Memiliki Dua #2

127 7 42
                                    

"Kamu mau jadi pacarku?" sebuah pesan yang cukup untuk mengembalikan kesadaranku ditengah rasa kantuk yang mendera baru saja masuk. Hal yang aku nantikan dan paling aku takutkan secara bersamaan.

Lama aku menatap isi pesan yang masuk dari aplikasi BBM milikku. Tak punya cukup keberanian untuk membuka secepat biasanya.

Dep!
Sebuah genderang sepertinya telah ditabuh di jantungku. Hanya sekali, namun cukup memberi arti. Ini sebuah perang. Perang perasaan. Batin mulai bergejolak. Tidak mungkin, gumamku.

***

Iya, aku tahu. Saat ini aku memang sedang diterpa hubungan jarak jauh. Long Distance Relationship atau biasa disingkat LDR. Sebuah hubungan yang paling mengkhawatirkan dan dijauhi banyak orang. Rawan kandas, apalagi yang namanya perselingkuhan. Sudahlah. Jauhi itu, oceh batinku pada suatu hari. Tapi ternyata, benar-benar terjadi kepadaku.

1 tahun 3 bulan lamanya kami memadu kasih. 3 bulan yang dijauhi jarak ternyata terasa jauh lebih lama dari 1 tahun kami bersama.

Aku pikir, aku akan baik-baik saja. Maksudku, kami akan baik-baik saja. Dengan mengatasnamakan Cinta, aku berjanji akan SETIA. bagaimana pun sulitnya jalan yang akan kami lalui, sesusah apapun masalah yang akan kami hadapi, aku bilang bahwa aku akan tetap bersamanya, selama dia tetap denganku. Selama dia tidak memiliki yang lain selain aku. Selama dia benar-benar menjadikan aku satu-satunya, bukan salah satunya. Selama dia melakukan hal itu, aku akan tetap di sampingnya.

Hahahaahahaa, izinkan aku tertawa sejenak untuk mengingat hal ini. Bukan karena lucu, hanya saja sedikit menggelikan bila ku ingat kembali masa itu. Masa patah hatiku yang 'tidak' terlalu dalam. Tapi cukup membuatku gila akan kata-kata sendu, penuh galau, dan menyedihkan seperti karya milik Boy Candra yang dulu memang menjadi bacaan favoritku.

Bodoh? Naif? Atau apa ini namanya? Aku mengikat diri pada masa lalu. Benar-benar terbelenggu.

Masa patah hatiku. Selain ditemani oleh tulisan milik bang Boy, biasa aku menyebutnya begitu. Aku juga ditemani olehmu. Seseorang yang tak pernah kusangka akan hadir dihidupku dan turut memberi warna dalam hari-hari yang kujalani.

Kamu yang paling tahu bagaimana rasa sakitku. Kamu yang paling mengerti tentang apa yang aku alami. Kamu selalu ada, mengisi posisi yang diabaikan dia. Tapi tetap saja, aku masih miliknya. Aku masih milik dia, yang juga memiliki orang lain.

"Aku gak bakal maksa kamu. Kamu bebas mau milih sama siapa kamu mau berbagi. Cukup 1 dan jangan serakah" kataku suatu hari saat tahu bahwa dia telah berpacaran dengan teman kelasnya.

"Kasi aku waktu" balasnya tanpa ada rasa bersalah. Minta maaf pun tidak. Hahahaa, lagi-lagi aku ingin tertawa.

"Sekarang. Aku atau dia" aku sedikit menaikkan nada suaraku. Mataku dipaksa berair. Sungguh, tak kusangka dia tega melakukan hal ini kepadaku.

Aku menutup mata seraya menggigit bibir bawahku. Tak kubiarkan air mataku tumpah begitu saja. Aku menahannya sekuat yang aku bisa. Jangan menangis. Jangan, kuatku pada diri sendiri.

"Aku pilih kamu" lagi, tanpa ada rasa bersalah sedikit pun. Dengan mudah ia menjawabnya.

Dan sekali lagi, aku percaya kepadanya. Aku menyayanginya, tentu saja aku harus percaya.

"Yaudah, kamu jangan pernah deket sama dia lagi. Terserah, aku gak peduli kalau kalian satu kelas. Pokoknya jauhi dia" tegasku.

"Iya, pelan-pelan yaa" balasnya lagi dengan begitu lembut.

Tentu saja aku kalah. Aku selalu kalah bila sudah mendengar suaranya. Cukup itu saja.

Panggilan pun berakhir.

Hahahaa, untuk yang kesekian kalinya aku masih ingin tertawa mengenang hari itu.

Setelah kejadian itu, dia tak banyak berubah. Masih saja jarang menghubungiku. Paling hanya sebatas 'Yank, hari ini aku ada rapat'. 'Yank, aku sibuk minggu ini'. 'Yank, aku ikut pelatihan selama 3 hari. Maaf ya kalo jarang hubungi kamu'. 'Yank, aku mau hunting. Ada yang minta difotoin'. 'Yank, ada workshop Fotografi. Aku mau ikut'. Seperti itu. Tak pernah lebih. Telponan kala malam pun tak lagi rutin kami lakukan.

"Kak, masih sama Bulan?" sebuah pesan masuk dari Line

"Emang kenapa?" tanyaku pada orang yang mengirimi pesan itu.

"Dia kayaknya pcaran sama Matahari, kak" balasnya.

"Matahari? Anak mana?" tanyaku lagi yang sama sekali tidak mengenal seseorang yang bernama Matahari itu.

Setelah menjelaskan semuanya, akhirnya aku paham. Bahwa dia memang tidak bisa sendiri. Bahwa dia memang tidak sanggup menjalani LDR ini. Dia butuh ditemani, batinku.

Aku, yang terlalu percaya pada rasaku sendiri. Entah ini disebut bodoh, naif, atau hal sejenis lainnya. Tapi aku, tak juga melepaskan. Mencintai dengan rasa sakit. Seperti itu lah aku.

Dan kamu, selalu ada menemani kepatah-hatianku. Karenanya, aku mampu bertahan selama itu. Sampai akhirnya, pesan tiba-tibamu itu.

"Kamu mau jadi pacarku?"

PING!!!

PING!!!

PING!!!

Ponselku kembali berdering. Hhhh...

"Kamu tau kan aku punya siapa? Tolong mengerti" jawaban tidak tegasku, memang pengecut.

"Tapi aku sayang kamu, Debu. Aku gak masalah jadi yang kedua. Aku mau selalu ada buat kamu. Aku bisa ngerti" balasmu lagi.

"Maaf" kataku. Hanya itu. Tidak ada kata lain lagi. Sebuah pesan yang terlalu lama aku ketik-hapus-ketik lagi dan berat saat mengirimkannya.

Jujur, aku pun menyayangimu. Entah ini perasaan sayang yang bagaimana. Yang aku tahu, aku sayang kamu. Begitu nyaman saat bersamamu-walau hanya melalui suara. Aku suka saat kamu membacakan kata-kata untukku sebelum tidur atau menyanyikan lagu-lagu sendu saat begitu rindu pada suaramu. Aku juga suka saat kamu menceritakan tentang segala aktivitasmu. Tentang kepenatan hari-hari yang kamu jalani. Tentang masalah-masalah yang kamu hadapi. Apapun itu, selalu kau bagi denganku. Menyenangkan rasanya.

Setelah balasanku itu, tak ada lagi jawaban darimu. Aku bingung setengah mati. Tolong jangan pergi, teriakku dalam hati.

Esoknya, masih tak ada balasan apapun darimu. Tidak. Tidak boleh seperti ini.

"Bungaaaaa" sapaku.

"Iya, kenapa?" balasmu yang tiba-tiba terasa asing menurutku.

"Kenapa gak bales semalem? Kamu marah?" tanyaku. Aku tidak rela bila harus kehilanganmu juga.

"Emang mau dibales apa? Sya sudah ditolak kan?" Balasmu yang memang terasa asing.

"Bukan ditolak, tpi... Mm, aku gak bisa" kataku dengan pengecutnya.

"Kenapa gak bisa? Aku sayang kamu. Aku rela jadi yang kedua. Itu bukan masalah. Selama aku sama kamu, it's fine. Aku bakal tunggu kamu sampe aku bener bener jadi satu-satunya" balasmu yang membuatku tak bisa lagi berkata-kata.

"Kasi aku kesempatan. Kalau nanti kamu emang gak bisa milih aku, kamu boleh putusin aku kapan aja. Tapi, setidaknya kasi aku kesempatan buat berbagi kebahagiaan sama kamu. Sedikit aja. Aku gak bakal ganggu hubungan antara kamu sama Bulan. Bisa, hm?" balasmu lagi dengan penuh percaya diri.

Aku yang lemah pada perasaan akhirnya luluh juga. Pertahananku kalah.

"Iya, kita pacaran" balasku.

Dan, ya
.
.
.
.
.
AKU SELINGKUH!
.
.
.
.
.
.

My DiaryTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang