9 (Nueve)

20 2 0
                                    

Jangan lupa vote dan comment!

-
-
-

Pagi ini Biya harus berdiam diri di rumah sakit, baru saja masuk sekolah setelah libur tahunan, kini dirinya harus berdiam diri di rumah sakit karena keadaannya yang mengkhawatirkan.

Abangnya telah pergi untuk sekolah lima belas menit yang lalu, mau tidak mau Biya harus sendirian berada di ruangan yang begitu dia benci, orang tuanya masih berada di Jakarta, karena kondisi Oma yang kembali memburuk, rasanya Biya begitu bosan dengan keadaan seperti ini.

Biya memikirkan perkataan yang Biyan lontarkan tadi, memang benar Biya ingat saat dirinya di bopong oleh Reynand dan dibawa ke dalam rumahnya, namun setelah itu dia tidak ingat apa-apa, rasanya membuka mata saja sangat sulit, dan kepalanya benar-benar terasa pening, yang dapat dia dengar adalah suara-suara khawatir dari sahabatnya juga..... Reynand.

"Lo harus berterimakasih sama dia, tanpa dia gue gak tau apa yang bakal terjadi sama lo saat ini."

Memang benar dirinya tidak tahu apa yang akan terjadi andai saja tidak ada Reynand dan teman-temannya, tapi mengapa harus Reynand? Orang yang mati-matian Biya hindari.

"Apa ini adalah rencana-Mu? Jika memang ku harap segala yang terbaik untukku."

Memikirkan tentang Reynand membuat kantuk Biya begitu terasa, dan akhirnya Biya terlelap menyambut mimpi yang akan datang padanya.

----

Reynand saat ini sedang berada di kantin, memikirkan Biya yang bertarung dengan preman yang bukan tandingannya.

"Dia hebat bisa jaga diri bro, mungkin tanpa gue disisinya dia gak bakalan terancam."

Avin yang meihat Reynand hanya bengong akhirnya menjitak keningnya, membuat Reynand mengaduh, "apa sih lo main jitak aja, kaya yang gak punya mulut buat ngomong!"

"Heh! Gue dari tadi manggil-manggil lo, tapi lo malah bengong, dasar lo aja tuh yang budeg."

"Sialan udah jitak bilang gue budeg, minta maaf kek lu, dasar muka tembok!"

Avin tidak terima, "apaan tuh muka tembok, makanya Nan punya duit lo beliin korek kuping sana, biar kalau ada yang manggil lo bisa nyaut."

"Bacot!"

"Marah-marah aja sih lo kaya cewek pms."

"Kenapa? Gak suka lo? Sini tubir sama gue."

"Etdah maen tubir aja, gak mau gue ini di sekolah, yang ada nanti gue di panggil BK."

"Halah, sekolah gue ini."

Ivan tertawa, "alig bener lu songong."

"Bukan songong, emang kenyataan."

Ivan kembali terkekeh, "iya deh terserah yang punya sekolah aja, lagian kalau lo tubir di sini, om Adam pasti bakal bikin uang jajan lo musnah."

"Sialan, masih inget aja lo."

"Iya lah mana mungkin lupa gue."

Akhirnya mereka larut dalam obrolan, sehingga sesuatu yang Reynand pikirkan sedikit demi sedikit berkurang, digantikan denga tawa renyah dari mereka, rasanya Reynand tidak memiliki beban jika bersama dengan para sahabatnya.

Baru saja mereka tertawa dengan santai, kini tawa mereka tersimpan rapat-rapat dalam mulutnya, bagaimana tidak, mereka harus terkena gangguan cabe kencana, siapa lagi jika bukan Echa dan dayang-dayangnya.

Echa duduk tepat di sebelah Reynand dengan tangan yang bergelayutan tanpa memiliki rasa malu, hal itu membuat seluruh siswa yang ada di kantin memerhatikan meja mereka, hal yang selalu menjadi tontonan gratis, di mana Reynand yang tidak perduli dengan Echa yang ada di sampingnya, juga Echa yang tak tahu malu mencari perhatian Reynand.

Walau Reynand terkenal petakilan tetapi dia begitu risih dengan cabe-cabean modelan Echa ini, walau terbilang cantik, dandanan yang Echa gunakan benar-benar tidak mencermikan sebagai pelajar, karena rambut ombrenya yang berwarna blonde, juga sepatu yang tidak sesuai aturan, seperti yang di gunakannya hari ini, dia menggunakan sepatu kats berwarna maroon, dengan bibir yang merah merona juga pipi yang bersemu, bukan terlihat cantik, itu malah membuat dirinya terlihat jauh lebih tua dari usia aslinya, miris.

"Rey, kok kamu gak pernah balas chat aku?"

Hening. Tidak ada yang mau menjawab pertanyaan yang Echa lontarkan karena Reynand sibuk dengan gamenya, entah sejak kapan Reynand sibuk memainkan game geregetan itu, melihat Reynand yang tidak menghiraukannya membuat Echa bete, dia langsung saja merebut handpone Reynand dengan seenak jidat.

Melihat itu Reynand tidak terima, wanita di sebelahnya ini benar-benar lancang, walau selama ini Reynand tidak pernah mempermalukan Echa di hadapan umum, tapi tidak untuk kali ini, Echa sudah benar-benar kelewatan, dengan mengambil paksa barang yang sedang ia gunakan, andai jika saja Echa bukan wanita, sudah pasti Reynand ingin sekali mengajaknya dangdutan, eh bukan, maksud Reynand tubir.

"Gak sopan banget sih lo!" Bentak Reynand dengan volume yang sedikit meninggi.

Melihat itu, mata Echa berkaca-kaca di sana sudah ada genangan air yang siap meluncur jika sang pemilik mata mengedipkannya, tidak ingin terlihat cengeng, Echa menyeka cairan bening yang hampir lolos itu, kemudian berkata dengan nada yang di buat-buat, "Rey, kamu kok bentak aku? Emang aku salah ngelakukin kaya tadi?"

"JELAS!" Reynand berteriak, "lo salah, selama ini gue diem karena lo gak pernah usik apa yang gue lakuin, tapi untuk kali ini gue gak akan tinggal diam, gue paling gak suka kalau ada orang yang main rebut apapun yang lagi gue mainin!" ucapnya penuh dengan penekanan. "Sekali lagi lo berani ngelakuin hal bodoh tadi ke gue, gue pastikan buat lo malu sekolah di sini!" sedikit berbisik pada telinga Echa, namun di setiap katanya penuh dengan penekanan.

Setelah membisikan kalimat pedas tadi, Reynand meninggalkan kantin di susul dengan para sahabatnya, meninggalkan Echa yang berlinang air mata, rasanya sesak memenuhi rongga dada Echa, Reynand tidak pernah Membentaknya seperti tadi, walau begitu rasa cintanya pada Reynand tidak pernah pudar, malah mebuatnya semakin tumbuh dan berkembang, layaknya seorang bayi yang diberi ASI oleh sang ibu.

----

Biya bangun tepat pukul satu siang, perutnya berbunyi menandakan cacing-cacing di perut sudah demo meminta jatah makan siang, tangan kanannya masih terasa ngilu akibat sayatan kemarin, andai saja tangan kirinya dapat digunakan untuk makan, pasti Biya sudah melakukannya.

Di nakas samping kirinya, sudah ada makan siang yang suster Erna simpan saat Biya tertidur, daripada cacingnya terus-menerus demo, akhirnya Biya mengambil makanan tadi dan mencoba memakan dengan tangan kirinya, sulit sekali rasanya, dia tidak pernah makan menggunakan tangan kiri, namun kali ini dia harus melakukannya, karena tidak mungkin dia menelpon Biyan dan memintanya datang ke rumah sakit hanya untuk menyuapi dirinya.

"Susah banget sih makan pake tangan kiri," Biya terus saja menggerutu, sudah ada tiga suapan yang lolos memasuki mulutnya dengan sedikit berantakan.

"Sialan, gue bener-bener lemah, makan aja susah!"

-
-
-

Hai guys, hope u like it!
Double up!

Tertanda
-fbryanoor- ❤

Amor PerfectoTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang