Biar Allah Yang Tangguhkan

13 1 0
                                    

Darinya senja yang menggulung rindu pada malam, mencoba menatap pada angin. Terkapar syahdu dalam sore hendak maghrib menjelang. Suara adzan daerah Ibukota Jakarta dan sekitar, menjadi sebuah keindahan sendiri dalam telingaku. Silir berganti adzan menggema, sana-sini bersautan nikmat di telan.

"Tok tok!"

"Meeyy" suara Ibu memanggil

Dibukanya pintu kamarku.

"Yuk sholat maghrib berjama'ah, bapakmu sudah menunggu di ruang tengah ya!" ajak Ibu

"Iya Bu, ini mau pakai mukena" sahutku memakai mukena

Hari ini ku lihat Ibu sudah membiasakan jalannya tanpa kursi roda, sekarang sudah memakai tongkat. Kata Ibu sudah tak nyeri. Syukurlah.

Setelah sholat selesai, tak lupa kami membaca Al-Qur'an bersama. Keluargaku santai tapi agamis, kami membuat jadwal untuk beberapa hari membaca Al-Qur'an bersama. Bukan sekedar kasih saja tapi semua menuju hijrah menggapai Ridho-Nya.

Setelah selesai, dilanjut dengan sholat isya berjama'ah.

"Mey?" tanya kakak

"Iya kak, kenapa?" jawabku sambil melipat mukena

"Kakak, mau ngomong sesuatu hanya denganmu, boleh ?" lanjutnya serius

Tak seperti biasanya kakakku seserius ini, akupun tampak penasaran.

"Mey, Rara atau Fera sudah ada yang mengkhitbah belum?" tanyanya memberanikan diri

"Belum kak, kenapa kak ?. Kakak mau mengkhitbah salah satu temanku ?" tanyaku penasaran

"Yasudah! Kira-kira kalau teman kakak mau menikahi si Fera mau tak ya ?"

"Coba nanti aku tanyakan, siap dinikahi atau belum. Kurasa Fera sedang mempersiapkan kak. Karena Fera pernah cerita ingin menikah muda, tapi belum ada sinyal yang datang" lanjutku menjelaskan

"Benarkah?" tanya kaka mengulik

"Iya kak. Kalau kakak suka sama Rara ya kak?" tanyaku menebak-nebak

"Ah kamu mau tahu aja kakak suka siapa, yang jelas kakak tak mau main-main kalau kakak suka nanti juga datangi walinya. Makasih infonya ya adekku" lanjutnya sambil mengelus rambutku

"Ah! Kakak pelit sekali kamu ini kak, huuh dasar" jawabku kesal

****

Pagiku menguning dengan sorotan sinar mentari menembus jendela kamarku. Sungguh warna yang memikatku. Ku raih sinarnya setiap pagi, tak pernah ku bosan. Syukurku bertepi pada bibir ini.

Hari ini aku libur kuliah. Jadi pagi ini aku bersama ibuku lari pagi keliling taman komplek, sekedar melemaskan kaki agar kaki Ibuku cepat sembuh. Karena ku lihat Ibu yang antusias belajar menapakan kakinya tanpa tongkat.

"Assalamuallaikum Mey"

Suara laki-laki dari samping tempat dudukku. Aku sigap menoleh.

"Wa'alaikumsallam warohmatullahi wabarokatuh. Maaf kamu siapa ya?" jawabku sambil berdiri

"Panggil saja aku Putra, yang kemaren balikin buku pas ketinggalan di perpistakaan Mey!" jawabnya sambil memperkenalkan diri

"Ohh iya aku ingat sekarang"

Jadi ini laki-laki namanya Putra, waktu itu aku lupa tanya nama, duuh tak sopan sekali aku, sudah diambilkan buku tapi tak tanya nama, ah sudahlah tak penting.

"Kamu rumahnya di daerah sini juga ya?" tanyaku basa-basi

"Iya Mey, tapi di ujung sebelah sana, Rt 04" jawabnya sambil menunjuk ke jalan

KAU HINGGAP DALAM DOATempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang