Gian melemparkan tasnya ke atas kasur saat tiba di kamar. Ia meremas rambutnya secara kasar, lalu berteriak sekencang mungkin. Acara sekolah hari ini sungguh membosankan.
"Sial!" teriaknya penuh amarah.
Lautan emosi memenuhi kepalanya, meletup-letup dari setiap deru nafasnya hingga menyembur lewat mulutnya yang tak henti meneriakkan kata-kata 'sial!' dan 'sial!'.
"Woy, kenapa lu teriak-teriak kayak orang gila!" ujar Kiki risih. Karena mendengar teriakan dari sahabatnya yang sangat mengganggu telinga.
"Anjir! Ternyata target gue nyebelin banget. Beraninya dia hukum gue!" ketusnya.
Kiki terkikik menahan geli di perutnya.
"Sabar lah, itu kan resikonya. Makannya kemaren gue kasih perpanjangan waktu, cewek dingin kaek dia bakal susah lu taklukin!" ujar Kiki, so tahu.
"Batalin aja lah taruhannya," usul Gian. Menyerah.
"Weeesss ... gak bisa lah, udah jadi bubur. Gak bakal jadi beras lagi," tolak Kiki. Di sini ia wasitnya. So, dia yang berkuasa.
"Ya gue gak tahan lah kalo dia targetnya. Hari pertama sebagai juniornya udah dikasih hukuman, gimana gue mau bales perbuatan dia. Apalagi mau naklukin hati dia." Gian tampak pesimis.
"Alah, katanya lu raja penakluk wanita. Semua perempuan dari segala kalangan mampu lu taklukin, masa ini enggak?" ujar Kiki sedikit menantang.
Gian tak berkutik, ia terus menimbang-nimbang perkataan sahabatnya. Juga, soal taruhan yang telah dibuat ketiganya.
'Drett... Drett... Drett...'
Tiba-tiba saja handphone Gian berbunyi. Tampak nama Adinda muncul sebagai penelpon.
Gian mengangkat telepon dari pacar pertamanya.
***
Sementara di sisi lain, Ai dan Hima tengah jalan-jalan di taman, sore hari. Keduanya asyik bersenda gurau, sampai sesuatu mampu mengalihkan perhatian Hima."Jangan bilang lu mau beraksi lagi. Gue aja kemaren sampe di bikin kelelep?" ujar Ai seolah dia seorang peramal yang tahu banyak hal.
"Dih, gak bakal lah. Itu, kan nasib lu yang buruk," tukas Hima. Berlalu, melangkah pergi dari hadapan sahabatnya.
Ai hanya mengernyitkan dahi, tanpa banyak bertanya lagi. Ia lebih memilih melihat tindakan konyol sahabatnya.
***
Hima berjalan mendekat ke arah targetnya. Kali ini dia punya trik agar mendapat keberhasilan tanpa ada konsekuensi yang harus ditanggung seperti Ai. Karena jujur, sejak melihat kejadian yang menimpa sahabatnya akibat tantangannya, ia sedikit merasa takut jika suatu hari kejadian sial juga akan menimpanya.Penyamaran, ya. Cerdik sekali. Hima mengenakan kacamata bulat, dan topi. Jelas, itu akan merubah penampilannya seratus delapan puluh derajat.
***
"KITA PUTUS!"Akhirnya, setelah meluncurkan beberapa dialog andalan kata yang ditunggu keluar juga. Hima nampak bahagia. Ie berlari sekencang mungkin untuk menghilangkan jejak, lalu melepas kacamata dan topi agar si korban tidak mengenali.
Hima menghampiri Ai.
"Wuihhh ... keren! keren!" Ai geleng-geleng kepala sambil tepuk tangan. "Sekarang lu udah semakin jago aja mainin drama," pujinya.
Hima hanya menanggapi dengan senyuman.
"Btw, gak bosen lu?" ujar Ai. Keduanya duduk kembali di bangku taman.
"Ngga, lah," jawab Hima.
Tawa keduanya pecah.
"Eh, gimana tuh cerita si cowok playboy?" Hima mengajukan topik baru untuk dibahas.

KAMU SEDANG MEMBACA
My Playboy Boyfriend
Roman pour AdolescentsSiapa bilang cowok romantis bisa meluluhkan hati semua kaum hawa? Jawabannya Tidak! Untuk gadis yang bernama lengkap Ravabia Ainun Nandara