twelve

1.1K 227 113
                                    

"Lo jawab berapa?" Dewa bertanya dengan nada keras, dia seolah tidak bisa mendengar apa yang tadi dikatakan Bima.

Bima berdecak, dia jadi takut salah menjawab. "Delapan".

Dewa memejamkan matanya, dia menepuk keningnya keras, "Bego, lo! Ada sepuluh".

Bima mendesah keras, kan jawabannya salah.

"Gambar Borneo scorpio, normally insane, 11.06, fortitude, step by step, gambar sayap yang samaan ama Naya, gambar lion, Dreamer, yang tulisan if you can't live longer live deeper, sama still i rise" Dewa mengabsen sambil menghitung dengan jarinya, suaranya menyiratkan kekesalan karena Bima tidak bisa menjawab pertanyaan paling gampanh itu.

Abangnya pasti akan menanyakan hal ini, karena selain dia dan Naya, tidak ada yang menyadari abangnya memiliki banyak tatto di tubuhnya.

Bima mendesah lega, dia yakin setelah ini Ben tidak akan menanyakan hal tentang Dewa lagi padanya, jadi dia memiliki banyak waktu tersisa dengan Dewa.

Dewa sendiri menyilangkan kedua tanyannya di depan dada, dia juga tidak bisa menyalahkan Bima atas apa yang telah terjadi barusan.

Salahnya juga, sedang betah-betahnya mengajak main bayi di ruang bayi. Dia kasihan pada bayi-bayi yang ditinggalkan tanpa pengawasan orang tua, padahal kan di sana ada penunggu berbentuk sama dengan dirinya yang berwajah seram, makanya dia mengajak main Bayi itu.

"Iya udah ah, gue mau balik RS aja" Dewa jadi ingin kembali ke ruang bayi, dan menceritakan masalahnya ini pada bayi-bayi tak berdosa itu.

Bima kembali menghela nafas dalam setelah Dewa menghilang, "Maaf, Wa. Gue beneran gak mau lo pergi".
🌿🌿🌿

"Abang juga bilang apa, dia itu gak beneran lihat Dewa". Ben kembali membahas masalah Bima pada Lalice saat mengantarkan gadis itu ke kamar miliknya, dia masih merasa kesal karena pemuda itu membohongi adiknya entah dengan tujuan apa.

Lalice berdecak keras, "Tapi dia sebutin ciri-ciri abang Dewa, bang. Dan itu mirip sama bang Dewa".

"Dia pernah liat foto Dewa di ruangan abang, Dek. Udah, kamu jangan kemakan delusi dia".

Lalice menghela nafas, abangnya satu ini memang sedikit keras kepala, kalau sudah begini, Lalice tidak bisa melawan lagi dan hanya menurut lalu membaringkan tubuhnya untuk tidur.
🌿🌿🌿

"Bayi" Dewa memanggil satu bayi yang ditempatkan paling ujung dari pintu, dia suka bayi berjenis kelamin lelaki itu, bayi ini selalu menjawab apa yang dikatakan Dewa dengan kedipan mata lucu.

"Bima itu adek gue, makanya gue bisa tenang sekarang, Abang gue udah punya adik yang bisa dia andelin, tapi kok keknya beban gue makin berat setelah gue tahu dia adik gue, ya? Gue takut, kalau dia tahu, dan malah nyegah gue pulang".

Dewa menunduk, "Gue mau pulang, Bayi. Tapi gue gak bisa ninggalin abang ama Bima gitu aja".

Bayi itu tidak menjawab, bahkan makhluk lain yang ikut mendengarkan curhatan Dewa saja tidak ikut menyahuti.

"Lo punya idea, gak? Biar abang ama Bima bisa deket, tanpa Bima tahu, kalau gue abangnya?".

Bayi itu tidak menjawab, Dewa hanya menghela nafas dalam, sadar akan kebodohannya yang mengajak ngobrol bayi yang bahkan belum berumur satu minggu itu.
🌿🌿🌿

Hari berganti begitu saja, dan yang Bima rasakan adalah Dokter Ben memperlakukannya berbeda.

Dia tidak tahu, apa ini hanya perasaannya saja. Saat berpapasan di luar apartment tadi pagi, Ben tersenyum kecut padanya saat dia mencoba menyapanya.

DeartháirTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang