Short Message

25 8 2
                                    

Rabu, 03 Agustus 2040 (07.00 PM)

Dring...Dring
Bunyi telepon yang berhasil membuat Alexa terganggu. Ini sudah yang kelima belas kalinya untuk hari ini. Alexa menyerah.Ia menerima panggilan tersebut.

"Seperti yang selalu kutanyakan, nona. Kau bergabung dengan kami atau tidak sama sekali", suara berat itu lagi. Ia tahu siapa itu.

Siapa lagi kalau bukan pria berkepala gundul berkulit hitam itu. Pria yang tak pernah menanggalkan jas hitamnya. Yang selalu berbicara seenaknya saja, dan Alexa membenci hal itu.

Untuk kesekian kalinya Alexa menolak,"Dan seperti yang selalu kukatakan, Sir. Saya menolaknya."

Alexa baru saja ingin menutup teleponnya, sebelum pria itu mengatakan sesuatu,"Kali ini aku menawarkan yang lebih menarik dari sebelumnya. Aku menawarkan kebebasan. Kau tak akan terikat dengan aturan lagi. Kau juga akan bebas dari kasusmu". Ia masih menunggu beberapa saat.
"Tapi itu bukan kasusku", nada bicara Alexa menunjukkan kemarahannya.

" Mungkin. Tapi semua orang berpikir kaulah yang membunuhnya."

Terjadi keheningan beberapa saat. Akhirnya, pria itu membuka mulutnya, "Kita tak akan berdebat melalui telepon lagi, nona. Pukul sepuluh malam, di tempat biasa aku menunggu, dan aku masih setia melakukannya. Selalu."

Alexa menutup telepon dengan marah. Ia menendang lemari disampingnya dengan kasar.

-ALEXA-
Kau tak bisa memperbudakku, Max.

...


Rabu, 03 Agustus 2040 (11.30 PM)

Alexa duduk dalam sebuah taxi. Ia memperhatikan sekelilingnya. Ia mendapat apa yang dicarinya. Terlihat seorang pria sedang duduk santai di sebuah kafe berdinding kaca. Ia terlihat begitu tenang meminum kopinya.

Alexa turun dari mobil. Ia mengenakan mantel cokelat dan bot hitam. Ia berjalan dengan langkah lebar, menyeberangi jalan, lalu masuk ke dalam kafe. Ia segera duduk dihadapan Max.

"Terlambat satu setengah jam, nona", kata Max sambil melirik jam tangannya.

"Aku tidak akan minta maaf untuk itu. Just to the point, Sir", Alexa terlihat sedang menuntut.

"Baiklah. Jadi bagaimana?", Max melipat tangannya di depan dada.

Alexa tak senang dengan sikap Max. Ia mencondongkan badannya kedepan,"Aku akan mendengarkan tawaranmu dulu."

Max tersenyum,"Seperti yang kukatakan kebebasan, nona."

Melihat ketidak tertarikan Alexa, Max menambahkan lagi," Kudengar nenekmu sakit, sakit parah. Aku akan pastikan beliau sembuh, dan juga terlindungi bersama saudara-saudaramu."

"Tapi sebelum itu, aku ingin bertanya. Kenapa harus aku?", Alexa menatap mata Max sangat lekat.
"Seperti yang kau katakan di pengadilan, kau bukanlah pelakunya. Dan aku memberi kesempatan untuk membuktikannya."

Alexa masih diam. Ia menanti kalimat selanjutnya dari Max.
"Dan aku juga tak sengaja mendengar saat kau berbicara dengan psikiatermu. Kau bilang kau tahu siapa pembunuhnya."

"Aku mengatakan sepertinya, Max. Sepertinya!", Alexa menekankan kata 'sepertinya'. Ia memang sedang ragu.

"Walaupun begitu, kau harus membuktikannya, bukan?", desak Max.

Max berdiri dari kursinya,"Kasus ini menyangkut putri dari seorang pengusaha besar. Ia akan melakukan apapun untuk memecahkan misteri kematian putrinya. Dan kau bisa mendapat keuntungan dari itu. Atau kau hanya akan mendapatkan kerugian darinya, Alexa".

Ia pergi tanpa menoleh ke arah Alexa.
Alexa masih duduk dibangkunya.

"Dia hanya melakukan apapun untuk menutupi misteri kematian putrinya", gumaman itu bahkan hampir tidak terdengar. Apalagi Max sudah berada di luar kafe itu.

Apa yang kau pilih?

Pesan itu dari Max. Alexa hanya menatap penselnya cukup lama. Akhirnya ia mengetik dengan jari jarinya yang pucat.

Aku memilih untuk untung.

Sad & SorrowTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang