Diky
"Diky!" panggil seseorang dengan suara yang tak asing lagi bagiku.
"Diky... Kamu dikamar?" ocehan pertanyaannya kembali menusuk di telingaku.
Sesosok lelaki dengan badan yang menjulang tinggi itu pun memasuki kamar ku. Menghampiriku tidak seperti biasanya.
"Kamu dari tadi disini?" tanyanya.
Aku hanya mendelik kearahnya.
"Ayo siap - siap" titahnya yang tak mungkin bisa ku bantah walau dengan berbagai cara.
"Mau kemana" tanyaku dengan suara yang sebisa mungkin ku tenangkan.
"Ikut aja" jawabnya singkat
"Tapi diky ada janji" elakku walau aku tahu dia tetap akn memaksaku ikut dengannya.
"Yaudah kamu batalin apa susahnya sih" katanya setengah menahan emosi.
"Emang mau kemana sih?" umpatku setengah berbisik.
Aku pun menurutinya dan mau tak mau harus membatalkan janjiku dengan rindy. Tak hanya itu aku juga harus mengerjakan tugas sejarah sepanjang perjalanan. Huft...
Tak beberapa lama dia pergi, dia kembali lagi dengan membawa sepasang jas dengan bawahannya berwarna abu - abu. Aku semakin heran dan bingung.
"Kamu pakai ini ya" katanya sambil menaro barang itu dikasurku.
Aku hanya bergumam.
Selama perjalanan aku sibuk membolak balikan buku sejarah untuk menemukan jawaban sejarah. Namun ketika mobil yang kunaiki ini berhenti di rebuah restoran terkenal yang lumayan mewah seketika diotakku sudah terdapat sederetan pertanyaan. Pikiranku dipenuhi tanda tanya. Apa ini bentuk permohonan maafnyakah?.
Aku duduk di meja yang telah disiapkan seorang pelayan. Malam ini alam tampak tenang sampai rembulan malas untuk menampakan dirinya. Langit biru yang polos tanpa gumpalan awan dan desiran angin pembawa kedamaian. Aku duduk di meja bagian luar restoran ini. Kuresapi dalam - dalam hening yang dari tadi menemaniku karna ayah sibuk dengan ponselnya. Rasanya begitu tenang, walaupun tugas sejarah belum semuanya kuselesaikan. Mungkin esok.
Tak lama setelahnya aku melihat wanita paruh baya yang menghampiriku memperlihatkan senyumannya.
"Hai diky..." ucapannya terdengar memanas di gendang telingaku. Dia masih berusaha menyapaku dengan kata - kata dan senyumannya itu. Bikin aku muak saja.
Aku tidak membalas perbuatannya itu. Aku hanya memalingkan muka tampak kecewa. Ku kempal tangan ku sekuat - kuatnya ingin rasanya aku mengacak - acak rambutnya, mencabik - cabik rambutnya. Tak sadarkah dia bahwa dia adalah dalang dari semua ini. Ini memang bukah salahnya tapi tetap saja kehadirannya hanya akan menambah beban yang ada.
"Itu calon mama baru kamu kok di cuekin dik?" pertanyaan ayah yang barusaja terlontar dari mulutnya membuat ku semakin geram.
"Dikyy" aku tidak ingin menghiraukan apapun perkataannya karna hal itu akan hanya akan membuatku ingin melepaskan amarah ini yang dari tadi kupendam.
"Udah gak papa kok" kata wanita itu lagi. Lagi - lagi perkataannya memanaskan hati ini. Aku kenal betul pemilik suara itu Alika namanya dia perempuan yang telah menggoda ayah ku. Tak tahan aku pun buka bicara.
"Diam kau wanita penggoda!" ketusku sambil menatapnya sengit. Wanita itu memudarkan senyumannya. Ayah pun menolehkan wajahnya, menatapku dengan tatapan penuh emosi.
"Diky kamu bisanya malu - maluin. Ayah kecewa ajak kamu kesini" perkataannya barusan membuatku naik darah. Bukannya dia yang mendatangkan kehadiranku disini. Jika saja dia tidak memintaku kesini aku tidak akan ada disini. Bahkan dia memaksaku! Aku pun sudah berada di puncak emosi.
"Diky udah bilang diky ada janji. Tapi kenapa ayah terus maksa Diky?!"luapan emosi ini berkecamuk antara marah dan muak akan segala permainan lelaki ini.
"Dikyy!" suaranya mengeras begitu juga dengan rahangnya. Tangannya terkepal kuat.
PRAANGG...
Ku pecahkan gelas yang ada di meja dan sebelum itu isinya kutumpahkan ke atas kepala si wanita penggoda itu. Rasakan saja dia!.
Tak lama ayah menarik paksa tanganku ini apa salah ku? Apa aku salah jika aku tidak suka dengan wanita itu? Wanita itu telah membuat ayah melupakan sosok ibu. Permpuan yang sangat berharga bagiku. Sedangkan dia siapa? Orang ketiga yang selama ini bersembunyi?.
Ayah membawaku pulang kerumah. Mendekapku di sebuah ruangan kosong dan mengunciku yang berada didalamnya.
"Ayah bakal nunggu sampai kamu sadar kesalahanmu" suaranya membuatku menjerit - jerit dalam hati. Sebenarnya siapa yang salah akukah? Diakah?.
Aku hanya bisa menatap langit - langit ruang ini. Ini ruang yang tidak dipakai. Lantainya kotor penuh debu banya barang - barang tidak terpakai di disini.
Telah lama aku membuka mata tapi masih dengan ruangan yang sama ku tatap. Aku melihan arloji besar yang melingkar ditanganku menunjukan pukul 08:23.
Tok Tok Tok!
Pintu ruangan ini diketuk.
"Den, den, aden di dalem?" tanya seorang perempuan dari arah luar. Bibi!
"Iya bi... Diky di sini" kata ku berusaha berdoa agar pintu cepat di buka.
Klek!!
Pintu akhirnya terbuka juga. Tampak wajah bibi yang khawatir melihatku.
"Ayok den! Aden gak papakan" tanyanya cemas dengan nada yang lemah. Aku menggeleng menerima uluran tangannya yang berada di depan ku.
"Ayah mana bi?" tanyaku usai bangkit berdiri.
"Tadi pagi sih katanya keluar kota, den" ucapan yang terlontar dari mulut bibi lagi - lagi membuatku geram.
Laki - laki sialan itu, batinku.
"Dennn" katanya yang membuatku tersadar. Aku menoleh ke arahnya. " jangan sekolah dulu ya... Lagian dah jam segini. Soalnya muka aden keliatan capek gitu" lanjutnya yang aku balas dengan anggukan.
"Dah den bibi ke dapur dulu ya"
"Iya bi" jawabku singkat. Bibi pun melangkah keluar dan aku mengerkor tapi menuju ke kamarku.

KAMU SEDANG MEMBACA
Hanya Untukku #Wattys2018
Roman pour AdolescentsRindy seorang gadis yang tinggal dipanti asuhan harus menerima bullying disekolahnya. belum lagi ketika datangnya Diky, pemuda tampan dan cukup jutek yang harus menerima kenyataan bahwa ayahnya harus bercerai dengan ibunya dan mencari wanita lain. D...