qila masih bertahan pada posisinya saat pintu mewah berwarna putih gading terdorong terbuka menampakkan perabot rumah yang sama mewahnya.
"ayo masuk, nggak usah takut." sambung juandra.
qila menggeret kopernya kikuk, lantas mengikuti juandra untuk masuk ke dalam rumah tersebut.
sungguh, qila berani bersumpah, rumah ini begitu besar.
mungkin baginya, cukup untuk lapangan sepakbola.
"mama, kàn kàn shéi láile." juandra berteriak lantang begitu ia meletakkan tas jinjing milik qila ke lantai.
butuh dua sampai tiga menit kiranya, teriakan juandra dibalas oleh turunnya seorang wanita berumur tiga puluh empat tahun dari lantai dua.
"chyntia?" tanya wanita cantik yang naqila tebak itu adalah ibu dari juandra.
"maaf sebelumnya, t-tapi, boleh saya tahu identitas anda?"
wanita itu tersenyum ramah, jarinya menunjuk foto keluarga berukuran super besar yang terpajang di ruang tamu, "saya adik dari ibu kamu, dan saya tidak menyangka bahwa kamu tumbuh secepat ini."
qila meletakkan kopernya, lantas mendekat untuk memeluk wanita itu, "saya rindu kampung halaman, terlebih lagi pada keluarga saya."
wanita itu membalas pelukan naqila, "mungkin chyntia sudah lupa siapa nama saya."
naqila terkekeh, apa yang dikatakan wanita itu benar.
"jadi, apa saya boleh tahu siapa nama tante?"
"dengan senang hati." wanita itu tersenyum sembari mengusap rambut qila. "xiu mei, chyntia cukup memanggil tante mei."
一
"jendra, such as craziness seeing you here."
"don't do that, my bro." rajendra menepuk pundak christian一saudaranya. "are you fluently talk in bahasa?"
"YES OF COURSE!" christian menepuk dadanya bangga, "i used indonesian slangs too."
"glad to hear that." rajendra menepuk pundak christian sembari tertawa bangga, "after all, our conversations are filled with secrets."
christian ikut tertawa. jari pemuda itu tergerak untuk menggeser secangkir kopi untuk rajendra.
vancouver malam ini terasa lebih hangat dari biasanya.
entah mungkin karena obrolan antara dirinya dengan saudaranya yang sempat terputus beberapa tahun lalu akhirnya kembali terjalin.
atau mungkin, hati-nya tengah menghangat akibat jarinya tak sengaja menyentuh benda logam berbentuk persegi panjang yang ia ketahui itu adalah pemantik api dari dalam saku celana jeansnya.
dari lantai tujuh apartemen dimana saudaranya tinggal, ia bisa melihat gemerlap lampu kota di pekatnya malam yang elok untuk dipandang.
ia tak tahu, apakah seseorang yang sampai saat ini tak bisa sedetik pun ia hapus dari pikirannya bisa bahagia tanpanya?
pemuda itu menyerah, ia lebih memilih untuk meletakkan punggungnya pada sandaran kursi balkon apartemen lantas mendongak untuk menatap bintang yang tampak bersedih malam ini.
mungkin bintang tampak bersedih atas dirinya, yang tak becus menjaga titipan tuhan.
Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
nyobapakebahasa yang agakrapi kira kira bisanggak ya....