Prolog

100 16 5
                                    

Happy reading📖

Kael memasuki rumahnya dengan langkah gontai, tidak ada yang beres dengan penampilannya. Rambut yang awalnya terkepang rapi menjadi acak acakan, mata sembab, dan muka merah. Beberapa jam yang lalu ia menyaksikan pertengkaran orang tuanya sehingga ia memilih menenangkan diri di taman.

"Dari mana saja kamu?" tanya ayah Kael. Kael tidak menghiraukan ucapan ayahnya. Ia hanya berjalan terus menuju kamarnya. Yang ia butuhkan hanya menangis semalaman di kamar.

*******

Paginya, Kael menatap dirinya di cermin. Kael menyadari betapa besar pengaruh broken home bagi dirinya terutama penampilannya saat ini.

"Gue udah kayak mayat hidup" ucapnya sambil menyentuh pipinya.

Kael berjalan menuju pintu kamarnya . Tepat saat ia memegang knop pintu, terdengar suara benda yang pecah dari ruang tengah disertai suara teriakan.  Ia yakin itu suara teriakan ibunya. Kael pun berlari menuju sumber suara tersebut dan betapa terkejutnya ketika melihat ibunya tertunduk dengan darah yang mengalir di tangannya.

"Ibu, ibu nggak apa apa?" tanya Kael dengan nada khawatir air matanya sudah menggenang dipelupuk matanya.

" Nggak nak. Ibu nggak apa apa" jawab ibunya sambil meringis.

"Biar kael bantu ibu yah! Tangan ibu harus diobati" tangis Kael pecah

"Nggak nak ibu nggak apa- apa" melihat ibunya yang terus menangis menahan sakit, emosi kael memuncak.

"Ayah kalau nggak suka sama Kael dan ibu,biarkan kami pergi. Apa gunanya kami disini kalau kami hanya menderita?" Kael berucap sambil terisak.

"Kael ibu mohon jangan bilang seperti itu pada ayahmu nak"Kael tidak menghiraukan ucapan ibunya. Yang terpenting hanyalah bagaimana ia dan ibunya bisa bebas dari kemarahan ayahnya.

"Kael mohon yah, pukul Kael aja jangan ibu, benci Kael aja jangan ibu. Kael mohon yah hiks.. Hikss" Kael menangis sambil memeluk ibunya.

"KAEELL ORIANAA berangkat ke sekolah sekarang atau ayah suruh orang buat seret kamu sampai sekolah!" bentakan ayahnya membuatnya takut hingga mau tidak mau ia harus berangkat kesekolah. Dengan air mata yang terus mengalir, Kael mengendarai mobilnya dengan kecepatan tinggi. Ia ingin melawan ayahnya tapi rasa takutnya begitu besar, andai bukan keinginan ibunya yang ingin terus bertahan disisi ayahnya maka sudah lama ia pergi tapi ia sangat sayang ibunya sehingga keinginannya harus ia kubur.

Menurutnya lebih baik ia melihat orang tuanya berpisah daripada harus melihat orang tuanya saling menyimpan kemarahan.

Kael berfikir, dia harus berubah untuk kebahagiaan ibunya. Dia tidak ingin terus- terusan melihat ibunya disiksa oleh ayahnya. Dia harus berubah menjadi lebih berani walau harus berhadapan dengan ayah kandungnya sendiri yang notabennya salah satu orang yang ia sayangi.

Sejak kejadian itu Kael lebih memilih menutup dirinya dan sikapnya berubah menjadi emosional. Kael memilih melampiaskan kemarahannya kepada orang- orang sekitarnya.

DETAKTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang