setelah melalui masa-masa sulit sebagai pengenalan diri dengan lingkungan barunya, rajendra mulai menikmati hidup di kampung halaman.
tidak biasanya seperti ini, dimana suara kicauan burung jelas terdengar disusul semilir angin juga paparan sinar matahari yang menyusup lewat celah jendelanya.
rajendra suka rumah lamanya. dirinya tidak bisa menemukan ini di jakarta.
apa yang kalian harapkan dari kota metropolitan di indonesia selain kebisingan dan asap pabrik yang mengudara?
yang jelas, rajendra tak bisa menemukan kesejukannya di jakarta.
saat ini, pukul setengah delapan, dan kelasnya pagi ini dimulai pukul sembilan waktu setempat.
masih ada satu setengah jam untuk kembali beristirahat sebelum menyuruh otaknya untuk melakukan tugas.
jika dulu, seminggu setelah kepindahannya kemari, pemuda itu sempat merutuki pilihannya kembali ke kanada, justru kali ini ia merasa harus menarik perkataannya.
tidak mau munafik, tapi jujur, rajendra mulai terbiasa disini. meskipun terkadang ia lupa menempatkan diri dan menganggap dirinya masih di jakarta.
tidak apa, semua butuh proses.
pemuda itu kembali memejamkan matanya setelah memasang alarm untuk 45 menit kedepan. sembari mengeratkan selimut yang menutupi setengah tubuhnya, rajendra mencoba kembali berselancar di alam mimpi.
namun naas, hal itu sirna saat christian mengetuk pintu kamarnya kencang-kencang.
"ngapain!?" respon rajendra mencoba meninggikan suaranya padahal ia sendiri tahu bahwa suaranya akan serak tiap kali bangun tidur.
christian terus mengetuk dengan membabi-buta, membuat rajendra mau tak mau bangun dari posisinya.
pemuda itu mengambil kaus tipis yang ia gantungkan di sebelah lemari, mengenakannya lantas menghampiri christian di balik pintu.
"apa?"
christian tak langsung menjawab, melainkan menarik ujung bibirnya keatas sembari menyipitkan matanya, mencoba membuat efek menggemaskan namun bagi rajendra itu terlihat menakutkan.
"kalo nggak penting, gue nggak mau lagi ngobrol sama lo." sahut rajendra karena christian tak kunjung menjawab.
oh, sebentar.
sebelum christian menjawab, biarkan rajendra bertanya lagi pada pemuda itu.
"eh bentar, kok, lo bisa masuk?" tanya rajendra sedikit panik seraya menunjuk wajah christian dengan telunjuknya.
bukan apa-apa, hanya saja disini rajendra tinggal sendiri. papa dan mami-nya masih menetap di jakarta, mengingat pekerjaan papa-nya belum sepenuhnya selesai dan mami-nya bertugas untuk menemani.
kalau christian bisa masuk, berarti.....
rumahnya belum ia kunci dengan benar!?
"gue kan punya ini." christian mengangkat kunci rumah berhiaskan boneka kayu. membuat rajendra seketika membelalakan mata tak percaya.
"k-kok kunci cadangannya bisa di elo sih!?" protesnya tak terima. "kenapa bukan elen aja yang megang!?"
"ah kalo elen yang megang, bisa-bisa tiap hari lo olahraga ranjang sama dia." jawab christian santai sembari memutar kunci yang ada pada telunjuk kanannya.
"gigi lo olahraga ranjang," umpat rajendra. "kalo ngomong ya, sembarangan"
christian tak menanggapi celotehan rajendra, justru pemuda itu sibuk terkekeh membayangkan ekspresi panik rajendra beberapa menit lalu saat berpikir rumahnya kemalingan.