Chapter 2 ~ nyaman bersamamu

1.2K 80 15
                                    

Di rumah sakit

Jodha hanya bisa berjalan bolak-balik dengan perasaan gelisah sambil menunggu Jallal yang ternyata luka dihidungnya harus dijahit, Jodha benar-benar merasa bersalah karena telah menyebabkan Jallal terluka, Jodha merasa harus bertanggung jawab atas semua yang telah dilakukannya ke Jallal.

Tak lama kemudian Jallal keluar dari ruang UGD dengan batang hidungnya yang diplester kecil, sedangkan darah masih keluar dari lubang hidungnya. Jodha jadi semakin panik, ketika Jallal terus menerus mengusap darah yang keluar dari lubang hidungnya dengan tissue.

"Kok hidungmu masih berdarah? Ayooo sini duduk dulu ... apa itu nggak papa? Sudah dijahit kan?"

Jallal hanya diam saja dan tidak merespon ucapan Jodha. Jallal lalu duduk di bangku yang ada di depan ruang UGD sambil terus mengusap-usap hidungnya yang berdarah. Entah sudah berapa lembar tissue yang terbuang, sementara lengan kemeja panjangnya sudah tergulung sampai ke siku, hingga menunjukkan otot tangannya yang kekar.

Jodha jadi kembali membayangkan kalau dirinya dipeluk oleh lengan itu, pasti akan terasa hangat dan nyaman, apalagi ketika dilihatnya dua kancing kemeja Jallal yang bagian atas agak sedikit terbuka dengan dasi yang menjuntai dileher, membuat Jallal jadi semakin macho di depan Jodha. Tepat pada saat itu salah seorang perawat keluar dari ruang UGD tersebut dan menghampiri mereka.

"Maaf, apakah anda istrinya? Ini resep yang harus di tebus." Perawat itu lalu memberikan selembar kertas yang bertuliskan resep obat atas nama Jallal ke Jodha, Jodha segera berdiri dan menerima resep itu.

"Suster ... maaf ... apa dia nggak apa-apa? Karena aku lihat hidungnya masih berdarah," tanya Jodha cemas. Perawat itu hanya tersenyum sambil melirik ke arah Jallal yang sedang mendongakkan kepala ke atas, agar darahnya nggak keluar lagi dari lobang hidungnya.

"Nggak papa ... itu hanya sisa-sisa darah yang tadi, nanti juga baikkan kok. Tadi dokter sudah menjahit lukanya, jadi lebih baik Nyonya segera tebus resep ini, agar bisa segera diminum sama suami Nyonya, agar perdarahannya bisa segera berhenti, maaf saya tinggal dulu yaa."

"Oooh iyaa ... iyaaa ,,, terima kasih, Suster," sahut Jodha sambil meringis kecil.

Entah kenapa Jodha tidak komplain atau berusaha menjelaskan kalau dirinya bukan istrinya Jallal, sekilas Jodha melirik ke arah Jallal yang masih mendongakkan kepalanya ke atas untuk menahan sisa darah yang keluar dari lubang hidungnya.

"Kamu tunggu di sini sebentar yaaa ... aku tebus resepnya dulu!"

Jodha bergegas menuju ke apotek yang ada di rumah sakit tersebut lalu menyerahkan resep itu ke Apoteker yang sedang bertugas malam itu, diliriknya jam dinding di ruang apotik saat itu sudah jam 2 pagi.

"Pestanya pasti sudah usai, coba aah aku telfon Moti ... yaa ampun gimana aku bisa nelfon, ponselku kan di dalam tas, mana bisa aku nelfon!"

Jodha baru menyadari kalau dirinya tidak membawa apa-apa, dompet pun tidak, bagaimana dia bisa membayar resep tersebut? Diliriknya Jallal lagi dari tempatnya berdiri.

"Laki-laki itu pasti bawa dompet. Cowok kan biasanya naruh dompet di saku celana, coba deh aku tanya dia!"

Jodha lalu menghampiri Jallal yang masih memejamkan mata sambil mendongakkan kepalanya ke atas dan sesekali menyeka darah dihidungnya yang sudah mulai sedikit.

"Heeiii ... Pak ... Tuan ... sorry ... bisa minta tolong lagi?"

Jallal membuka mata dan dilihatnya Jodha sedang duduk di sebelahnya dengan tatapan mengiba. "Minta tolong apalagi?" tanya Jallal sambil menyeka hidungnya yang berdarah.

Lagu Untuk Sebuah NamaTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang