyak banget yang komen dan nanya kita itu siscon atau brocon gitu kan. Nah, di post aku dan Mario yang terakhir, itu kita janji bakal jawab semua pertanyaan itu. Dan jawabannya..." Aku memberikan mik kepada Mario.

"Kalian udah tau jawabannya setelah kalian nonton film ini. Bikin baper atau enggak. Kalo enggak, ya berarti enggak. Kalo iya, ya berarti iya. Itu aja sih. Makanya jangan lupa ajak temen-temen biar nonton ya," ungkap Mario.

Ia menggandeng tanganku ke arah Pak Andi dan mengembalikan miknya lalu langsung kembali ke tempat duduk kami.

Aku melihat ekspresi wajah bunda seperti ingin menangis. Apakah ini salah? Tetapi ini hanya gimik agar banyak yang menonton. Meskipun tak sepenuhnya gimik.

Tak lama kemudian, filmnya selesai. Bunda segera keluar dari bioskop dengan berlari kencang. Aku dan Mario berusaha menyusulnya, tetapi kami terhalang oleh wartawan yang langsung menyerbu kami.

"Apakah yang dibilang tadi itu benar, Ka?"

"Gimana rasanya suka sama saudara sendiri?"

"Apakah disetujui oleh orang tua kalian?"

"Ini hanya gimik agar filmnya laku atau beneran?"

HALAH BERISIK SEMUANYA!

"Nanti ya, kita lagi buru-buru," tolak Mario sambil terus menggenggam tanganku dan menerobos para wartawan.

Tak henti-hentinya aku menangis di sepanjang jalan. Tolong, Bun. Percaya sama kita kalau ini adalah gimik. Kita gak mungkin mengungkapkan aib keluarga sendiri tanpa ada tujuan yang jelas.

Mario membawa motornya dengan kecepatan tinggi untuk menyusul bunda hingga ke rumah. Di rumah, kami buru-buru masuk ke rumah dan menghampiri bunda. Aku melihat mobil sudah terpakir di halaman rumah, pasti bunda sudah di rumah. Dan pasti ia mengunci dirinya di kamar.

TwinnyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang