Keempat : Ong Seongwu { Seongwu Centric }

1.7K 386 114
                                    

Happy Reading~ ^^

Bisa dibilang, keluarga Seongwu tidak pernah berada difase baik-baik saja.

Tidak seperti anak kecil kebanyakan yang masa kecilnya dipenuhi dengan permen juga tangisan; Ong Seongwu berbeda.

Keluarganya memang kaya raya, bahkan memegang saham perusahaan terbesar seantero Negara mereka tinggal. Jangan lupakan cabang-cabang di Negara lain yang berkembang pesat seperti di Kanada juga Jepang.

Tetapi, sebanyak apapun uang yang dihasilkan oleh orangtuanya, sesungguhnya Seongwu tak benar-benar menginginkan semua itu.

Seongwu lebih membutuhkan kasih sayang. Kasih sayang yang selama ini jarang ia dapatkan dari keluarganya.

Lalu, Papa Seongwu itu orangnya keras. Sangat keras. Beliau mendidik Seongwu menggunakan tangan. Melakukan sedikit kesalahan, tampar. Tidak sempurna sedikit, tendang. Tanpa berpikir bahwa Seongwu kecil yang masih berusia 7 tahun itu trauma akan sikap kasar hingga dia dewasa.

Ditambah lagi kenyataan bahwa Seongwu adalah anak tunggal, yang mengharuskannya meneruskan perusahaan keluarga.

Tapi, Seongwu menolak.

Untuk kali pertama dihidupnya ia menolak perintah Papanya. Dengan alasan;

"Seongwu punya hidup sendiri, Pa! Tidak selamanya Papa bisa menitahkan Seongwu untuk selalu mengikuti apa yang Papa jadikan kehendak! Seongwu menolak, Seongwu tidak ingin menjadi penerus perusahaan."

Yah, tentu saja dengan tamparan keras dipipi kanannya setelah itu. Bahkan, bekasnya tidak hilang selama 2 minggu.

Seongwu menangis saat itu, tentu saja. Tapi, Seongwu bukan menangis karena ia merasa bahwa telah durhaka karena tidak mengikuti perintah Papanya. Seongwu menangis karena Papanya tidak kunjung mengerti apa kemauan Seongwu, anak satu-satunya yang hanya dijadikan boneka olehnya.

Sedari kecil, Seongwu ingin sekali menjadi guru. Dia selalu membayangkan bisa mengajarkan anak-anak kecil pelajaran baru, juga mencurahkan segenap kasih sayangnya untuk mereka; sesuatu yang jarang Seongwu dapatkan semasa kecil.

Hingga akhirnya ia mendaftar kuliah dengan mengambil jurusan psikologi pendidikan; tanpa memikirkan akan seperti apa murka Papanya nanti.

Kemarahan Papa Seongwu memuncak 2 tahun lalu; saat dimana Seongwu mengungkapkan jati dirinya yang sebenarnya. Bahwa ia tidak berada dijalan yang seharusnya, bahwa ia tidak menyukai wanita—lebih tepatnya; tidak bisa menyukai wanita.

"Keparat! Sudahlah tidak berguna bagi keluarga, masih ingin mencoreng nama baik kami?! Dasar gay sialan!"

Seongwu tau bahwa dia adalah seorang gay, ia juga mengerti apa-apa saja resiko yang akan diterimanya.

Diusir dari rumah, dipukuli, dicacimaki, tidak dianggap hidup, atau mungkin yang lebih parah; dibunuh agar memusnahkan hama.

Seongwu; jujur saja saat itu merasa sangat kacau. Sangat, sangat kacau.

Beruntungnya, ia tidak mengalami hal-hal mengerikan yang sempat ia bayangkan sebelumnya.

Ia tidak diusir dari rumah berkat Mamanya yang saat itu bersimpuh dikaki Papanya; memohon agar jangan mengusir Seongwu dari rumah.

Namun, naas. Seongwu bahkan berpikir bahwa lebih baik ia diusir saja dari rumah.

Imperialisme • OngNiel ✓Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang