💧Fourten💧

27 2 2
                                    

Rena's pov

Sejenak aku berdiri di depan gerbang rumah itu sebelum melangkahkan kaki memasuki gerbang rumah itu.

Setelah bergelut dengan segala pemikiran yang ada di otakku, akhirnya aku melangkahkan kaki, dan membuka gerbang rumah itu.

Sesaat kemudian, aku telah sampai di depan pintu rumah itu. Perlahan, tanganku mulai menyentuh knop pintu dengan tubuh yang bergetar.

Aku tahu persis apa yang akan terjadi selanjutnya. Kutarik knop pintu itu secara perlahan. Terdengar suara decitan pintu ketika aku mendorong pintu rumah itu.

Dugaanku benar. Mereka sudah berdiri di hadapanku saat ini. Tatapan tajam tak luput dari diri mereka sekarang.

Aku hanya bisa menunduk. Dan aku berharap, kejadian seperti ini akan sama persis dengan kejadian yang aku alami dalam mimpiku hari itu. Iya, aku bermimpi untuk pertama kalinya mama dan papa memperlakukanku dengan sangat baik.

Namun, harapan hanya tinggal harapan. Mama mendekatiku, menatapku tajam dari ujung kepala sampai ujung kaki.

"Gadis bodoh!"

Kata itulah yang berhasil membuat hatiku terkoyak. Tubuhku terhempas saat Mama mendorongku kasar.

"Baju basah kuyup seperti ini, apa saja yang kamu lakukan, ha?!" Mama kembali meneriaki aku.

Aku hanya bisa tertunduk. Saat ini, kristal bening yang ada di mataku kembali mencair.

Mama terus meneriaki aku dengan kata-kata yang sukses memporak porandakan hatiku.

Kulihat dari ujung mataku, tangan Mamaku terulur. Bukan untuk membantuku berdiri. Melainkan, untuk menarik tubuhku secara kasar.

Mau tidak mau, aku bangkit karena tarikan itu. Dan, mau tak mau pula, aku mengikuti kemana Mama menarikku pergi.

Sebuah ruangan. Lembab dan basah. Tubuhku kembali dihempaskan di dalam ruangan tersebut.

Kulihat Mama mulai mengambil sebuah gayung dan mengambil air menggunakan gayung yang digenggamnya.

Kurasakan, tubuhku yang sudah basah ini kembali basah, ketika Mama melemparkan air yang ada di gayung itu.

Aku menangis. Air mataku tercampur dengan air yang disiramkan dengan kasar oleh Mama.

Hatiku sakit. Untuk kesekian kalinya, aku, anak kandung dari Mama, diperlakukan seperti ini.

Mama terus menyiramku dengan air seiring dengan lontaran kata-katanya menyayat hatinya yang tak pernah berhenti diucapkan.

Akhirnya, Mama berhenti memarahiku, juga berhenti menyiramiku. Dapat kudengar deruan napasnya yang menggebu-gebu.

Sedetik kemudian, dia melempar gayung yang digenggamnya tepat di kepalaku. Setelah itu, dia beranjak keluar dari kamar mandi ini.

Aku terisak tertahan. Berusaha bangkit. Namun, rasanya sangat sulit.

Aku menghapus air mataku. Mencoba untuk bangkit, lalu beranjak menuju kamarku.

Kejadian itu membuatku, hatiku, dan batinku lelah. Kapan semua ini akan berakhir?

Aku tak sanggup terus-menerus menyaksikan kedua kakak angkatku yang selalu diperhatikan. Sementara aku?

Aku selalu berteriak dalam hati kecilku, kalau aku iri pada mereka berdua. Aku iri! Sangat sangat iri!

Aku kembali menangis untuk saat ini. Biarlah aku terlihat cengeng di hadapan semua orang. Namun, jika mereka merasakan apa yang aku rasakan selama ini, pastilah mereka juga akan sama seperti aku.

Kamu telah mencapai bab terakhir yang dipublikasikan.

⏰ Terakhir diperbarui: Dec 30, 2018 ⏰

Tambahkan cerita ini ke Perpustakaan untuk mendapatkan notifikasi saat ada bab baru!

Hujan Bulan Desember [HIATUS]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang