Chapter Ten

44 37 12
                                    

Diky

Aku mulai mengedarkan pandanganku ke arah depan. Kulihat Rindy yang kini basah dia tampak kaku terdiam begitu saja. Sedangkan amel merajalela di belakangnya. Sontak aku pun mematikan ponsel yang kupegang lalu aku bangkit. Dia benar - benar selalu membuat kekacauan. Sikap acuh tak acuhnya kepada Rindy membuatku menarik emosi saja.

"Lu kenapa sih?! Orang gua sendiri yang nawarin kue ini ke dia!" bentakku dengan luapan emosi.

"Kok lu belain dia sih dik?! Kan gue mau elo yang makan kuenya! Bukan Rindy. Minuman lo kasih ke Keynan. Sekarang kue lu kasih ke Rindy. Lu mau apa sih dik?" perkataannya membuatku semakin kesal. Dasar cewek aneh!. Umpatku dalam hati. Aku masih menatap tajam matanya. Wajahnya kini memerah bukan rona tapi amarah yang mungkin berkecamuk dalam pikirannya. Kurasa cairan itu juga sudah menumpuk di pelupuk matanya.

"Harusnya gua yang nanya. Lu maunya apa sih? Segala ngasih-ngasih minumanlah, makananlah. Dan sekarang lu siram Rindy pake minuman lo. Cuma gara-gara dia makan kue yang tadi lu kasih. Kan lu udah ngasih ke gua. Berarti bebas dong gua mau kasih ke siapa pun itu. Kan itu udah jadi milik gua!" suaraku kian melantang tapi aku berusaha menahan emosi. Jika saja dia bukan perempuan mungkin satu bogeman telah melayang dimukanya. Rindy terlihat ingin menahanku. Begitu pun Keynan. Kini Keynan berdiri menepuk pundakku. Bermaksud agak aku tenang. Satu tetes air mata melintas di wajahnya. Anak-anak yang ada dikantin juga menatap ke arah mejaku. Walau sebagian dari mereka telah memutuskan untuk ke kelas karna 10 menit lagi masuk. Aku menarik nafas.

"Gua cuma mau lo,,,," perkataannya yang terhenti karna cairan itu mulai menderas membasahi pipinya. Aku tidak peduli. Ku tinggalkan dia dan menarik pergelangan tangan Rindy. Keynan ikut membuntut. Sekarang hanya Amel yang ada di meja itu. Dia menatapku yang kini ada di belakangnya. Rindy dengan wajah yang tidak mengenakan menoleh ke wajahku. Dia berhenti dihadapanku.

"Gua pengen ke toilet dulu. Lu duluan aja ke kelasnya"

"Tapi Rin..." cegahku tapi dia sudah kabur duluan. Dia pakai baju apa nanti? Yasudahlah kalau itu lebih baik untuknya aku dan Keynan pun ke kelas duluan.

"Kok amel gitu sih ama Rindy,,, ampe kaget gua ngeliatnya" kata Keynan yang sekarang ada di sampingku. Di tempat duduk Rindy. Aku hanya mengedikan bahu.

"Rindy bajunya gimana ya?" kata Keynan yang terus mengoceh di sampingku.

"Gua juga gak tau nan..." kataku. Lalu menghela nafas panjang.

Seorang guru perempuan datang lengkap membawa buku pelajaran yang ia ajarkan. Aku membenarkan posisi dudukku.

"Yaudah gua balik ya" kata Keynan lalu pergi sambil menepuk bahuku. Aku mengiyakannya. Aku mengambil buku catatan serta buku paket dari tasku dan sekarang fokus dengan materi yang sedang di jelaskan.

"Sekarang gak ada gurunya" kata Raka. Tak lama setelah guru itu pergi.

"Yeee freeclass" sorak yang lainnya. Ini pelajaran terakhir. Gurunya tidak masuk. Begitu juga dengan Rindy yang dari tadi tak kunjung memasuki kelas. Aku bangkit dari posisiku. Berjalan ke luar kelas dan menyapu sekolah dengan langkahku. Ke kantin sudah, halaman depan, kantor, toilet, perpustakaan, lab ipa, lab komputer, juga ke lapangan belakang sekolah. Rindy sangat sulit di temukan, sama halnya seperti ketika aku mencari jawaban rumus fisika. Apa dia di taman? Pikirku yang dari tadi sudah lelah mencarinya. Aku melangkah ke arah taman ku dengar seperti ada yang sedang berbincang di sana. Mungkin itu Rindy!. Langkahku semakin cepat ke arah taman. Benar saja! Ada dua orang perempuan di sana. Namun itu bukan Rindy!. Melainkan hanya orang tua murid perempuan yang terlihat sedang menggosipkan sesuatu.

Huft!

Aku baru teringat ada satu tempat di sekolah ini yang belum pernah aku jajaki. Rooftop! Pasti Rindy di sana. Aku berjalan kelantai paling atas. Kupegang knop pintu itu lalu.

Klek!

Seorang perempuan yang sedari tadi kucari duduk disana sendirian.

Akhirnya ku temukan juga! Batinku.

Hanya Untukku #Wattys2018Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang