010• loving you is red

1.7K 385 33
                                    

Jisoo terduduk dipinggir tempat tidur. Diam dan melihat tepat di depan jendela kamarnya yang terbuka lebar. Aneh, Taeyong belum juga muncul disebrang sana.

Atau, memang takkan pernah muncul. Mengapa ketidak pastian saat itu jauh lebih indah dibandingkan hari ini, dimana kepastian tentang ketiadaan Taeyong benar adanya.

Jisoo memegang erat handphone Taeyong. Layarnya menyala terang. Pesan yang baru saja terkirim di handphone Jisoo kemarin, terlihat pula di pesan terkirim Taeyong. Kini hanya itu yang tersisa, yang dapat Jisoo yakini bahwa setiap perbincangan yang mereka ungkapkan hingga berlarut malam, adalah perasaan jatuh dan tatapan yang sama. Seandainya Jisoo tau itu, ia takkan berdiam menangis di dalam kamarnya.

Bona memasuki kamar Jisoo. Keberadaannya tak mampu membuat Jisoo menolehkan kepala, mengalihkan pandang dari pesan terakhir Taeyong kepadanya. Tidak. Seandainya Taeyong ungkapkan rasa sukanya secara langsung. Kini hanya bersisa Jisoo dengan rasa penyesalan dan benci yang gamang entah untuk siapa. Dan air matanya yang menetes satu persatu membasahi layar ponsel Taeyong yang masih tergenggam.

"Jis..." Panggil Bona pelan, memegang pundak Jisoo kuat-kuat.

"Ada yang lebih tolol dari ini gak sih Na? Dia tau handphone gue rusak dan gak bisa di sms. Disaat gue di depan dia, dia cuma diem seolah cuma gue yang suka sendirian. Dia tau nomor gue gak aktif. Dia tau Na!"

Bona berusaha menenangkan Jisoo dengan setiap kata kasar yang mendadak keluar dari mulutnya. Pun tangannya yang tak diam memukul dadanya yang terasa sesak. Berharap setidaknya dengan itu, perasaan sesak tersebut menghilang digantikan ketenangan sebelum Taeyong tiada. Atau bahkan sebelum Jisoo tau bahwa ia menyukai sahabatnya sendiri. Ia rindu masa emas di hidupnya, dimana menyukai tak semenyakitkan ini.

"Taeyong brengsek!" Jisoo berdiri, berjalan cepat kearah lemari pakaian, membuka kopernya dan serta merta membuang foto-foto taeyong dan dirinya yang sempat terpajang di kamarnya. Handphone taeyong, handphone nya, pun psp taeyong.

"Jis, taeyong juga gak tau kalau dia bakal mati!" Tegas Bona. Berhasil membuat Jisoo terdiam, matanya menatap kosong jendela kamar taeyong disebrang sana. Sepi sekali. Jisoo amat membencinya.

"Kalau gue tau dia bakal mati secepat itu Na, gue gak akan pernah mau jadi sahabatnya."

Bona menangisi Jisoo. Betapa malang hati sahabatnya yang rapuh akan kehilangan. Betapa sadarnya Bona bahwa Jisoo tengah mencoba mengganti rasa sukanya menjadi rasa benci, agar melepaskan tak sesulit ini lagi. Bona pergi meninggalkan Jisoo yang butuh sendiri, merenungkan segala hal. Dan Mark ada di depan pintu kamar Jisoo, bersama Haechan yang menemani sahabatnya dalam kondisi paling terpuruk.

"Maafin kakak gua ya chan, gak bisa nemenin kak Jisoo sampai dewasa nanti."

Bukan waktu yang tepat juga untuk Mark memikirkan Jisoo. Haechan tau bahwa lebih dari itu, Mark sangat membutuhkan sosok Taeyong, yang kini memilih percaya untuk Mark survive tanpa seorang kakak. Namun, Haechan berjanji bahwa ia akan menjadi sosok sahabat yang selalu ada.

Mark dan Haechan terkejut, kala suara ambruk terdengar dari dalam kamar Jisoo. Sigap mereka berlari tak terkecuali Ayah dan Bunda dari lantai bawah. Jisoo sudah tergeletak disana. Dengan pergelangan tangan yang darahnya mengalir kian deras. Bunda menangis keras. Semua mendadak kacau, tak ada satupun manusia yang berharap mendapatkan narasi hidup seperti ini.

Haechan mengambil baju milik Jisoo asal di dalam lemari, lalu merobeknya untuk diikatkan pada pergelangan tangan kanan Jisoo.

Sedang Ayah mengangkat Jisoo, bunda yang mengikuti dibelakangnya dengan isak tangis kian menjadi, Mark dan Haechan justru menemukan secarik kertas diatas koper Jisoo. Tinta merah, dengan kalimat mengerikan yang membuat siapapun yang membacanya merinding, ketakutan.


Kalau kita ketemu di masa selanjutnya. Aku gak akan nunggu kamu mati. Aku yang akan buat kamu mati, yong.

•if we stay•

If We Stay- Taesoo✔️Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang