BAGIAN LIMA: MARC DAN RAKA

31 0 0
                                    




"I didn't choose to love you. It just happened." -uknown





Juli, 2015

Tak terasa sudah di penghujung tahun. Belum lama entah empat atau lima hari lalu penerimaan raport dan pengumuman naik kelas. Ranking ku? Ah biasa saja. Orang tua ku sempat berpidato bebas selama entah dua atau tiga jam hingga aku mengantuk rasanya. Mereka tidak pernah puas, berharap aku expert dalam segala bidang.

Nessi sama halnya denganku dan Kayra mendapat ranking 6 dikelas. Sepulang sekolah langsung menuju kelas 7-4, tergesa-gesa menemuinya--seperti biasa.

"Raka!", kata ku sedikit teriak

"Hey, Lyana. Ada apa?"

"Raportmu?"

"Ah, di bawa pak ketua."

"Hah, pak ketua?"

"Pak ketua keluarga," ia berkata: "Bapakku, Lyn"

Setelah itu aku ber-oh pelan, lalu mengamati kedalam kelas Raka, mencari-cari sosok mirip Raka di dalamnya. Raka menanyakan padaku, sebenarnya aku mencari apa. Lalu kubisikan pelan di telinganya: pak Ketua. Ia lantas tertawa karena candaannya sendiri di awal tadi. Aku tersenyum. Indah melihatnya tertawa.

"Lihat yang pakai kemeja hitam? Berdasi biru donker?" tanyanya memastikan

"Eh-hem, pak ketua?"

Ia tertawa geli sekali lagi, lalu mengangguk. Ia lalu bertanya balik tentang raportku, dan kami mengobrol banyak tentang Deon, Kimbo, Nessi, sampai Kayra yang masih jomblo.

Hari itu hanya hari biasa. Sederhana tetapi menyenangkan.

Sebelum siswa diperbolehkan pulang, diberitahukan secepatnya untuk mengumpulkan buku paket dan kami pun pulang.

***


"Buku paket IPS dimana?" tanya ku pada diri sendiri.

Semua buku paket sudah kusiapkan, hanya kurang buku paket IPS. Aku menjelajahi seluruh ruangan kamar, membuka kardus-kardus lama siapa tahu terselip dalam situ lalu mencari pada ruangan khusus--dan ajaib, tidak ada.

Hah aku benar-benar payah dalam pencarian barang. Ya sudahlah mungkin tertinggal disekolah, batinku menenangkan diri sendiri.

Sesampainya disekolah. Aku menuju kedepan kelas, lalu berkata: "Ada yang terbawa buku IPS lebih dari satu?"

Lalu Marc tersenyum, menatapku tajam.

"Aku, Lyn." jawabnya singkat.

Aku berlari kearahnya,

"Ah syukurlah, kukira hilang kemana. Terimakasih, Marc."

"Suruh Raka yang ambil."

"Ha?" aku tak yakin dengan apa yang ia ucapkan barusan.

"Biar Raka yang ambil." ucapnya lebih lambat.

Apa-apaan sih dia? Aku kesal lalu berjalan menuju kelas 7-4, dibalkon aku bertemu Raka dan aku menceritakan keseluruhannya.

"Tenang, Lyn. Nanti aku ambilkan," jawab Raka santai.

Ia tersenyum, ah berkali-kali aku jatuh pada senyumannya. Seketika senyumku ikut mengembang. Saat itu aku mulai bertanya, begini kah jatuh cinta? Hanya melihat satu senyuman, emosi ku yang tadi meluap-luap ingin meledak karena Marc sekarang luluh dihadapan Raka. Indah sekaligus aneh rasanya. Tidak masuk akal.

***

"Marc, ada yang perlu dibahas?" Raka membuka percakapan terlebih dahulu.

Raka dan Marco bertemu tanpa sepengetahuan Lyana. Raka merasa ini adalah pilihan yang tepat, terlebih ia tahu bahwa orang yang tertarik pada Lyana hanya satu atau dua. Ia paham, resiko batinnya dalam hati.

"Aku bakal rebut Lyn," kata Marco lirih

"Iya, rebut aja kalau bisa" jawab Raka dengan cepat, lalu ia melanjutkan: "Mana buku paket Lyana?"

Raka sedikit kesal.

"Kok nyolot?!" bentak Marco

"Enggak, mana cepet serah.." belum selesai Raka berbicara, tinju Marc lebih dulu mengenai pelipis Raka. Ia jatuh ke lantai dengan kaget, namun masih bisa mengendalikan dirinya.

"Marc, serahkan buku paketnya dan aku mau menemui Lyana." Raka berkata dengan geram.

Namun Marc tetap berusaha keras untuk memancing emosi Raka. Marc berusaha menyerang dengan kepalan tangannya sekali lagi dengan buku paket Lyana ia pegang di tangan kirinya. Raka dengan cekatan memegang tangan kanan Marc, seperempat detik setelahnya ia telah berhasil mengunci tangan Marc dan membuatnya jatuh terduduk dengan lututnya. Tanpa basa-basi, Raka mengambil buku paket Lyana dan langsung pergi dari situ.

Persetan, Marc. Aku tidak mau berurusan lagi dengannya.

Dengan cepat, Raka melompat tangga dan menuju kelas Lyana. Ia lupa, pelipisnya masih menyisakan luka terbuka.

"Lyn," panggilnya terengah-engah

Aku keluar dengan cepat, secepat menyadari ia terluka.

"Kau kenapa, Raka?"

"Ah, aku terbentur tangga tadi."

"Yang benar? Ikut aku ke UKS." pinta ku sedikit marah karena ia tak berhati-hati.

Sesampainya disana ia menyerahkan buku paketku dan ku ceramahi sambil mengobati luka di pelipisnya. Ia hanya mengangguk, tersenyum kecut. Aku marah saat itu, benar-benar marah kenapa ia masih bisa tersenyum.

"Lyn, senyum." katanya ringan

Aku hanya diam. Lalu ia mendorong pundakku perlahan agar aku menatapnya. Ia ulangi perkataannya: "S-e-n-y-u-m."

Ah, aku kalah. Aku tidak kuat melihatnya. Tidak tega dan rasanya entah mengapa ia membuatku tersenyum begitu mudah. Kau indah, Raka. Terlalu indah. Sekarang kau berada di depanku, matahari masih ku genggam.

Hari ini berlalu cepat, setelah mengembalikan buku paket. Aku pulang dan tidak terjadi apa-apa setelahnya.

***

Halo, maaf baru bisa menyapa👋
Aku baru mulai nulis, sebenernya iseng-iseng dan kebanyakan curhat. Tolong vote dan commentnya, ya.
Atau kritik saran dan masukan bisa diberi.
Terimakasih.
-Crysialism

Love You SelflesslyTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang