My Friend

5.1K 342 9
                                    

Namanya Niko Setiawan. Aku mengenalnya sejak kelas satu dan aku tak akan pernah melupakan bagaimana kami berkenalan.

Saat itu, aku duduk sebangku dengan Mirza, anak yang sangat pendiam. Bagaimana kami bisa sebangku pun, karena memang tidak ada pilihan lain. Semua sudah duduk dengan teman yang mereka kenal dan mungkin cuma kami berdua yang tak memiliki kenalan di kelas itu. Karenanya, kami tak banyak ngobrol atau lebih pasnya gak pernah. Termasuk saat itu, saat pelajaran bahasa Indonesia.

Ketika Guru masuk kelas, semua siswa dengan tertib mengeluarkan buku pelajaran yang nampaknya masih baru, kecuali aku. Tentu saja aku tidak lupa bawa ataupun ketinggalan. Tapi saat itu, aku memang tidak memiliki buku pelajaran.

Awalnya, ku pikir aku bisa meminjam dari kakak kelas, tapi ternyata gak semudah itu. Memang aku mendapat beberapa pinjaman, tapi masih banyak palajaran yang belum ku dapat. Dan salah satunya adalah bahasa Indonesia.

Masalahnya, dengar-dengar, guru Bahasa Indonesia termasuk guru yang galak. Dia paling tidak suka dengan murid yang tidak siap untuk belajar dan biasanya, tanpa ampun, dia akan menghukum murid itu dengan berdiri di depan kelas selama pelajarannya.

Mataku was was mengikuti setiap gerakan Pak Tanjung dan jantungku mulai berdegub saat ia mulai mengeluarkan buku dari tas-nya.

"Silahkan buka halaman lima!" suaranya menggelegar.

Seketika, keringat dingin mulai menetes di pelipisku. Kulihat seluruh anak mulai sibuk mencari halaman yang diminta. Aku cuma diam mematung. Mataku masih menatap setiap gerakan Pak Tanjung. Dan aku sangat yakin, sebentar lagi ia akan menunjuk salah satu dari kami.

"Jangan saya, jangan saya, tolong." Ku pikir aku sedang bicara dalam hati. Tapi ternyata aku berbisik, seperti orang yang sedang merapal mantra.

"Nah, kamu!"

Tiba tiba semua mata menuju ke arahku. Kini keringat tak lagi menetes, tapi mulai banjir. Mungkin, jika ada cermin di depanku, aku bisa melihat wajahku yang pucat pasi.

"Coba kamu baca yang keras, yah." lanjut Pak Tanjung.

Aku tak tahu harus berkata apa. Dan saat aku hendak berdiri untuk menyerahkan diri menerima hukuman, tiba-tiba ada seseorang menyodorkan buku. Aku langsung menoleh ke arah orang tersebut penuh rasa keheranan. Orang yang duduk di bangku sebelah ku itu cuma melempar senyum dan berbisik, "Buruan baca!"

"Hei kamu!"

Kami serempak langsung menoleh ke Pak Tanjung.

"Apa yang kamu lakukan?", tanya Pak Tanjung penuh selidik.

"Saya Pak?" anak itu balik bertanya sambil menjulurkan lehernya agar lebih kelihatan.

Entah apa yang terjadi, wajah galak Pak Tanjung tiba-tiba hilang.

"Oh, ya sudah. Tak apa-apa." jawab Pak Tanjung.

"Kamu!" kini jarinya menunjuk kearahku. "Cepat baca!"

Aku masih keheranan, bagaimana dengan santai anak itu bisa menjinakkan guru yang konon super galak itu. Dan anak itu bernama Niko.

Sejak kejadian itu, kami mulai akrab. Bahkan, kami memutuskan untuk tukar teman duduk agar bisa semeja. Tentu saja, orang yang paling diuntungkan adalah aku. Entah apa alasannya dia mau duduk sebangku denganku, karena yang terjadi bukanlah simbiosis mutualisme. Aku seperti tumbuhan yang menempel pada inangnya dan mengambil keuntungan dari si inang.

Bagaimana tidak? Dia memberiku buku pelajaran, mengajariku beberapa pelajaran, bahkan meminjamkan buku PR. Dan semua itu, dia lakukan tanpa embel-embel apapun. Dia melakukannya seperti sebuah hobi.

Inikah Cinta? [Just a Love Story]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang