sixth

2K 261 135
                                    

Jam masih berada diangka tujuh, namun Ben sudah duduk dikursi yang berada diruangannya di rumah sakit.

Sesekali dia menengok ke arah jam, menunggu Bima yang dia telfon tigapuluh menit yang lalu, menyuruh pemuda itu membawa laporan yang dia perintahkan kemarin.

Sementara itu Bima berjalan lunglai, masih merasa ngantuk karena dia baru tidur beberapa jam sebelum akhirnya dibangunkan oleh panggilan Ben yang mengabari bahwa dokter itu sudah ada dirumah sakit, dan menunggunya.

Bima berdecak pelan, "Dokter Ben kenapa sih rajin banget, gak tau apa kalo pangeran gak boleh kurang tidur" ujarnya sebelum menguap lebar.

Bima mengetuk pintu ruangan Dokter Ben pelan, "Masuk" setelah mendengar suara dari Dokter Ben, dia segera membuka pintu dan berjalan ke arah Ben.

Bima menghela napas, Ben masih sibuk dengan file-file yang entah Bima tak tau itu apa.

"Mana laporannya?" Ben mengangkat tangannya ke arah Bima, meminta laporan yang dia butuhkan untuk menganalisis keadaan pasiennya.

Namun Bima sepertinya tak mendengar permintaan Ben, dia masih mengelilingi ruangan Ben dengan matanya mencari sosok Dewa yang entah mengapa hari ini tidak terlihat disekitar Dokter tampan itu.

Brakkkkk

Seketika Bima terkesiap kaget, tangannya mengusap dadanya sambil mengucap istigfar berkali-kali, "Kalo saya jantungan, gimana dok? Saya mati karena serangan jantung, gimana?"

"Kamu emang jantungan, makanya kamu itu idup. Kalo kamu mati? Ya tinggal kubur, apa susahnya?".

Bima berdecak mendengar jawaban Ben yang kelewat lempeng setelah melakukan dosa dengan mengagetkannya.

"Gimana bisa idup kalo jantungan mah?".

"Jantungan kalo dalam Bahasa Sunda artinya punya jantung tuh, mana laporannya?" Ben kembali menjawab dengan nada lempeng yang sepertinya harus Bima biasakan untuk dia dengar.

Bibir Bima sedikit mengerucut sambil menyerahkan map biru yang dari tadi dia pegang tersebut.

Ben segera membuka map itu, memperhatikan setiap baris laporan yang ditulis oleh Bima. Namun kepalanya kembali mengangkat ke arah Bima, bertanya dengan matanya yang tajam.

Namun Bima seperti tidak mengerti, dia malah semakin melongo tidak mengerti.

Ben menghela nafas keras, "Kamu ngapain masih disini?".

"Oh, saya boleh pulang sekarang?".

Ben tidak menjawab, dia kembali berkutat pada pekerjaannya.

Bima segera berjalan menuju pintu, membuka pintu dan kembali membayangkan rencananya setelah sampai di apartment nanti.

"Bima!" Ben memanggilnya ketika Bima akan keluar dari ruangan itu.

Bima kembali berbalik ke arah Dokter Ben, "Iya?".

"Kamu tunggu diparkiran, lima belas menit lagi saya kesana."

"Oh, Dokter mau nebeng? Tapikan Dokter bawa mobil sendiri, mobil dokter mogok?".

Ben tidak menjawab, dia hanya menghela nafas dalam. "Tunggu aja diparkiran, Ganendra Abimanyu!".

👻👻👻

Diparkiran Bima menunggu Dokter Ben sambil mengobrol dengan satpam rumah sakit, dengan segelas kopi yang diseduhkan satpam tersebut untuk menemani Bima.

Bima segera berdiri lalu menyimpan kopinya ketika melihat Ben keluar dari lobby rumah sakit dan menghampirinya.

Snellinya masih dia sampirkan di lengannya, membuat perasaan Bima sedikit tidak enak.

DeartháirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang