Sayang atau Cinta?

3 0 0
                                    

"Jay nyaah pisan ka Ima."  (Sunda: Jay sayang sekali sama Ima."
Deg. Jantungku berhenti sejenak saat itu.

"Iya, kenapa? Bisa diulangi?" pintaku.
"Gak jadi." jawabnya ketus.
"Okay, aku denger."

Aku memang merasa nyaman. Seperti punya partner untuk meraih masa depan.

"Ditampi kanyaahna." (Sunda: Saya terima rasa sayang kamu).
"Yess!" spontan kau ucapkan itu.

Entahlah tiba-tiba aku teringat masa-masa awalan kita ta'aruf. Namun, aku rasa ada yang janggal. Kenapa sayang? Kenapa gak bilang cinta?

Aku penasaran dan menanyakan hal itu padanya Kang Jay, suamiku. Kebetulan kami sedang bercengkrama di kamar pagi ini.

"Kang," bisikku.
"Iya," sahutnya.
"Kamu cinta gak sih sama aku?" tanyaku tiba-tiba.
"Kalau gak cinta kita gak bakalan punya anak sampai dua kayak sekarang." Celetuknya.

Aku sungguh tak puas dengan jawabanya. Jawaban klise. Aku korek-korek lagi.

"Tapi dulu kok..."
"Dulu apa?"
"Dulu bilangnya sayang."
"Emang!"
"Tuh kan?!" Aku semakin penasaran.
"Apa lagi sih, Neng?" godanya sambil mencubit pipiku.
"Aw! sakit," protesku sambil manyun.

Aku yang serius dibalasnya dengan becanda. Si akang emang suka becanda. Apalagi kalau sama istrinya ini.

"Iya, ke neng sayang. Cintanya buat yang lain."

Aku memukul-mukul dadanya manja.

"Ah, akang jahat!"
"Akang suka banget kalau neng begitu. Hahaha!
"Serius ih!" gumamku.
"Sampai sekarang juga sayang banget. Gak akan berubah," godanya.

Gombalannya membuatku tersipu. Pasti pipiku kayak kepiting rebus deh. Bibirku tertarik beberapa sentimeter ke kanan dan kiri bersamaan.

"Tapi tetep juga cinta ke yang lain," celetuknya lagi.

Tanggapannya membuat bibirku jadi mengerucut.

"Akang balik nanya nih, jawab ya!" selanya.

"Iya kenapa?" tantangku.
"Neng, cinta gak dulu sama akang?"

Aku benar-benar tak berkutik. Aku tak mungkin langsung bilang iya. Jawab enggak pun gak enak. Aku ingat-ingat lagi. Jawabanku dulu, kenapa aku jawab akan menerima rasa sayangnya. Kenapa aku gak bilang aku juga sayang kamu.

Sebenarnya aku yang lebih jahat. Aku bahkan gak cinta atau gak sayang sama sekali. Sayang itu bisa melebihi cinta. Cinta itu bersifat sementara.  Tak abadi.

Aku pun teringat kisah tetanggaku. Sebut saja namanya Nina. Banyak yang jatuh cinta pada Nina. Dia memang kembang desa. Suatu saat dia divonis kanker otak. Nina pun harus dioperasi.

Ada dua orang lelaki yang menungguinya saat operasi.

Setelah melihat Nina dalam keadaan yang mengenaskan. Rambutnya habis karena digunduli di meja operasi. Bentuk kepalanya pun jadi tak karuan.

Lelaki yang satunya, sebut saja Adi. Lelaki yang lain sebut saja Bowo.

Bowo meringis. Kecewa. Nina berubah. Wajahnya kini jauh dari kata cantik.

"Kenapa kamu? tanya Adi.
Bowo hanya diam.
"Kamu jijik lihat Nina sekarang....

Intinya, kalian simpulkan sendiri ya. Mending cinta atau sayang. Kalau bisa dua-duanya kenapa enggak?

Siapa Takut Nikah Muda!Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang