Chapter Seven

41 42 4
                                    

Rindy

"Berhenti disini aja, Thanks" kataku ketika melihat halaman panti asuhan. Mobil yang sedang diky kendarai berhenti sesuai perkataanku.

"Rumah lo yang mana?" Tanyanya balik ketika aku hendak turun. Jariku menunjuk ke arah bangunan yang terletak di sebelah kiri mobil.

"Yang itu"

"Itu bukannya panti ya?" Katanya selang beberapa waktu. Mungkin ketika dia sadar ada plang yang bertuliskan 'Panti Asuhan Penuh Harapan'. aku mengangguk. Dia menatap ku tidak percaya.

"Iya gue salah satu anak panti itu" kataku meyakinkan. Dia mengalihkan pandangannya ke arah stir mobil. Aku turun dari mobil. Menampilkan lengkungan senyum di bibir, lalu melambaikan tangan ke arahnya. Mobilnya pun melaju namun senyuman ini masih bertahan di bibirku seakan tidak mau pudar.

"Assalamualaikum... Bibi!" panggilku seraya memasuki panti. Hanya ada beberapa adikku yang bermain disini.

"Amira lihat..." belum aku melanjutkan kata - kata. Bibi sudah muncul. Membuatku enggan melanjutkannya.

"Lihat apa kak?" tanya amira balik sambil menatapku meminta penjelasan. Rambutnya dikuncir kuda membuatku semakin gemas saja.

"Gak jadi" jawabku singkat.

"Bi.. Maaf ya rindy pulang telat" kataku padanya yang melihatku baru balik.

"Kau emang abis dari mana aja? Kok baru pulang"

"Biasa bi. Ada sedikit masalah jadinya pulang jam segini deh." jelasku seadanya. Tidak ingin aku menjelaskan perkara tadi kepadanya. Namun dia tetap menagihnya.

"Masalah apa sih sampe segitunya" tuhkan bibi nanya! Salah ngomong aku. Batinku yang berperang sendiri.

"Bibi gak perlu tau pokoknya. Dah ah aky pengen mandi dulu nanti keburu maghrib" bibi hanya menatapku dengan tatapan yang tidak bisa di jelaskan. Antara bingung dan heran. Padahal itu sama saja.

11.00 PM

Angka itu tertera di jam wekerku dekat meja. Pandanganku menyoroti ruang kamarku. Kudapati semua insan yang ada di sini terlelap. Hanya aku saja yang masih membuka mata. Lampu masih di matikan. Aku melangkan menuju sebuah kamar lainnya yang terdapat di panti ini. Ku dapati bibi yang bernasib serupa denganku. Belum tertidur.

"Kamu belum tidur?" tanya bibi dengan nada pelan. Dia melihatku menghampirinya. Aku semakin mendekat dan kami sama - sama duduk di sisi kasur.

"Belum bisa tidur"

"Sama bibi juga"

"Bi..." kataku agak ragu ketika ingin bertanya. Karna aku sebelumnya belum pernah menanyakan ini.

"Hmmm?" dibalasnya hanya berupa gumaman.

"Cuma pengen tanya"

"Kenapa?" sahutnya yang kini menghadapkan kepalanya ke arahku. Bibi pelum begitu tua. Tapi dia sudah sangat lama melekat di hatiku ini.

"Bibi kok bisa ketemu aku?"

"Kamukan bidadari dari surga. Kamu turun dari langit terus bibi tangkep dan rawat sampe sekarang" katanya yang jelas sedang mengibulku.

"Ih bibi... Aku serius nih" protesku yang tidak rela di bohongi. Bibi terkekeh pandangannya semakin lekat.

"Tumben kamu nanya begitu?" katanya yang membuatku sadar sendiri kenapa aku bisa menanyakan hal ini padanya. Iyaya kenapa ya?.

"Cuma pengen tahu aja" jawabku asal - asalan.

Flashback on.

16 Tahun Yang Lalu.

Seorang lelaki paruh baya terlihat cemas didepan rumah seorang wanita bernama ina alfaith (sekarang panti asuhan). Sambil menimang putri kecilnya lelaki itu memasuki pekarangan rumah ina. Dulu tempat ini bukanlah panti asuhan. Seseorang bayi perempuan yang mungil berusia sekitar delapan bulan yang menjadi awal pemula berdirinya panti asuhan ini. Perihal ayahnya yang tak sanggup merawatnya seorang diri karena ibunya telah tiada. Bayi perempuan itu telah sekarang telah berada di tangan ina. Ina memberinya nama Rindy. Lebih tepatnya Rindy Adelia. Waktu demi waktu semakin banyak orangtua yang tidak sanggup membesar buah hatinya sendiri. Ada yang beralasan keuangan, istri meninggal, sampai hasih hubungan bebas. Mereka dengan mudahnya menitipkan darah daging mereka ketempat ini karna mereka kira ini adalah panti asuhan. Sampai akhirnya ina sendiri yang sangat menyukai anak kecil merasa tidak begitu keberatan dengan kehadiran anak - anak kecil. Ia yang mempunyai ekonomi cukup lancar lantaran suaminya yang bekerja di luar negri. Sampai akhirnya suaminya meninggalkannya. Jadilah rindy tulang punggung panti asuhan. Yang saat itu masih menunjang pendidikan awal SMA. Rindy tidak putus sekolah hanya saja dia hanya saja dia harus meluangkan sedikit waktunya untuk bekerja paruh waktu. Ina juga merelakan tempat tinggal yang ia tempati kini menjadi panti asuhan yang ia namai 'Penuh Harapan'. Karna ia yang tak kunjung diberikan momongan dari tuhan.

Flashback Of 

"Oh jadi berdirinya panti ini karna aku ya bi?" tanyaku setelah mendengar ceritanya. Ada sedikit sesak ketika kumendengarnya. Tapi aku lega karna pertanyaan yang selalu muncul diotakku kini bisa terjawabkan.

"Hmmm" bibi hanya bergumam

"Udah tidur sana besok kesiangan aja" suruhnya. Aku menurutinya. Kaki ini kuarahkan menuju kamarku guna tidur. Tapi setelah sampai dikamarku bahkan aku sudah berada dikasur. Pikiranku menyeruak lagi. Membuatku pusing saja.



Hanya Untukku #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang