Jasmine dan Karrell sekarang sedang berada di kedai. Setelah tadi Karrell mengunjungi makam ibunya bersama Jasmine.
Kali ini Karrell yang memesankan ke kasir, padahal tadi Jasmine sudah ingin berdiri memesan, namun Karrell terlebih dahulu ke kasir setelah menanyakan apa yang ingin dipesan oleh Jasmine.
Jasmine duduk melamun menatap kaca. Ia mengingat bagaimana Karrell di pemakaman tadi. Laki - laki itu terlihat tenang, entah memang pembawaannya seperti itu atau ia mencoba untuk tenang.
Namun ternyata ketika Jasmine memilih menjauh untuk memberikan privasi bagi Karrell, ia bisa melihat bagaimana punggung Karrell bergetar menandakan pria itu menangis. Jasmine yang duduk jauh tidak bisa mendengar apa yang Karrell bicarakan, namun ia bisa melihat punggung Karrell bergetar dan sesekali pria itu mendongak ke langit.
Jasmine tau bagaimana rasanya kehilangan orang yang dikasihinya. Jasmine tau bagaimana perasaan seorang Karrell. Jujur saja, melihat Karrell seperti tadi membuatnya merindukan ayah dan ibunya. Ingin sekali ia pergi ke Solo untuk mengunjungi makam ayah dan ibunya, namun ia belum bisa.
"Ekhemm.."
Suara Karrell membuyarkan lamunan Jasmine. "Ah.. maaf saya melamun, Pak"
Karrell mengangguk paham. Sejujurnya ia penasaran apa yang Jasmine lamunkan sehingga ia tidak mengetahui bahwa sedari tadi Karrell memandanginya.
"Kalau saya boleh tahu, apa yang kamu pikirkan?". Pertanyaan itu lolos dari mulut seorang Karrell yang sedari tadi penasaran.
"Orang tua saya. Saya merindukan mereka, Pak"
"Lalu kenapa tidak menelepon saja?"
"Mereka sudah meninggal" jawab Jasmine sambil tersenyum, menyesap teh melati pesanannya.
Mendadak perasaan bersalah muncul di hati Karrell, tak seharusnya ia bertanya seperti ini. "Maafkan saya"
Jasmine menggeleng, "Tidak apa - apa. Jujur saja, melihat anda di makam ibu anda tadi membuat saya ingin sekali berkunjung ke makam kedua orang tua saya"
"Lalu kenapa tidak berkunjung?"
Jasmine tersenyum sekali lagi, "Makam ayah ibu saya di Solo. Saya belum bisa pergi kesana"
Karrell mengangguk. Selanjutnya mereka tanpa sadar berbincang santai tentang hal - hal random. Namun sebenarnya, Jasmine lah yang sedari tadi membuka suara. Karrell memilih menjadi pendengar.
Karrell akui, suara Jasmine sangat indah. Bahkan saat gadis itu sedang asyik bercerita, suaranya tetap menawan. Membuatnya tetap ingin mendengarkan.
"Pak? Bapak kerja di perusahaan mana?"
"Umur kamu berapa?". Bukannya menjawab pertanyaan Jasmine, Karrell malah melempar pertanyaan kepada gadis didepannya. "Eh? Saya? Umur 24 tahun" jawab Jasmine.
"Panggil saya mas, biar lebih akrab". Jasmine mengangguk dan kembali mengulang pertanyaannya tadi, "Mas kerja dimana?"
"Kamu tau Alvaro Cooperation?". Jasmine mengangguk, "Tentu, perusahaan terbesar se Asia? Oh, mas CEO nya?" tanya Jasmine polos
Karrell tertawa, "Yah.. Bisa dibilang begitu"
Selanjutnya tak ada pembicaraan antara kedua manusia disitu. Jasmine memilih menatap langit senja, tanda malam akan segera datang. Sedangkan Karrell? Menatap dalam Jasmine.
"Kamu suka senja?" tanya Karrell. Jasmine menoleh dan tersenyum, "Siapa yang tidak suka senja, mas? Senja indah"
"Aku tidak". Jawaban Karrell sontak membuat Jasmine menoleh dan mengerutkan dahinya. Kenapa Karrell tidak menyukai senja?

KAMU SEDANG MEMBACA
MELLIFLUOUS
Fanfictionmel·lif·lu·ous - məˈliflo͞oəs/ ( adjective ) (of a voice or words) sweet or musical; pleasant to hear.