Part 2

1.9K 329 12
                                    

Taeyong terbangun besok paginya. Tanpa sadar sudah tertidur seperti orang mati. Tapi tubuhnya sudah jauh lebih baik dari kemarin. Ia bahkan bisa turun dari tempat tidur dan berlari keluar kamar dengan semangat.

"Eomma~ aku lapar. Aku mau makan bersama Jaehyun~"

Taeyong tiba di dapur tepat saat anak-anak yang lain sedang sarapan. Dan teriakannya itu berhasil membuat semua yang di sana menengok padanya.

"Kau bicara apa Taeyong hyung? Jaehyun hyung sudah tidak ada." ucap Jaemin dengan raut wajah bingung.

Taeyong lebih bingung lagi. "Tak ada? Maksudnya?"

"Dia kan diadopsi kemarin. Memangnya dia tidak mengatakannya padamu hyung?" Kali ini Doyoung yang berwajah bingung.

"Diadopsi..." Entah karena otaknya sedang lambat atau apa, Taeyong tampak kesulitan mencerna kata itu.

Ibu Kim datang ke meja makan. "Ada apa Taeyong-ah?"

"Eomma, apa benar Jaehyun diadopsi?"

"Ya, kemarin. Bukannya dia sudah berpamitan padamu?"

Baiklah. Kalau ibu Kim yang sudah berkata, maka ini bukan candaan lagi. Seisi dada Taeyong serasa ingin meledak.

"KENAPA TAK ADA YANG MEMBERITAHUKU?!"

Dan Taeyong benar-benar meledak setelahnya.

....

Ledakan Taeyong benar-benar terjadi cukup lama.

Ibu Kim tidak pernah melihat anak senormal Taeyong sebelumnya. Saking normalnya sampai ia tak pernah mengungkapkan emosinya sekalipun. Itu membuat ibu Kim cemas. Dan kecemasan itu terbukti saat akhirnya Taeyong benar-benar meledak karena suatu hal yang tak disangkanya.

Kepergian Jaehyun.

Taeyong berteriak-teriak, menangis, bahkan sampai menolak bicara dengan siapapun saat ledakannya sudah reda.

Padahal Jaehyun bukannya pergi untuk selamanya. Ia hanya diadopsi. Oleh sepasang suami istri kaya yang akan segera pindah ke Amerika. Tapi bagi Taeyong kecil itu berarti perpisahan untuk selama-lamanya. Perpisahan tanpa berpamitan.

Semuanya memang terjadi begitu mendadak dan cepat. Dan salahnya lagi, terjadi di saat kondisi Taeyong berada di titik terendah. Di saat ia berada di titik terendah dan hanya Jaehyunlah yang bisa membantunya untuk merangkak bangkit.

Sekarang di kondisi fisiknya yang masih lemah, Taeyong ditimpa lagi oleh beban batin terberat menurut pikiran anak 9 tahun itu. Kehilangan seorang adik sekaligus sahabat terbaiknya. Taeyong hanya berbaring diam di kasurnya sepanjang hari. Menolak untuk didekati, apalagi untuk makan.

Semua anak panti dan ibu Kim prihatin melihat kondisi Taeyong. Pikir mereka semua akan baik-baik saja saat Jaehyun bilang sudah berpamitan dengan Taeyong. Tapi nyatanya apa? Taeyong sama sekali tak tahu menahu dan merasa dibohongi. Mereka tak mengerti kenapa Jaehyun tidak mengatakan apapun pada Taeyong.

....

Tiga hari Taeyong bertahan pada kekeraskepalaannya untuk menolak siapapun. Ia hanya akan bergerak saat tak ada siapapun di sekelilingnya. Itu pun hanya saat ia merasa butuh ke kamar mandi. Untuk memuntahkan sesuatu yang tak bisa dimuntahkan. Beban di dadanya. Sesak.

Pagi itu Jisung berteriak-teriak karena menemukan Taeyong pingsan di kamar mandi. Wajahnya seputih kertas dan jangan tanya tubuh kurusnya sudah serapuh apa. Sirine ambulans terdengar, menemani Taeyong yang diboyong ke rumah sakit terdekat.

Di rumah sakit pun, kondisi Taeyong tidak membaik. Ia pingsan atau tidur, tidak ada yang tahu, hingga tiga hari selanjutnya. Saat terbangun tatapan matanya kosong. Ibu Kim membawa anak-anak panti bergantian untuk menjaga dan membujuk Taeyong.

Our BondTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang