Musuh Bebuyutan

3.5K 286 0
                                    

"Haris!"

Aku mendengar seseorang memanggilku, tapi anehnya aku tak menemukan asal suaranya. Baru beberapa detik kemudian pemilik suara muncul di pintu kelas sambil terengah-engah.

"Ris! Tolong Ris!"

Suara itu membahana ke seluruh ruangan hingga ruangan tiba-tiba menjadi senyap karena semua mata kini tertuju ke arah pintu. Imron, pemilik suara langsung melempar senyum khasnya seolah minta maaf sambil memburu ke arah ku. Tak berapa lama, ruangan kembali riuh dengan aktifitas yang sempat tertunda.

"Ada apa, Im?"

"Ayo buruan Ris. Ada butuh pertolonganmu!" Imron langsung menarik tanganku tak peduli aku sedang menulis.

"Iya, tapi ada apa?" tenaga Imron lumayan kuat sehingga aku seperti ditarik kerbau dari kursiku.

"Pokoknya ikut aku dulu. Ayo!"

Imron mengajakku berlari menuju lapangan. Beberapa kali dia jauh di depanku tapi kemudian berhenti berbalik ke arahku lagi sambil menarik tanganku. Seolah-olah lariku seperti keong.

Mau gimana lagi, aku bukan pelari dan aku tak suka lari. Aku bisa jalan seberapa pun jauhnya, tapi jika harus lari, maka aku akan berada di urutan paling belakang. Kecuali jika ada anjing di urutan paling belakang, mungkin itu bisa memotivasiku berlari lebih kencang.

Tepat di tengah lapangan, ada banyak orang berkumpul. Dan saat kutahu siapa yang ada ditengah-tengah mereka, aku langsung berhenti. Aku mencoba mengatur nafasku yang tersengal-sengal.

"Ris! Ayo buruan!" teriak Imron.

Aku cuma diam tak menjawab. Mataku tertuju ke arah orang yang duduk ditengah-tengah lapangan dengan ekspresi jengkel dan tak peduli.

"Iya, aku ngerti. Tapi ini darurat Ris!" Imron seolah membaca pikiranku. Aku masih tak bergeming.

"Ris. Besok ada tanding bola sama SMA sebelah, kita bisa kalah kalo gak ada dia." Kini wajah Imron seperti memohon.

Kini aku menatap Imron seolah bertanya, Kok kamu mudah banget memaafkan orang?

Kutatap begitu, Imron cuma tersenyum dengan senyum khasnya. Aku jadi makin malu jika melihat Imron. Dia memang berjiwa besar.

Aku menghela napas panjang dan menghampiri orang yang terduduk di lapangan. Dia nampak meringis menahas sakit. Tentu saja aku mengenalnya, bahkan semua orang di sekolah pasti mengenalnya. Dia adalah Ikhsan, salah satu predator di sekolah.

Dia adalah salah satu predator asli, yaitu predator yang memenuhi semua kriteria menjadi predator. Badannya lumayan tinggi, setidaknya lebih tinggi sepuluh sentimeter dari tinggiku. Badannya juga tak kurus sepertiku, tapi juga tak gemuk seperti Fahri. Tampangnya adalah pujaan para wanita populer dengan rambut yang lurus sedikit panjang. Jago main sepakbola dan terakhir, ke sekolah dengan Motor Tiger terbaru. Kriteria itu lebih dari cukup untuk menjadi predator asli.

Tapi sekarang, kulihat semua itu tak ada artinya. Siapapun dia, jika sudah kesakitan, gak ada bedanya. Kelihatan lemah. Semua predator ada di sekelilingnya dengan wajah panik.

"Ris, kata Imron kamu bisa ngurut?" Yosep menatapku. Itu jelas membuatku gak nyaman sama sekali.

Aku cuma diam dan jongkok di depan Ikhsan.

"Yang main bola kaki, kenapa yang terkilir tangan?" celetukku tiba-tiba tanpa aku sadar kenapa aku melakukannya.

Mendengar itu, semua mata predator langsung menatapku marah. Ups, kataku dalam hati.

Aku langsung melakukan metode yang sama seperti yang kulakukan pada Imron. Aneh juga, pikirku. Lokasi dan jenis terkilirnya bisa sama persis dengan yang dialami Imron. Mungkin ini yang disebut Karma.

Inikah Cinta? [Just a Love Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang