Setelah lima belas menit berjalan kaki dari rumah, akhirnya aku sampai di sekolah.
Suasana di halaman sekolah sudah sangat ramai. Tentu saja, karena lima menit lagi bel masuk kelas akan berbunyi.
Dari banyaknya siswa dan siswi yang ku lihat, aku menemukan Levi-senpai yang juga baru sampai di sekolah. Ia memakai jaket yang hampir setiap hari di kenakan dan juga memakai kacamata bulat.
Itu membuat ku berdecak. "Sok gaya." Gumam ku.
Aku terkejut ketika Levi-senpai juga menatapku. Reflek, aku langsung menutup mulut.
Apa gumam-an ku terdengar oleh dia? Umpatku dalam hati.
Levi-senpai berjalan ke arahku. Membuat aku semakin takut.
Kalau memang Levi-senpai mendengarnya, aku bisa mati!
Gawat!
"(y/n)!" panggil Levi-senpai sambil menunjuk ke arah ku.
Aku pun menghampirinya.
"Ada apa? Levi-senpai."
"Nanti setelah pulang sekolah jangan lupa kalau kau ada les denganku!"
Fyuh. Untung saja bukan tentang gumam-an ku tadi.
"Iya."
"Jangan kabur. Jam satu sore kau sudah harus ada di ruang MIPA. Aku tidak mempunyai banyak waktu hanya untuk mendampingimu belajar."
"Cih." Aku berdecak sebal. Memangnya hanya dia yang tidak menginginkan waktu untuk bersama?
Lagipula, aku tidak yakin jika urusan yang 'lebih penting' dari mengajar ku adalah sesuatu yang penting.
"Apa kau berdecak?" tanya-nya.
Mati aku! Ternyata decakanku terdengar olehnya.
"Tidakㅡ"
Kring!!!
Bel penyelamat!
"Oh, sudah bel. Aku ke kelas dulu, ya, (y/n)." Pamit Levi-senpai.
Aku tersenyum. Bukan. Bukan karena Levi-senpai yang menyebut nama ku, tetapi karena bel telah berbunyi dan juga Senpai akan pergi.
"Baik."
Author pov.
Levi memasuki kelas. Tas ransel yang sedari tadi ia kenakan di bahu pun ia lepas, lalu di lempar asal ke meja-nya.
Entah mengapa ia merasakan perasaan yang aneh sejak kemarin.
Kenapa aku sangat tidak sabar untuk siang nanti? Ada apa sebenarnya denganku?! Gumamnya dalam hati.
Levi menumpuk kepala nya di atas meja. Membuat Erwinㅡyang kebetulan lewatㅡbingung dengan sikap sahabatnya itu.
"Ada apa, Levi? Apa kau baik-baik saja?" tanya-nya khawatir.
"Tidak. Aku baik-baik saja. Hanya saja aku lagi banyak pikiran." Jawab Levi asal. Kepalanya masih ia tumpuk di atas meja dengan tangan yang ia lipat.
"Souka. Tetapi jika ada masalah jangan ragu untuk cerita, ya, Levi."
Levi mengangguk. Erwin pun kembali menuju bangkunya.
Saat Pixi-sensei mulai memasuki kelas, Levi langsung memperbaiki posisi nya dan siap belajar untuk hari ini.
Ganbarimasu!
Itu adalah kata yang selalu di ucapkan Levi sebelum kegiatan baru dimulai.
Karena walau terlihat malas, Levi adalah seorang yang amat rajin. Buktinya saja ia sangat menyukai kebersihan dan nilainya yang tinggi.
***
Kring!!
Mendengar bel itu, (y/n) langsung mengutuk dirinya dalam hati.
Sudah saatnya? Argh! Waktu berjalan begitu cepat!
Bel itu berdering menandakan waktu untuk pulang sekolah sudah tiba.
Membuat hampir semua murid berteriak senang karena akhirnya kegiatan berkutat dengan pelajaran hari ini telah usaiㅡterkecuali bagi (Y/n).
Alasan pertama: karena walau sudah waktunya pulang, (y/n) tetap saja akan terus berkutat dengan pelajaran sampai nanti sore.
Alasan kedua: karena ia harus bersama Levi.
Alasan ketiga: karena ia harus siap Levi akan memarahinya.
(Y/n) pun beranjak dari kursi, lalu berjalan keluar kelas. Ia terkejut ketika melihat Levi yang sudah berada di ambang pintu sambil bersandar di tembok dengan kedua tangan yang ia lipat di dada.
"Kenapa kau sampai repot-repot datang kesini, Senpai?" tanya (Y/n) sambil mengerutkan kening, bingung.
"Masalah untukmu?" Levi mengubah posisinya menjadi tegak. "Aku hanya tidak ingin kau kabur."
"T-tapi aku kan tidak akan kaㅡ"
"Sudahlah. Ayo cepat kita ke ruang MIPA!"
Levi menarik tangan (Y/n), membuat (Y/n) membeku.
P-perasaan apa ini? Batin-nya.
(Y/n) hanya terus memandang tangan mereka yang bergandengan selama berjalan menuju ruang MIPA.
Entah mengapa matanya tidak ingin lepas dari itu.
Ada apa sih denganku?! (Y/n) menepis pikiran yang selama ini selalu terpikir di otaknya.
"Kita sudah sampai." Ucap Levi, membuyarkan lamunan (Y/n).
"A-ah, iya."
Mereka pun memasuki ruangan yang dipenuhi oleh patung organ itu.
Ketika masuk, Levi dan (Y/n) menemukan Jaeger-sensei yang baru saja ingin beranjak keluar.
"Kalian ada apa kesini?" tanya guru berjenggot itu.
"Kita ada les, Sensei." Jawab Levi dan (Y/n) serempak.
"Souka. Lalu, mengapa kalian bergandengan tangan? Apa kalian pacaran?"
Pertanyaan Jaeger membuat Levi dan (Y/n) mengalihkan pandangan mereka ke tangannya, dan sedetik kemudian melepaskan gandengan itu secara serempak.
"Ah, b-bukan. Kita tidak memiliki hubungan apa-apa, kok, Sensei." Sanggah Levi. Ia sedikit menutup mukanya dengan tangan kanan untuk menyembunyikan semburat merah yang entah dari mana muncul.
"Oh, begitu. Ya sudah, Sensei keluar, ya. Jangan melakukan hal aneh. Selamat belajar."
Dan setelah itu Jaeger pun keluar ruangan, membuat suasana ruang MIPA menjadi amat canggung.
"Ah, yasudah. Ayo kita mulai belajarnya."
***
Hem. Mudah-mudahan Levi gak ngelakuin hal aneh kayak yang Jaeger bilang yak:v
Eh, apa kalian maunya Levi ngelakuin hal aneh. Contohnya...
/HUSH!
Ehem. Maavkeun pikiran saia yang anu ini:'3
.
.
Btw, Jaeger itu Bapaknya Eren ya, bukan Eren-nya.Jangan lupa vommentnya🌚
/paan si emotnya:vㅡhanakizia
KAMU SEDANG MEMBACA
Senpai [Levi x Reader]
Fanfiction"Cinta itu bisa datang kapan saja, bukan?" Disekolah ku ada seorang senior yang sangat dingin dan berbakat bernama Levi. Aku sangat sebal padanya yang selalu saja memarahiku. Dan lagi karena nilai ku yang menurun, aku di suruh gurukuㅡHajime-senseiㅡ...