Juli, 2014
Deretan embun di pohon jenis pinus-pinusan rendah yang ditanam di depan kelas jatuh tak beraturan. Hujan tadi malam deras sekali, hingga menyisakan pagi yang dingin dan sepi. Aku selalu suka hujan, namun aku membenci badai. Kulangkahkan kaki menuruni tangga kecil, lalu berbelok kanan dan masuk kelas.
Ah, hari-hari yang membosankan seperti biasa.
"Pagi, Lyn." sapa Nessi, dan Kayra disampingnya tersenyum.
Kedua orang itu sahabatku, sahabat ku dari sekolah dasar. Yang menemani hari-hari di SMP ku.
"Pagi, guys." balas ku kurang semangat,
Lalu aku duduk di bangku dan tiba-tiba, seseorang menepuk pundak ku dari belakang. Aku menoleh, menatapnya, namun ia memalingkan muka.
"Ada apa, Marc?" tanya ku setengah penasaran, dia Marco, ketua kelas kami.
"Aku suka pada mu, mau berpacaran dengan ku?"
Sontak pandangan sekelas menuju kearah kami, pertamanya aku pasti gugup jika ada seperti ini, tetapi aku mulai terbiasa.
"Maaf, Marc. Kamu baik tapi.." belum selesai kuucapkan, Marco menyela
"Jangan di lanjutkan,"
Aku mengangguk lirih, tatapan sekelas yang tadinya tertarik mulai mengalihkan pada hal lain. Ada yang masih membicarakan namun kebanyakan sudah tahu, aku tidak menerima siapapun untuk menjadi pacarku.
"Kita tetap teman kan?" tanya ku
"Ah, kau egois sekali. Kau menolakku, dan berharap aku tetap menjadi temanmu adalah bagian tersulit. Saat ku mulai jatuh cinta dengan mu, menganggapmu sebagai teman biasa tanpa menaruh perhatian yang lebih saja sulit untuk menahannya. Mengertilah, Lyn."
Aku hanya ber-hmmm pelan. Aku tak mengerti apa yang ia katakan, aku belum pernah merasakan hal seperti itu, jadi ya sudahlah. Itu sudah keputusannya. Maka baiknya, aku biarkan saja.
Sejujurnya itu semua urusannya, bukan urusanku.
Sudahlah biarkan saja.
***
Teng teng teng!
Bunyi bel pulang sekolah terdengar. Akhirnya hari ini berakhir. Dari luar udara dingin sisa hujan tadi malam menerpa. Aku melangkahkan kaki keluar kelas, menuju gerbang--tentunya bersama Nessi dan Kayra. Sepanjang koridor kami tertawa terbahak-bahak menceritakan kejadian seru hari-hari lalu. Sekedar flashback dan entah mengapa begitu menyenangkan.
Samar-samar kurasakan hangat sinar matahari yang mencoba menerobos awan usai mendung panjang pagi tadi. Aku mendongak keatas, melihat mentari yang siap muncul. Mengahadap ke arah pohon jenis pinus-pinusan didepan kelas dan saat itu juga aku melihat.
Seseorang berkacamata bersandar pada balkon, menatap kosong lapangan, rambutnya lembut tersapu angin, ia indah dan hangat. Matahari yang perlahan menembus awan itu menjadikannya lebih bersinar. Takdir seolah sengaja mempertemukan kita. Saat itu juga aku menemukan sosok yang kucinta.
Aku bertemu dirimu,
Matahariku.
KAMU SEDANG MEMBACA
Love You Selflessly
RomanceLyana Natascha, seperti kebanyakan remaja, tidak ada yang spesial. Menyukai film, restoran fast food, hewan peliharaan yang lucu, aksesoris, game center, dan masih banyak lagi. Menaruh hati dengan seseorang yang tak terduga. Terbatasi dinding, sala...