Part 4

1.7K 323 35
                                    

"Apa yang eomma bilang soal pergi bekerja? Kau akan baik-baik saja kalau tidak pergi kemarin!" Ibu Kim memarahi Taeyong yang pulang pagi dengan keadaan sedikit berantakan. Ia ketiduran di ruang istirahat pom bensin dan baru pulang saat matahari sudah terbit.

"Iya, eomma..." Taeyong menjawab sekenanya. Ia masih sangat mengantuk dan diceramahi pagi-pagi sangat tidak menyenangkan.

"Hei, dengar tidak?" Ibu Kim makin marah karena Taeyong hanya berlalu lalang tanpa mendengarkan ocehannya. Karena biasa mengurusi banyak anak, ibu Kim memang agak cerewet. Apalagi karena sekarang anaknya tinggal satu. Semua kecerewetannya dilimpahkan pada Taeyong. Tapi Taeyong bukan anak-anak lagi!

"Ini, eomma. Setorkan pada mereka segera." Taeyong menyerahkan amplop gajinya untuk membungkam ibu Kim. Setidaknya ibu Kim akan mulai membahas hal lain kalau ia sudah menyerahkan gajinya.

"Taeyong-ah..." Ibu Kim lagi-lagi dibuat jengah dengan tingkah Taeyong. Seluruh gajinya dari bekerja di hotel diberikan untuk membayar hutang? Bagaimana dengan kebutuhannya sendiri?

"Bayar kuliahmu?"

"Sudah pinjam dari Doyoung. Berhutang pada Doyoung lebih baik daripada berhutang pada rentenir. Aku ingin segera lepas dari mereka..." Jelas Taeyong sebelum ibu Kim bertanya lagi. Ia lalu mencuci tangannya dan bersiap menyantap sarapan yang telah disiapkan ibu Kim di meja kecil mereka. Ia sudah sangat lapar. Ini adalah makan besar pertamanya sejak kemarin siang.

Ibu Kim menatap Taeyong iba. Anak yang seharusnya memiliki masa depan cerah itu harus bekerja keras seorang diri karena memilih hidup bersamanya. Ibu Kim memang berterima kasih pada Taeyong karena itu, tapi ia merasa Taeyong berhak menikmati hidup bahagia, tanpa memikirkan hutang-hutang mereka.

Ibu Kim meraih tangan Taeyong yang menganggur selagi ia mengunyah makanan. Taeyong menatapnya heran. "Kalau kau sudah menemukan pasangan yang cocok, segeralah menikah dan bangun keluarga yang baru, Taeyong-ah."

"Eomma bicara apa? Aku masih 24 tahun, kuliah saja belum lulus-lulus..." Taeyong menggeleng-gelengkan kepalanya karena permintaan aneh ibu Kim.

"Menikah muda tidak buruk. Tapi jangan sampai salah pilih pasangan. Carilah seseorang yang benar-benar mencintaimu. Lebih baik lagi kalau dia kaya. Jadi eomma tak perlu melihatmu bekerja keras lagi."

"Kaya belum tentu bahagia eomma."

"Ya, tapi kau tak akan pernah bisa bahagia kalau memiliki hutang, anak pintar."

"Hmmm... Kurasa jadi kaya bagus juga. Aku bisa membangun panti yang besar dan bagus kalau jadi orang kaya. Atau setidaknya menjadi donatur tetap panti. Cita-cita yang bagus kan, eomma?"

"Aigooo.... Cita-citamu tak pernah berubah ya sejak kecil..." Ibu Kim mengacak gemas rambut Taeyong karena menemukan kembali sisi kekanakan dari pemuda 24 tahun itu. Membuat ia kangen masa lalu. Bagaimana ya kabar anak-anaknya yang lain?

....

Jung Jaehyun sudah kembali siap dengan stelan jas formalnya. Jam masih menunjukkan pukul 6 pagi, tapi ia sudah tampil rapi dan siap bekerja di hari pertama magangnya. Johnny Seo, sang asisten pribadi kurang ajar, memberinya segelas cappucino.

"Your task list sudah dikirim ayahmu." Johnny memainkan handphonenya dengan sebelah tangan sementara tangan lainnya memegang cangkir kopi yang ia hirup isinya pelan-pelan. "Haha, look! Kurasa kau harus mengganti pakaianmu, Jay! Kau akan bekerja di dapur hari ini!"

"Dapur?" Jaehyun mengernyit bingung.

....

"Selamat datang tuan Jung. Saya sudah diberi tahu Anda akan datang hari ini. Saya akan membantu Anda sebisa mungkin."

Our BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang