Mengejutkan

25 3 3
                                    

Kala malam ku mulai mengheningkan cipta, disaat semua terlelap dalam mimpi, aku terjaga dalam do'a, aku tersedu merintikkan air mata memohon ampunan dari-Nya.

"Ya Rabbi, ku haturkan keluh kesahku yang mendekap dalam qalbu, aku tak ingin terus begini, bergerliya dalam cinta yang salah. Ya Rabbi, aku meminta hatinya pada-Mu, namun jika ia bukan jodohku hantarkan hatiku pada cinta yang hakiki, aku tak ingin sesakit ini. Ya Rabbi, dosaku menggunung, menjulang tinggi, aku ingin bermesraan dengan-Mu, sholatkku jungkat-jungkit, aku takut hendak dosaku di akherat terungkit. Ya Rabbi, ampuni aku.

"Mey, bangun Mey! Ini sudah memasuki sholat shubuh Mey."
Aku masih belum bergerak tapi mendengar suara sayup-sayup ibuku.

"Mey, ayok bangun!" ibuku mengulanginya.

Aku mulai membuka mataku yang terkunci, ternyata aku tak menyadari kalau aku terlelap saat qiyamul lail tadi.

Qiyamul Lail ibadah yang ditunaikan malam hari. Walau hanya sesaat, di dalamnya ada sholat, membaca Al-Qur'an dan ibadah lainnya. Disebut Qiyamul Lail (menghidupkan malam) dikerjakan sesudah tidur.

"Mey mata kamu sembab begitu, kamu menangis semalaman, ya?" Tanya ibu memperhatikan wajahku.

"Tidak bu, tadi kan aku lagi berdo'a dan tidak sengaja air mata turut serta, aku tidak mampu menyeka, berucuranlah air mata." jawabku lirih.

"Yasudah, yuk sholat dulu, nanti keburu waktu sholat habis."

Akupun mengambil air wudhu.

Tepat pukul lima seperempat pagi ini seperti biasa, aku membantu ibuku di dapur, sebelum akhirnya aku berangkat kuliah.

Ku lihat mentari mulai ranum dari sela-sela jendela, dengan suguhan sinarnya yang rupawan halnya anak perawan, aku patut bersyukur pada Sang Pencipta.

"Meeeeyy!" panggil ibu

"Iya ibu, ada apa ?" sahutku dengan lantang

Aku keluar dari dapur menyusuri lorong rumah. Tak ku duga tak ku sangka, sontak aku teriak.

"Aaaaaaaaaa, innanilahi, ibu kenapa kepalanya berdarah begini buuuu?" aku teriak dan aku panik.

Aku menghela nafas panjang, dan mencoba agar tidak panik, lalu ku papah pelan-pelan ibuku ke ruang tengah. Aku menelfon bapakku, dan kakakku. Ku ambil air dingin dengan lap untuk membersihkan darah yang menetes di kepala ibuku. Tak mampu ku bendung, air mata menyeruak seketika itu juga.

"Ibu kenapa bisa begini bu ?" tanyaku terisak tangis.

"Tadi ibu mau ambil air di kamar mandi, karena kran di depan mati, ibu mau menyiram tanaman, lalu ibu tergelincir lalu kepala ibu terbentur telinga pintu, ibu tak apa-apa nak, sudahlah kamu jangan menangis ya." ibu meruntutkan cerita dan mencium keningku.

"Assalamuallaikum" suara bapak dari dalam telfon.

"Wa'alaikumsallam pak" sahutku bersama ibu.

"Pak bisa pulang sebentar tak, ibu jatuh pak kepalanya berdarah" aku menjelaskan

"Iya tunggu ya, bapak segera pulang. Kamu jangan panik Mey. Ambil lap dulu atau pake air dingin biar darah tak mengucur ya." pinta bapak di sana.

"Iya pak. Assalamuallaikum." kataku sebelum menutup telfon.

"Wa'alaikumsallam"

Karena kantor bapak tak terlalu jauh dari rumah, jadi bapak bisa izin sebentar untuk pulang dan aku menunggu lima belas menit. Dan akhirnya bapak datang, dengan sedikit kekhawatiran dari raut wajahnya, walau demikian bapak tak begitu panik sepertiku.

"Kenapa ibu bisa begini, ayo kita ke rumah sakit!"
Ayahpun memapah ibu pelan-pelan.

Kaki ibu sudah mulai nampak membiru dan bengkak. Ku lihat raut wajah ibu yang menahan rasa sakit dan itu membuatku terluka. Hatiku begitu sakit melihat orang yang ku cinta sakit.

"Assalamuallaikum Fer, Ra, aku tak bisa ke kampus hari ini, aku sedang di rumah sakit, ibuku jatuh di kamar mandi, dan aku sudah ijin ke dosen hari ini" ku ketik lalu ku kirim lewat whatssap grup.

"Dok, gimana dok keadaan ibuku" tanyaku penuh khawatir.

"Iya tak apa-apa, kakinya terkilir dan tulangnya ada yang bergeser sedikit tapi nanti sembuh kok, hanya saja harus dirawat dulu beberapa hari." jawab dokter memastikan.

Kemudian aku masuk ke ruangan ibu, sambil mnunggu kakakku datang. Ku lihat ibu terbaring lemas, aku tak tega, hatiku teriris pilu melihatnya. Sungguh aku mencoba tegar di hadapannya meski sesekali keluar ruangan karena tak tahan air mata ini terjatuh perlahan.

"Assalamuallaikum dek, kamu kenapa duduk di sini?" Kakakku menepuk pundakku dari belakang.

"Wa'alaikumsallam kak" sontak aku menangis sejadi-jadinya dipelukkan kakaku.

"Aku takut penyakit ibu kambuh lagi, aku takut kenapa-kenapa" lanjutku tersedu dalam pelukan kakakku.

"Tenanglah dek, ibu tak apa-apa, tadi apa kata dokter?" Tangannya sambil mengelus rambutku menenangkan.

"Kata dokter kaki ibu tulangnya ada yang bergeser sedikit, dan ibu harus dirawat inap kak" jawabku tersedu-sedu sambil mengusap airmata.

"Yasudah, jangan menangis lagi, yuk kita masuk, ruangannya dimana ?"

Aku dan kakakku beranjak menuju ruangan ibu.

Aku takut ibu sakitnya kambuh, karena ibu menyidap leukumia sejak setahun terakhir. Tapi ibu tak pernah mengeluh dengan sakitnya, itulah hebatnya ibuku.

Tatapku nanar dari selasar, ku coba keluar ruangan lagi, aku ingin bersimpuh pada Sang Ilahi Rabbi. Sebaik-baik wadah curahan itu Allah. Dalam hening ku haturkan rasaku, keluhku, sedihku pada Sang Rabbku.

"Cekrekkk" ku buka pintu ruangan ibu.

"Assalamuallaikum" salamku saat memasuki ruangan ibu.

Saat ku buka pintu, aku terbelalak dengan satu pandangan di ruangan itu, dan pandanganku tertuju pada Rendi bersama sepupuku Dika. Dika itu sepupuku, dia anggota rohis di SMA dulu, tapi kami jarang bertemu, karen Dika sibuk dan dia kuliah di daerah depok. Dia mengambil jurusan sastra, dengan perawakannya yang sedang, hitam manis dan murah senyum, ia adalah sajakers, dengan tulisannya yang menawan bahasanya yang menari-nari dalam setiap rajutan tulisannya.

"Wa'alaikumsallam warohmatullahi wabarokatuh" sahut Rendi sigap.

"Ren, kamu di sini ?" Tanyaku penasaran.

"Iya Mey, tadi aku sama Dika mau ke salah satu acara seminar, tapi Dika dapat kabar dari ibunya, kalau ibumu di rumah sakit, ya sebelum berangkat dan kebetulan acara mulainya ba'da dzuhur jadi kami kesini dulu Mey" meruntutkan kejadian.

"Dik, apa kabar kamu ? Sudah lama kita tak pernah berjumpa " tanyaku menengok ke arah Dika.

"Alhamdulillah Mey, iya nih belum ada waktu, nanti kalau sudah waktunya lega kita main ya, ajak sahabatmu dan nanti sama Rendi juga, iya kan Ren" sahutnya menengok ke arah Rendi dan mengasih kode lewat matanya.

Ku lihat mereka berdua sepertinya menyimpan sesuatu, mata Dika yang mengasih kode, tapi Rendi mencoba menghindari hal tersebut. Ah yasudahlah itu urusan mereka ini.

KAU HINGGAP DALAM DOATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang