Perasaan berkecamuk resah

49 1 5
                                    

"Mey ayo bangun dulu Mey sholat shubuh, kita sholat ayok bangun." Suara ibu dikala pagi sambil menarik tanganku.

Aku yang masih dalam proses menjadi lebih baik godaan terberatku bangun subuh tepat waktu.

"Iya ibu ini aku sudah buka mata," sahutku lirih sambil menguap.

"Ayo sayang bangun, katanya mau hijrah, lebih baik, tahu tak tanda-tanda orang munafik kalo sholat subuhnya malas-malasan loh." Menarik tanganku.

"Yang benar, bu," kataku  sambil menguap ngantuk.

"Duuh gadisku ini, yuk wudhu dulu yuk!"

Pagiku seperti biasa dengan aktivitas kampus, karena pagi ini ada UTS jadi ibuku tak masalah jika aku tak membantunya, itu pinta ibuku. Setelah itu aku biasanya sama teman-temanku mencari kajian.

Dengan suasana kampus yang kaku, dan aku bosan melihat wacana yang terpampang di mading, masih sama tentang "Bagaimana menjadi istri yang sholekhah" aku sudah baca berulang kali, kampusku adalah kampus islam di indonesia jadi tak lazim kalau lingkungannya agamis, aku memilih kampus ini awalnya dulu itu aku menyukai seseorang teman rohis, dia ketua rohis, wajahnya yang begitu menawan sampai menghantarkan hatiku ke kampus yang sama dengannya. Sudah ah tak perlu membayangkannya.

"Meeeyyy!" suara memanggilku dari jauh
Aku menengok ke belakang dan seperti biasa itu fera, sudah kuduga dengan suaranya yang cempreng.

"Ada apa kamu ini tak bisakkah kalau tak teriak? Malu aku diliatin banyak orang."

"Ah kamu Mey, seperti tak kenal aku saja, yuk ah kita ke mushola sholat dhuha dulu! Kamu belum dhuha kan pasti?" Tanyanya padaku

" Iya aku belum dhuha, kita tunggu rara sajalah, bentar lagi dia sampai kan, kita tunggu di mushola kamu chat dia ya"

" oke Mey siap"

"Mey bagaimana dengan si ketua rohis waktu SMA, kamu masih suka mengintipnya?" Tanyanya dengan suara keras.

"Sssstttt ... jangan keras-keras aku malu lah" sambil ku bungkam mulutnya.

"dia itu kayanya mau mengkhitbah seseorang Fer," jawabku lemas

"Wah jadi tak ada harapan untukmu"

"Tak apalah, akupun sadar diri, aku hanya wanita yang begini masih belajar agama dan fakir ilmu" ujarku tak semangat.

"Hey mey kamu tak boleh seperti itu, tenang mey orang itu berproses dan laki-laki bukan dia saja, nanti pasti ada pangeran berkuda dengan gagahnya mengetuk pintu rumahmu membawakan panci hahaha" menggerakan tangannya ke atas-atas bak lagi berpuisi.

"Sales panci dong, huuh dasar kamu" ku timpuk pake buku.

"Doooorrrrrr" Rara mengejutkan dari arah belakang.

"Aaaaaaaaa."
Aku dan fera berteriak kaget.

"Ah dasar kamu rupanya, lama sekali, sudah ditunggu dari tadi" tanya Fera.

"Duuuh iya maaflah, aku ini tadi nebeng sama abang aku, jadi tadi aku nunggu dia lah, maaf ya" sambil membuka tas dan mengambil mukena.

"Sudahlah tak apa-apa, yuk kita sholat nanti keburu dosen masuk nih" sahutku

Ketika sudah selesai sholat dhuha, kami menuju kelas karena hari ini ada UTS jadi lebih awal masuknya. Namun saat di jalan, di lorong arah lantai dua, aku melihat si dia ketua rohis SMA, oia dia bernama rendi.
Hatiku berdegup kencang saat melihatnya, aku tak mengerti ini perasaan boleh atau tidak, aku takut godaan syetan yang menjeratku sebelum halal aku merasakan cinta yang belum tentu ia jodohku.

"Hey Mey itu Rendi mau lewat sini" bisiknya Rara

"Mey kamu masih kuat kan menahannya, jangan salting mey jangan salting nanti jadi salto lagi" bisiknya Fera meledekku.

"Hihihii si Fera malah godain" jawab Rara.

Ketika langkahnya semakin dekat dekat dan hatiku berdegup kencang, tanganku dingin.

"Assalamuallaikum Rara, Fera dan Mey" sapanya pada kami.

MasyaAllah suaranya yang begitu lembut, ini menjadikanku semakin gugup.

"Wa'alaikumsallam Rendi" jawab kami kompak.

"Mey kamu kenapa, sakit ya, kok pucet mukanya" rendi
Memperhatikan mukaku.
Aku yang bingung dan ini hati semakin tak karuan, aku masih menundukan wajahku.
"Mey jawab mey ditanya sama rendi loh" sahut Rara.

"Mey ayo jawab, kamu pasti kuat, mumpung loh ini mey, jangan pingsan dulu mey kamu pasti gugup ya keliatan mukanya kepergok pucet hihii" bisiknya Fera padaku.

"Ah ini hmmmm tak apa-apa kok, tadi malem kurang tidur karena belajar buat UTS jadi begini hehe" jawabku menahan gugup sambil garuk-garuk kepala yang tidak gatal.

"Oh syukurlah, semangat ya semoga lancar UTSnya aamiin, aku jalan dulu ya."

"Aamiin allahumma aamiin" jawab kompak.

Setelah si rendi jalan aku tarik nafas panjang dan kelurkan, rasanya lega, tak tahu lagi gimana kalau dia tahu aku gugup saat ada dirinya, huuh aku pasti malu.

"Mey Mey kamu keliatan gugup banget tadi, tangan kamu sampai dingin begitu dan muka pucet begitu kaya lagi kepergok mencuri hatinya hahahaha ea ea ciiye" ledeknya Fera.

"Ah kamu ini, selalu saja. Aku tadi sudah bingung mau jawab apa?, seperti aku tak tahan melihatnya."

"Istighfar mey istighfar" kata Rara mengingatkan.

"Astaghfirullahal'adzim, Ya Allah ampuni aku." kataku bersalah.

Waktu yang semakin membuatku tak menentu lagi, Apakah ini godaan hijrahku?, hatiku menyukai laki-laki yang belum jadi imamku. Aku tak menginginkan perasaan seperti ini, aku tak ingin menduakan cinta pada Rabbku, aku tak ingin nantinya terkena istidraj.

"Fer aku takut perasaan ini membuat Allah cemburu, aku tak ingin terlempar dalam istidraj" kataku sambil bersender di bahu Fera.

"hmmm mey, istidraj itu sendiri apa mey? Aku belum paham Mey."

"Istidraj itu suatu jebakan berupa kelapangan rezeki padahal yang diberi dalam keadaan terus menerus bermaksiat pada Allah. dari sebuah hadits yang aku baca, bilamana kamu melihat Allah memberi pada hamba dari(perkara) dunia yang diinginkannya, padahal dia terus berada dalam kemaksiatan kepada-Nya, maka(ketahuilah) bahwa hal itu adalah istidraj(jebakan berupa nikmat yang disegerakkan) dari Allah (HR. Ahmad 4:145) begitu Fer yang aku baca."

Aku ingin menanggalkan jubah cinta sebelum halal, aku tak boleh terus seperti ini. Karena hal ini tidaklah benar, aku akan menikungnya dalam doa itu baru bukti cinta. Akanku tata hati agar wajahnya tak menaungi hatiku, memberikan gejolak yang membahayakan.

"Mey, kau sudah tidurkah?" suara ibu dari balik pintu.

"Belum bu, aku sedang membaca buku islami, masuk saja bu." sahutku.

"Nak, kamu kenapa? Tadi siang kok sepertinya uring-uringan, hari ini ada kajian kan?" tanya ibu sambil membelai rambutku.

"Tadi aku berpapasan dengan Rendi bu, teman SMA yang dulu aku pernah cerita sama ibu. Aku takut rasa ini salah bu, aku tak ingin membuat Allah cemburu, rasa ini semakin bergejolak. Seharusnya aku dulu tak membuntutinya sejauh ini." jawabku sambil gelisah.

"Dan hari ini tak ada kajian ternyata, makanya aku pulang lebih awal bu. Lalu perihal ini, Bagaimana denganku bu ?" tambahku

Di pangkuan seorang ibu lebih menenangkanku, setidaknya gejolak ini ku bagi pada ibuku. Kala resah, susah senang ku curahkan dalam pangkuan ibu.

"Hmm nak, coba malam ini kamu beristikharoh atau sholat hajat. Sekedar minta petunjuk pada Sang Pemilik hati nak, jaga hati ya, hijrah itu tidaklah mudah sayang, namun buahnya subhanallah amatlah nikmat nantinya" sambil memelukku dan mencium keningku.

Dalam dekapannya aku tenang, dalam belaiannya menyejukkan, dalam kasih dan cintanya ini yang selalu ku syukuri atas nikmat-Mu Ya Rabb, Engkau memberi malaikat tanpa sayap, ratu dari segala bidadari, ibuku.

KAU HINGGAP DALAM DOATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang