09• dear taeyong

1.8K 404 42
                                    

Rumah Jisoo ramai pengunjung. Teman-teman sekolahnya antara lain; Yuta, Johnny, Mingyu, Lisa, Nayeon, Jennie dan Jungkook. Masih mengenakan pakaian sekolah dan beberapa buah tangan untuk Jisoo yang sedang sakit. Bunda menjadi begitu sibuk, dan Jisoo yang juga membantu Bunda untuk mengeluarkan cemilan-cemilan yang biasanya tersimpan di lemari dapur.

"Aduh bunda gak usah repot-repot hehe." Cengir Yuta, yang kemudian sigap meminum sirup rasa jeruk sesaat Bunda menaruhnya diatas meja. Jennie yang kebetulan berada disamping Yuta dengan suka rela menoyor kepala Yuta hingga nyaris tersedak, sedang yang lain membantu menyoraki saja.

"Jadi enak kan?" tanya Bunda ramah. Semuanya cengengesan malu-malu sambil mengangguk.

"Ini semuanya temen Jisoo?"

"Iya Bun hehe, pernah sih Mingyu deketin Jisoo, Bun. Tapi belum nyatain udah ditolak." Ujar Jungkook yang sukses membuat Mingyu murka. Itu sekitar satu setengah tahun yang lalu, jelas saja Mingyu sudah move on.

"Wah iya gyu?" Tanya Bunda, kepo. Fyi, sifat bunda ini bisa sebelas dua belas dengan Haechan. Jelas Bunda berhasil menurunkan sifat nano-nanonya kepada anak bontot di keluarganya.

"Iya tante hehe. Katanya sih karena Mingyu kulitnya coklat hehe." Masih tersenyum, Mingyu berusaha tegar. Beruntung bengkak di wajah Jisoo sudah agak kempes, sehingga tertawa pun tak begitu sakit seperti kemarin-kemarin.

"Padahal kan coklat eksotis ya gyu." Bela Bunda, jangan tanyakan bagaimana ekspresi Mingyu. Ia amat sangat terharu karena dari sekian manusia di ruang tengah ini, ada satu yang paham dan mengerti keadaannya.

"Iya Bun betul banget, Aku sih kayaknya laku sama yang western western gitu Bun."

Jungkook mencelos, kesal juga dengan teman sebangkunya yang over narsism ini.

"Gak usah sok inggris laa, kita remed bareng, inget."

"Eh sama, gua juga remed." ikut Nayeon sambil meminta high five pada Jongkook. Yang diminta hanya menatap datar mengacuhkan tangan Nayeon yang masih mengudara. Pasalnya, Jungkook tiba-tiba ingat pacarnya di rumah.

"Jis, kan Haechan juga coklat, Kai sepupu kamu juga coklat. Jangan gitu dong sama Mingyu."

"Maka dari itu Bun, aku kesel sama Haechan."

Semua tertawa, termasuk Jisoo yang pada akhirnya menghentikan tawa ketika ia melihat Taeyong berjalan beriringan bersama Bona menuju rumahnya. Lisa yang kebetulan duduk di samping Jisoo pun melihatnya, diikuti yang lainnya, menyambut kedatangan Bona dan Taeyong.

"Wih, berduaan banget ini?" Tanya Johnny kepanasan. Yuta yang berada disamping Johnny hanya mampu menepuk pundak Johnny agar tabah, meski kenyataannya bibirnya menahan untuk tak menertawai Johnny.

"Nampaknya kita bakalan kenyang bentar lagi, iya gak jis?" Senggol Lisa yang dibalas anggukan pelan oleh Jisoo. Sedang Bona menyelak Lisa untuk duduk di samping Jisoo, Taeyong masih bertahan di depan pintu rumah Jisoo, menatap Jisoo untuk memberi tahu bahwa ia akan pulang terlebih dahulu sebelum bergabung dengan yang lain. Jisoo melihatnya, meskipun hanya berupa acuhan yang dibalas kepada Taeyong.

"Eh ikut dong yong!" Teriak Yuta ketika Taeyong baru menjauh satu langkah dari pintu rumah Jisoo. Sampai hanya tersisa Jisoo, Lisa, Nayeon, Jennie dan juga Bona di ruang tengah.

"Lo pacaran Na sama taeyong?" Tanya Nayeon kepo.

"Apasih gosip deh!" Jawab Bona tak peduli. Ia justru memilih mengeluarkan buku catatannya dan memberikannya kepada Jisoo.

"Ini Jis, catatan kemarin sama hari ini."

"Makasih Na." Jawab Jisoo tersenyum simpul. Tanpa mengambil buku Bona, ia izin ke belakang sebagai upaya untuk menjauhi tatapan Bona darinya. Jisoo takut bahwa tatatapannya cukup kentara untuk terlihat kecewa. Ia tak sanggup untuk menjelaskan. Seperti yang ia tekadkan bahwa menjauh hingga menguap adalah salah satu solusi untuk mempertahankan persahabatan yang ia miliki.



Dear Taeyong,

Jisoo menghela nafasnya. Ia kini sendiri di dalam kamarnya, duduk dan menulis diatas meja belajarnya. Sekedar meluapkan apa yang sebelumnya tak mampu ia ungkapkan.

Flyin' atau fallin' untukku sama saja. Aku menyukaimu. Kenapa ya, dari sekian banyak manusia, harus kamu? sahabatku sendiri. Dan parahnya, kau tak sanggup menangkap gelagat anehku, dan aku lebih tak sanggup mengutarakannya padamu. Tapi, aku janji sama diriku sendiri. Taeyong, kalau dewasa nanti aku masih mampu menyukai kamu dalam diam, aku akan memilih mengungkapkan, keras-keras kalau perlu, agar semua orang tau aku menyukaimu.

Jisoo mengambil ponselnya yang bergetar singkat. Pesan masuk dari Bona mampu menghentikan aktivitas Jisoo dari menulis diarynya tentang Taeyong. Pesannya tak terlalu panjang, juga tak pendek. Jisoo beruntung memiliki teman yang sangat pengertian seperti Bona.

From: Bona
To: Jisoo

Jis, gue gak tau ini bener atau enggak. Tapi, kalau lo nganggep gue ada apa-apa sama taeyong, lo salah banget Jis.. Taeyong cuma minta tolong ke gue untuk jadi vokalis band acara pensi minggu depan.

Tuk.

Jendela terketuk yang tak salah lagi oleh batu kecil yang biasa Taeyong lempar. Sigap, Jisoo membuka jendela dan mendapati Taeyong yang tersenyum lebar kala Jisoo membuka jendelanya cepat.

"Dikirain marah."

"Emang."

"Kenapa marah?"

"Rahasia lah." Jisoo tertawa, dengan Taeyong yang ikut tertawa. Malam itu mereka mengobrol hingga malam semakin larut. Jisoo dengan harapan barunya dan Taeyong dengan perasaan bahagianya.

Keesokannya Jisoo yang masih belum masuk sekolah tengah bersantai memainkan ponselnya, bermain games yang baru saja ia instal sambil memakan cemilan dengan lahap. Kegiatannya terhenti, Bunda menjatuhkan gagang telepon yang sempat tergenggam, lalu berjalan panik mendekati Jisoo yang terdiam.

"Jis, Bus yang dikendarain Taeyong kecelakaan."

Selama perjalanan menuju rumah sakit, Jisoo melihat beritanya. Bus tersebut mengalami kerusakan fungsi, oleng dan menabrak trotoar hingga Bus miring kearah kanan, lalu terbalik. Itu mengerikan, sampai Jisoo tak sanggup mengeluarkan air matanya meskipun ia ingin.

Keadaan rumah sakit ramai oleh keluarga korban. Bunda merangkul Jisoo, membawa Jisoo duduk di depan ruang ICU, dimana Taeyong berada di dalamnya. Pun orang tua Taeyong sudah berada disana, mamah menangis tersedu dan papah yang menguatkan. Mamah segera memeluk Jisoo erat yang dibalas tepukan ringan pada punggung mamah berusaha menguatkan.

Jisoo tak pernah membayangkan genre seperti ini muncul pada hidupnya.

"Keluarga Taeyong?"

Tak terkecuali Jisoo, melihat kearah dokter yang baru saja menangani Taeyong. Dengan tatapan kosong, dan juga benci.

Taeyong tak tertolong

Mamah menangis tersedu, Jisoo terjatuh dengan kaki lemas.

Papah taeyong—yang biasanya terlihat kuat— kini tak beda jauh rapuhnya seperti mamah. Anak sulung mereka, harapan mereka, buah hati mereka. Jisoo ingin sekali memaki, kepada siapa?

Bunda membantu Jisoo berdiri, membawanya duduk pada kursi yang masih kosong.

Handphone Jisoo bergetar singkat, berharap setidaknya pesan tersebut berasal dari Taeyong, memberi tahu bahwa semua ini lelucon, bahwa kematian tak sedang benar-benar terjadi menghampirinya.

Jisoo menangis, harapannya terkabul. Itu memang pesan dari Taeyong.

From: Taeyong
To: Jisoo

Aku sedang mencintaimu.

•if we stay•

If We Stay- Taesoo✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang