Part 18

5.8K 1.4K 69
                                    

Ikuti cerita saya di kbm app dan Karyakarsa Suami satu tahun sudah ada di sana.

Sebagian cerita saya sudah tamat bisa di beli berbentuk ebook di playstore buku ketik Aqiladyna. Atau berbentuk pdf original bisa membelinya di wa( +62 822-1377-8824.)

Di pandangi nya Navya yang sedang duduk dengan perut membuncit membaca majalah menikmati cemilan dan segelas susu hangat.

Sungguh pemandangan ini sangat di rindukannya kelak. Dimas mengusap ujung matanya yang basah, ia baru pulang, berdiri bergeming saat mengintip di celah pintu kamar.

Pintu akhirnya di bukanya lebar, Dimas melangkah mendekati Navya yang melirik jutek padanya.

Memang Navya masih menjaga jarak enggan di dekati Dimas.

Saat Navya berdiri ingin beranjak menjauh, Dimas lebih cekatan meraih Navya dari belakang, membuat Navya tersentak kemudian membiarkan saja Dimas memeluknya.

"Aku merindukan mu, tolong maafkan aku." Bisik Dimas tenggelam di cekuk leher Navya.

"Kamu tidak salah, tidak ada yang salah jadi percuma kamu minta maaf." Sahut Navya mengerutkan keningnya.

Perlahan Dimas melepaskan pelukannya dari Navya, tanpa berkata apa apa Dimas melangkah menuju kamar mandi.

Navya menoleh ke belakang tepat tatapannya ke arah daun pintu kamar mandi dimana Dimas sudah berada di dalam sana.

Navya menyentuh dadanya yang terasa nyeri, hati nya lah yang sangat sakit, ia merindukan saat penuh canda tawa bersama Dimas namun kini semua hambar.

Bukan Navya marah pada ketidak pekaan Dimas, ia harus sadar cinta memang tidak bisa di paksakan sudah cukup ia memberi suatu hal konyol pada Dimas tentang pernikahan ini dan Navya tidak mau membuat Dimas tertekan dengan perasaan dirinya.

Selesai mandi Dimas tidak mendapati Navya di kamar, mungkin Navya sudah menunggu di meja makan.

Dimas sudah berpakaian ia keluar dari kamar menuruni anak tangga menuju meja makan, hanya Navya duduk di sana tidak ada keberadaan kakek Javera.

Dimas menggeser kursi lalu duduk bersebrangan dengan Navya.

"Dimana kakek?" Tanya Dimas.

"Tidak enak badan, kakek ku sedang beristirahat." Kata Navya.

Teringat Dimas atas ancaman Nash padanya, tentang kondisi kesehatan tuan Javera. Dimas memang takut ancam itu menjadi kenyataan mengingat keluarga Elmer orang yang paling terpandang dan di segani.

Karena ancaman itu juga lah membuat Dimas mengurungkan niatnya untuk mengakui perasaan nya pada Navya.

Mereka makan dalam diam, tidak ada lagi yang membuka pembicaraan. Selesai makan Navya beranjak duluan, Dimas memperhatikan Navya yang menuju kamar Javera.

Dimas berdiri melangkah ke pintu kamar Javera, membuka pintunya sedikit, ia memperhatikan Navya yang duduk di tepi tempat tidur mengenggam hangat tangan pria tua itu yang sedang tertidur.

Tidak mungkin Dimas tega membiarkan seorang kakek membenci cucunya.

Dimas menutup pintunya melangkah menaiki tangga masuk ke kamar yang di tempati bersama Navya.

Dalam diam pikirannya sebenarnya kalut, Dimas mengusap kasar wajahnya menghempaskan tubuhnya berbaring di tempat tidur menatap kosong langit langit kamar.

Deringan ponsel membuyarkannya, Dimas bangkit memperhatikan ponsel di atas meja nakas, di raihnya segera ponsel nya Dimas pikir Nash yang menghubunginya ternyata telpon dari ibunya.

"Hallo!" Dimas mengangkat panggilan itu.

"Dimas, warung ibu kebakaran Dim." Isak ibunya di balik ponsel.

Kedua mata Dimas membulat kaget.

"Dimas segera ke sana bu." Dimas mematikan ponselnya, ia bergegas mengambil jaket di dalam lemari beranjak ke luar menaiki sepeda motornya menuju rumah ibunya.

###

Tidak biasanya Dimas pergi tanpa izin padanya, apa lagi ini sudah sangat malam, Navya menghela nafasnya, memang ia kecewa tapi ia tidak bisa berbuat apapun, saat Navya ingin berbaring ia menatap ponsel Dimas ketinggalan.

Navya mengambil ponsel itu, entah dorongan apa Navya memeriksa isi pesan ponsel Dimas.

Tidak lama ada pesan masuk, Navya mengerutkan keningnya, wajah nya berubah pias saat membaca pesan tersebut.

Tidak lain dari seorang wanita yang bernama Netha.

Memang isi pesan tidak mesra, tapi Navya bisa merasakan kepedulian tinggi wanita ini pada suaminya.

Hanya ucapan selamat malam dan semoga mimpi indah.

Tidak harus seorang wanita mengirimkan pesan demikian pada lelaki yang sudah beristri.

Atau memang di belakang Navya mereka sedang bermain main, persis seperti arti mimpi Navya.

Pernikahan ini memang kontrak tapi tetap Navya tidak rela kalau Dimas bermain api sebelum sah bercerai dari nya.

Jarum jam terus berputar, Navya berbaring gelisah di tempat tidur, matanya tidak mau terpejam sejak tadi memikirkan Dimas yang tidak kunjung pulang.

Kemana Dimas? Navya bagkit duduk di tepi tempat tidur, di pandanginya jam waker di atas meja nakas yang menujukan pukul 4 dini hari.

Navya berdiri melangkah ke jendela membuka tirainya, matanya menyipit saat sepeda motor memasuki halaman dan Dimas sudah pulang.

Navya tetap dalam posisinya menunggu Dimas memasuki kamar.

Klek

Terdengar pintu terbuka, Dimas melangkah gontai masuk ke kamar, ia menatap ke arah Navya yang berdiri membelakanginya dari jauh.

"Kamu sudah bangun?" Sapa Dimas.

Navya berbalik terlihat jelas kilatan amarah di manik mata wanita itu.

"Tanpa pamit kamu pergi dan baru kembali jam segini, kamu lupa ini bukan hotel, ini adalah rumah ku."

Dimas tertunduk, ia tau ia salah karena biasanya ia pamit lebih dulu pada Navya.

"Bagaimana pertemuan mu dengan wanita baru mu?" Tanya Navya sinis.

Kening Dimas mengerut dalam atas pertanyaan Navya.

"Aku tidak akan melarang mu menjalin hubungan dengan wanita manapun, tapi tidak di saat pernikahan ini masih kamu jalani bersama ku." Geram Navya.

Dimas tertawa samar." Begitu negatif kah pikiranmu tentang ku, aku bisa terima saat kamu pernah memandang rendah diriku, aku mengalah saat kamu bicara kasar padaku tapi tidak saat kamu menuduh ku yang tidak pernah aku lakukan."

"Tanpa perasaan apapun kamu rela mengadai harga dirimu pada ku demi uang, jadi pikiran negatif ku tidak pernah salah bukan kamu juga bisa melakukan hal sama di luar sana."

"Navya!" Emosi Dimas tersulut ia membanting jaketnya ke lantai melangkah lebar menyentuh bahu Navya dengan kasar.

"Aku benar bukan?" Bisik Navya setetes air matanya meluncur membasahi wajah cantiknya yang memucat.

Dimas mengambil nafasnya dalam mencoba mengontrol amarahnya.

"Kamu benar, aku yang salah." Bisik Dimas sadar menyakiti Navya dengan cengkraman tangannya di bahu Navya.

"Kita memang berbeda Navya, semuanya tidak akan pernah sama." Lirih Dimas pandangannya berkaca kaca, ia mengalihkan tatapannya ke maja nakas melangkah mengambil ponselnya, serta jaket nya yang tergeletak di lantai.

"Ibu ku baru mengalami musibah karena buru buru aku lupa pamit padamu, warungnya di bakar seseorang, " kata Dimas.

Hening sesaat, Dimas memilih keluar dari kamar karena tidak di tanggapi Navya.


Tbc

28/006/2018

Suami Satu TahunTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang